VIII ; Need

396 64 13
                                    

"Di suatu soal matematika, ada beberapa cara untuk menemukan satu jawaban. Begitupun jodoh, ada banyak cara untuk menemukan satu orang itu"

-- Jeongyeon tiba-tiba doyan mtk, 2k21
.
.
.
.

******

"Kak Je"

Jeongyeon menoleh

"Aku mau jalan sama kak Jaebum lagi. Gapapa kan?"

Jeongyeon mengangguk

"Ishh, kok ngangguk doang"

"Terus jawab apa?"

"Apa kek"

"Yaudah, apa kek"

"Ga gitu ih, auah aku males sama Kak Je"

Mina meninggalkan Jeongyeon sendiri di cafe tempat biasa mereka berbincang sejenak.

Dulu, sewaktu mereka --maksudnya Mina-- belum pacaran, Jeongyeon dan Mina sangat menyukai berkunjung ke cafe ini. Pesanan mereka selalu sama, americano. Mina dan Jeongyeon memiliki selera yang sama soal dunia kopi

Mina menyukai americano karena pahitnya selalu mengingatkan dia tentang kepahitan dunia. Jeongyeon menyukai americano karena ia benci hal-hal yang manis

Cukup untuk bersatu, klop

Tertawa bersama, meluapkan emosi sejenak. Rasanya dunia sudah cukup selama mereka bersama

Setidaknya menurut Jeongyeon

Kini, Mina sudah memiliki kekasih. Sosok yang Mina pilih untuk menjadi orang yang menggenggam hatinya

Mina lupa

Ia lupa bahwa Jeongyeon selalu ada di sampingnya dulu. Ia tenggelam dalam nikmat dan manisnya dunia cinta, sampai-sampai ia tidak bisa kembali ke permukaan

Mina lupa, bahwa Jeongyeon sosok yang selalu menemaninya apapun keadaan Mina. Mina lupa, Jeongyeon begitu menantikan kedatangannya pada hari ulangtahun Jeongyeon. Mina juga lupa, bahwa Jeongyeonlah sosok yang selalu membutuhkan keadaannya

Jeongyeon menatap punggung mungil Mina dibalik kaca penghalang ruang diantara mereka. Sebercak senyuman terlihat dari pipi Mina yang mengembang. Tidak perlu melihat wajah Mina, Jeongyeon tau gadis itu sedang tertawa

Jeongyeon menghela nafasnya. Kini tawa Mina tak lagi untuknya. Tawa manis yang mengalun merdu di telinga Jeongyeon dimana ia selalu menginginkan bahwa ia adalah alasan dibalik tawa manis Mina

Dan Jeongyeon tau, saat ini Mina tertawa bukan karena dirinya

Sejujurnya, Jeongyeon ingin bertanya pada Mina. Apakah sosok Jeongyeon berharga di hati Mina?

Karena Jeongyeon menganggap Mina, tidak hanya berharga. Namun Mina spesial, tak ada bandingnya

Roti bertopping gula halus di hadapan Jeongyeon nampak akan mengeras, segera Jeongyeon lahap roti tersebut. Ia tak ingin berlama-lama lagi disini, ia sudah muak dengan segala hal tentang hati, memori, dan rasa sayangnya pada Mina

Satu dentingan di hpnya menandakan pesan masuk. emoticon di notifikasi tersebut membuat Jeongyeon tau, siapa pengirimnya

Dan, hari ini. Untuk kedua kalinya Jeongyeon tersenyum, bukan karena Mina.
.
.
.
.

Hari-hari berlalu tanpa mempedulikan waktu. Dan hubungan Jeongyeon dengan Mina merenggang. Tentu saja keduanya sibuk, namun tak biasanya seperti ini

Mina merasa Jeongyeon mulai menjauh darinya. Tentu saja Mina tidak suka, karena setiap ia mengajak kakak kesayangannya itu, orang tersebut selalu menolak. Dengan alasan bahwa ia sudah ada janji terlebih dahulu

Siapa sih yang berani mengusik kehidupan ia dengan Jeongyeon? Hebat sekali, padahal Jeongyeon bukan tipe orang yang mudah diajak pergi bersama

"Kemana aja sih? Lama banget" Kesal Mina

"Maaf, tadi ketemu orang dulu" Ucap Jeongyeon datar

"Udah makan?" Lanjut Jeongyeon

Mina menggeleng

"Ck, yaudah pesan. Tunggu apalagi?" Jeongyeon berdecak

Mina semakin terheran, sikap Jeongyeon berubah 180° dari yang selama ini ia kenal.

"Kak Je kenapa sih?" Emosi Mina memuncak

"Kalo aku ada salah tuh ya ingetin, bukannya marah-marah ga jelas gini"

"Akhir-akhir ini aku juga jarang dapet balesan yang jelas tentang kabar kakak. Tau ga? Aku cape nunggu kabar kakak"

"Kakak ngilang begitu aja, aku ga tau harus ngapain. Dateng cuma marah"

Mina emosi. Wajah dan daun telinganya memerah. Ia sudah tidak dapat menahannya

******

"OKE, SEKARANG CEPET JELASIN" Ucap Nayeon menggelegar, mungkin satu gedung ini akan menengok ke pintu bernomor 1101 karena teriakan Nayeon

"Apa lagi yang mesti gua jelasin?"

Nayeon berdecak kesal. Pasalnya, mantan kekasih dirinya ini bodoh sekali. Entah pelet apa yang membuat Nayeon dulu menyukai makhluk astral satu ini

"Ya ituu, aduh Jeong. Lulusan terbaik dari kampus, tapi diajak ngomong ngang ngong ngang ngong" Cerewet Nayeon

"Itu apasih? Orang yang gua maksud? Ngomong yang jelas ngapa, dasar cewe" Tukas Jeongyeon

"LU JUGA CEWE?!?!"

"oiya"

"CEPETANNN JELASIN"

"IYA IYA BAWEL. Oke. Ekhem. Jadi yang gua maksud tu ya Mina, siapa lagi? Lu kan tau gua"

Payah sekali. Jeongyeon mengira Nayeon bodoh, padahal dengan jelas Nayeon dapat menangkap sorot keraguan dari mata Jeongyeon

"Gua anak psikolog loh Je"

Jeongyeon merengut. Apa korelasinya dengan omongan dia saat ini? Nayeon aneh

"Terus?"

Nayeon yang sudah tidak sabar mulai melempari dan memukuli Jeongyeon. Kalau boleh, Nayeon ingin sekali menginjak-injak Jeongyeon. Sungguh menyebalkan manusia satu ini

"Artinya gua ga bego, gua bisa baca air wajah lu. Lu bohong kan?"

Jeongyeon diam. Jujur, dia tidak bohong sepenuhnya. Memang masih ada rasa untuk Mina di hatinya. Lalu apa yang membuat Nayeon ragu?

"Gua tau lu mungkin bingung. Tapi gua bisa tau kalo lu ga benar-benar ngucapin kenyataan. Ada beberapa hal yang sudah masuk ke hati lu dan menggantikan posisi Mina di hati lu" Ujar Nayeon perlahan

Jeongyeon masih diam, ia memikirkan perkataan Nayeon dengan seksama. Memikirkan semua kemungkinan yang memang benar dan pasti terjadi

"Nay, gua juga ga tau..."





























Tak gintang gintang euyyy

KAK JE! [JeongMi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang