04

40 8 0
                                    

Ningning membawa gue ke ruang bawah tanah. Dia berjalan mendahului gue seperti sebelumnya. Kondisi dibawah sini sangat lembab. Bau amis darah menyeruak masuk kedalam hidung gue. Lorong yang lumayan besar dan penerangan yang minim menambah kesan horror. Belum lagi suara menyeramkan yang terus gue dengar disepanjang lorong.

"Lo liat sendiri ada banyak ruangan disini. Isinya vampir yang ngga bisa dikendalikan." ujar Ningning menunjuk kanan dan kiri tempat para vampir berada.

"Jadi sekarang gue harus mengendalikan mereka?"

"Iya. Ini ambil." Ningning memberikan gue sebuah pistol perak, "Tarik pelatuknya kalau lo liat sesuatu." setelah berucap Ningning berjalan menjauhi gue.

"Eh tunggu—"

Dari kejauhan Ningning membuka salah satu pintu sel. Sebelum benar benar pergi, Ningning berucap dari kejauhan, "Selamat bekerja, Lee Shena!" seru Ningning sambil tertawa geli.

Ngga lama seorang pria berusia sekitar 30 tahun keluar dari sel. Bajunya yang usang penuh bercak darah. "Aromamu manis sekali." ucap sang vampir, secepat kedipan mata dia udah berjarak sekitar satu meter dari gue. Gue membeku. Kaki gue seakan terpaku dilantai lorong.

"LEE SHENA! Kalau lo ngga bunuh dia, maka lo yang bakal dibunuh!" teriakan Ningning yang gue tebak berada di tangga menuju keluar mengembalikan kesadaran gue yang sempat melayang.

Namun terlambat.

Gue merasakan sesuatu yang tajam menancap pada leher. Rasanya seperti sengatan lalu sesuatu yang dingin mulai merambat cepat memenuhi tubuh gue. Dan semuanya kembali gelap.














































Kesadaran gue perlahan kembali. Pertama kali yang gue rasakan adalah rasa sakit di kepala yang seperti ditusuk tusuk. Gue menatap sekeliling sadar kalau ternyata gue masih di lorong ruang bawah tanah.

"Shena? Lo baik baik aja?"

"Kayaknya gue..." kalimat gue menggantung saat merasakan sakit luar biasa pada leher.

"Lo digigit?!" sontak Sunghoon memeriksa leher gue.

Tiba tiba Sunghoon berlutut di hadapan gue. Menggenggam tangan gue yang jujur aja membuat jantung gue berdetak kencang.

"Kita harus minta Kak Heeseung untuk coba menghapus ingatan lo lagi."

"Ngga! Gue ngga mau. Maksudnya apa lo bilang begitu?" tanya gue ga terima.

"Ada sedikit racun vampir di dalam badan lo yang ketinggalan saat vampir sialan itu menghisap darah lo. Untung tadi gue nyusul lo kesini. Kalau ngga mungkin lo udah kehabisan darah sekarang."

"Kenapa dari tadi lo selalu bantu gue?" gue heran saja, diantara empat vampir itu hanya Sunghoon yang khawatir sama gue.

"Gue udah bilang sama lo. Gue ini setengah vampir dan setengah manusia. Gue punya empati yang besar terhadap manusia dibanding vampir berdarah murni. Maafin gue. Seandainya gue datang lebih cepat, pasti lo ngga akan begini."

"Hoon, jangan bilang begitu. Gue bersyukur masih bisa bernafas sampai sekarang berkat lo. Makasih sebelumnya, lo banyak bantuin gue hari ini." Sunghoon mengangguk lantas membantu gue untuk berdiri.

"Apa yang terjadi setelah racun vampir menyebar dalam tubuh gue?" tanya gue saat Sunghoon memperhatikan langkah kaki gue supaya ga kesandung.

"Besok atau lusa badan lo bakal demam tinggi dan menggigil hebat. Jadi sebaiknya pas pulang nanti lo langsung istirahat. Sekarang kita harus kembali ke ruang pertemuan. Mereka udah nungguin."














































Sweet Blood Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang