BAB 4 ; Sedikit cerita tentang mereka...

2 2 4
                                    

(spesial part tentang Keluarga 'WMPK')

Warteg pak Mahdi Penyelamat Kantongku...

"Keluarga, satu kata berjuta makna, yang selalu diinginkan oleh semua orang."
-ayyaaa

Julian pulang dalam keadaan basah kuyup setelah tertimpa apes karena motor vespa milik Nabil yang ia pinjam, harus mogok tepat saat hujan turun deras mengguyur kota Jogja. Cowok jangkung itu hanya bisa menghela nafas pasrah sembari mendorong vespa Nabil ke bengkel terdekat dalam keadaan hujan. Mana tadi saat hendak pulang ke camp—ia harus mencegat sebuah angkot yang isinya penuh dengan ibu-ibu.

Membuatnya mau tak mau hanya bisa tersenyum miris, bukan karena diperlakukan buruk atau apa, tapi pasti para wanita paruh baya itu akan risi dengan keadaan nya yang basah kuyup. Namun perkiraan nya meleset, karena para ibu-ibu tersebut malahan terus saja menggoda nya—dalam artian, mereka terus memintanya agar mau diperkenalkan dengan putri mereka dan dijadikan menantu.

Apes!

Satu kata yang pas untuk keadaan Julian Gaero saat itu.

“Lo habis nyemplung dikolam mana, bang?”

Celetukan berunsur mengejek tersebut menyambutnya saat sudah sampai didepan ruang tamu. Dan itu adalah suara milik adik ke 17 nya, siapa lagi kalau bukan Ikhsan Hanafi Aldeba. Cowok yang mendapatkan julukan Malika si kecap manis tersebut memang terbilang sangat jahil dan tak tau kondisi, membuat Julian mendengus kesal akan ulahnya—yang setelah memberi pertanyaan mengejek tadi, kini malah tertawa lantas pergi dengan gaya super duper songong.

Tapi Julian tetap sabar, ia sudah terbiasa dengan sikap Ikhsan yang kelewat jahil tersebut. Jadi, daripada mempermasalahkan nya, lebih baik ia pergi membersihkan diri lalu melipir ke dapur guna meminta pada Dewa untuk dibuatkan bubur.

“Kehujanan bang? Bukannya bawa mobil?”

Kali ini suara adik ke 16 nya yang terdengar, suara yang terbilang halus itu membuatnya dengan cepat menoleh lantas menggeleng sembari membuka baju walau belum sampai didepan kamar mandi.

“Gue tadi berangkat pake vespa nya Jaenab. Terus ditengah jalan malah mogok, yaudah kehujanan.” Jelasnya, lalu tersenyum tipis pada Rangga. Sang adik yang tadi bertanya.

Rangga mangut-mangut seolah mengerti, lantas berdecak kala mengingat sesuatu, “Kok nggak nelpon orang camp sih, bang? Kalo tau gini, bisa gue jemput. Kebetulan mobilnya Mas Win lagi nganggur tuh!”

Dan Julian terkekeh, “Nggak kepikiran sumpah! Yang gue inget Cuma gimana caranya supaya cepet pulang terus ngasihin pesanan nya si bungsu,” ucapnya sambil menggusap tengkuk canggung.

Rangga berdecak, “Mesan apalagi emang tu bocah?”

“Biasalah, sebelum UTS kan Juanda suka minta dibeliin komik One piece,” jawabnya masih dengan terkekeh.

“Oh iya, bukain tas gue dong. Takutnya itu buku komik sama tugas kuliah pada basah.” Julian menambahkan lagi dengan nada menyuruh yang terbilang pelan kepada Rangga, membuat cowok berkacamata itu hanya mengangguk tanpa protes lalu berlalu ke arah Ruang tamu.

Kalau Julian boleh memilih, ia ingin adik seperti Rangga—di dunia ini harus segera dilestarikan, biarlah yang modelan seperti Ikhsan punah, asal Rangga jangan.

STONOMILOGI (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang