01

73 10 1
                                    

Gue merapikan rambut yang telah selesai di curly bagian bawahnya lalu menyemprotkan parfum pada bagian leher dan tangan. Dirasa udah cukup rapi gue segera menyambar sling bag yang berada diatas ranjang kemudian bergegas keluar dari rumah.

Bus berhenti tepat waktu saat gue baru aja sampai di halte. Keadaan bus malam ini lumayan penuh karyawan kantor dan pelajar yang baru pulang. Interviewnya memang diadakan jam tujuh malam.

Hanya sekitar dua puluh menit gue sampai di depan gedung perusahaan. Dengan langkah ringan dan senyum yang terus mengembang, gue masuk ke gedung berlantai lima itu. Kening gue mengernyit, hawa aneh mulai gue rasakan. Kenapa sepi banget? Ga ada karyawan satupun yang lalu lalang di lobi.

Ketika mau membuka email untuk mengecek barangkali gue salah tanggal kedatangan, seorang cewek memakai crop top dan baggy jeans serba hitam datang menghampiri gue dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada. Ekspresi wajahnya datar dan ga bersahabat.

"Lo yang hari ini mau interview?" tanya cewek itu dengan angkuh.

"Iyaa."

"Ck, ayo ikut gue." ujarnya kemudian berjalan mendahului gue masuk kedalam lift.

Cewek itu menekan tombol angka dua. Ga butuh waktu lama pintu lift terbuka menampakkan koridor berlantai marmer mewah dalam keadaan sepi ga jauh beda dari lantai satu. Hawanya juga jauh lebih dingin.

"Sebelah kanan ada ruang pertemuan. Lo masuk kedalam, udah ada yang nungguin." ketus cewek itu masih dengan nada angkuhnya, gue mengangguk. "Eh bentar." ujarnya lagi membuat gue membalikkan tubuh menghadap cewek itu yang udah masuk kedalam lift.

Dia menatap gue dari atas sampai bawah tatapannya yang mengintimidasi bener bener buat ga nyaman.

"Lain kali pake baju yang lebih bagus. Baju yang lo pakai sekarang terlalu formal dan kuno." celetuknya setelah itu pintu lift tertutup.

"Hiiihhh! Dasar nenek sihir!!!"

Gue menggerutu seraya menghentakkan kaki ke lantai marmer, membuat suara heels menggema di koridor. Baru aja datang untuk interview udah ketemu sama orang yang nyebelin kayak gitu.

"Udah puas ngomelnya?"

Suara berat namun bernada lembut itu menginterupsi gue untuk menatap sang pemilik suara. Pria tinggi dengan turtle neck dibalut jas berwarna abu abu tua berdiri di depan pintu ruang pertemuan dengan kedua tangannya yang berada di dalam saku celana.

Gue tersentak membuat pria itu tersenyum kemudian masuk kedalam ruang pertemuan, gue langsung aja ngikutin dia.

"Silakan duduk." perintahnya.

"Makasih." ucap gue lantas menarik kursi dan duduk di depan meja panjang layaknya ruang pertemuan biasa. Pria itu duduk dihadapan gue sembari menyeruput secangkir kopi.

"Lee Shena, gue udah baca CV yang lo kirim. Oh iya ngomongnya jangan terlalu formal dan kaku. Santai aja." ucapnya, gue mengangguk tanda mengerti. "Alasan lo melamar disini buat kami terkesan. Kami butuh seseorang yang bisa bekerja dengan kami dalam waktu yang lama. Hidup lo susah dan harus bayar hutang papa lo 'kan?"

"Iya. Kalau hutang itu ngga dibayar secepatnya, gue bisa nambah masalah lagi."

"Ah gue sampai lupa ngenalin diri. Gue Park Sunghoon, gue yang bertugas mewawancarai lo hari ini. Lo akan menjabat sebagai staff administrasi disini." Gue masih setia mendengarkan penjelasan Sunghoon sambil mengangguk.

"Karena lo akan bekerja disini, gue udah siapin tempat tinggal untuk lo."

"Tempat tinggal?"

"Iya, karyawan yang kerja disini dapat tempat tinggal gratis. Satu unit apartemen,  ada dilantai tiga."

Gue menutup mulut menahan agar suara teriakan gue ga keluar. Beruntung banget gue mendapatkan pekerjaan sekaligus unit apartemen gratis.

"Ada beberapa hal yang harus lo ketahui sebelum menandatangani kontrak—"

Ceklek

Ucapan Sunghoon terpotong karena pintu ruang pertemuan terbuka lebar. Seorang pria berambut blonde masuk, pakaiannya terlihat seperti anak nakal. Kaos putih yang menampilkan sedikit bagian dada ditambah leather jaket dan celana jeans robek di bagian lutut. Piercing di telinganya banyak banget.

"Gue mencium ada sesuatu yang manis disini." ucap pria itu menyeringai lebar membuat gue merinding.

"Lo dapat dia darimana, hoon?" tanyanya sambil menatap gue dari atas sampai bawah seperti yang dilakukan perempuan nenek sihir  sebelumnya.

"Jay, ga usah bercanda. Lo buat Shena ngga nyaman." perintah Sunghoon menarik senyum dibibir pria yang namanya Jay itu.

"Lo kenal gue udah hampir satu abad. Lo tau 'kan? Gue ngga pernah bercanda sama kata kata gue."

Jay mencoba mendekati gue tetapi Sunghoon berhasil menghentikannya. Mereka saling bertatapan, suasananya jadi berubah serius. Sepertinya akan terjadi baku hantam disini. Gue harus bergegas pergi dari ruang pertemuan. Pikiran gue berubah seketika. Udah gue duga bakalan begini, dari awal aja gue udah ga nyaman menginjakkan kaki di gedung ini.

"Maaf kayaknya gue pergi aja. Semoga ada karyawan lain yang lebih cocok kerja disini." ujar gue final.

"Maaf? Lo bilang apa?" tanya Sunghoon mengernyitkan keningnya.

"Walaupun masuk disini gampang, lo ngga bisa gitu aja pergi dari sini." protes Jay, tersenyum meremehkan.








To be continued...



Kalau ada kata kata yang salah bisa komen ya. Nanti aku revisi lagi.

Sweet Blood Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang