02

56 9 1
                                    

Dalam sekejap mata, sepasang gigi panjang yang runcing terlihat diantara bibir Jay. Kulitnya yang putih pucat, taring yang tajam dan hawa yang terasa semakin dingin menambah kesan berbahaya yang kentara gue rasakan sekarang.

"Jangan dekat-dekat!" Gue mundur beberapa langkah menghindar dari Jay yang terus melangkah maju mendekati gue.

Jay tertawa kecil melihat gue yang ketakutan. "Ngga akan gue biarin lo pergi satu langkah pun dari sini!"

"Jay! Udah!" bentak Sunghoon.

Jay ga tinggal diam, karena kesal dia mengambil kursi yang ada di dekatnya kemudian dilempar ke arah gue. Gue berhasil menghindar, kursi yang di lempar Jay menghantam lantai hingga hancur tak berbentuk. Ga ada waktu untuk gue berdiam diri. Sunghoon menghadapi Jay, kesempatan gue untuk keluar dari ruang pertemuan.

"Shena! Tunggu."

Gue berbalik menatap Sunghoon menatap matanya tajam, lebih tajam dari mata elang.

"Bisa jelaskan apa maksud dari kejadian tadi?" tanya gue menahan emosi, namun Sunghoon bungkam.

"Lo ternyata menarik juga. Ayo kita main kejar-kejaran aja." celetuk Jay, dia tersenyum aneh. Lebih menyeramkan ketimbang saat dia kesal sebelumnya.

Mendapat sinyal tanda bahaya, gue bergegas menuju lift untuk keluar dari gedung. Hampir ga sanggup menata kembali nafas, gue akhirnya berhasil kabur.

"Hhhh, Kenapa tadi dia keliatan kayak vampir? Ah ngga mungkin, Shena. Pasti itu cuma halusinasi aja." monolog gue kembali mengingat taring yang keluar dari mulut Jay.

Gue kembali berjalan lebih cepat menuju rumah. Tetapi sebuah mobil mewah yang kelihatan sangat mahal berhenti di depan gue. Seorang pria berkemeja putih dan celana kain hitam keluar dari mobil tersebut. Dia menatap gue dengan mata yang lelah.

"Lee Shena?"

"Ada perlu apa?" tanya gue balik, bersiap untuk kabur. Pasti cowok itu juga bagian dari perusahaan

"Gue dengar lo kabur dari wawancara. Kebetulan banget kita ketemu disini."

Dugaan gue ternyata benar cowok itu memang bagian dari perusahaan. Saat gue hendak melarikan diri, cowok itu menghalangi jalan gue. Gue tersentak ketika hampir aja menabrak dadanya.

"Tunggu. Lo ngga boleh pergi!" satu cowok lain keluar dari mobil, ikut menghalangi jalan gue. Dia menatap gue lamat. "Kak Heeseung, dia udah siap" ucapnya lagi.

Cowok yang bernama Heeseung mulai mendekati gue "Apa yang—"

"Liat kesini, Shena."

Dua obsidian itu menatap gue. Warna iris matanya berubah seketika menjadi merah mengkilap. Gue merasakan dunia berputar kencang dan tanah di bawah gue seakan menghilang dari pijakan kaki.

Lalu semuanya menjadi gelap.















































Gue mengedipkan mata beberapa kali saat mengetahui berada ditempat asing. Dihadapan gue ada rak buku, meja dan beberapa berkas diatasnya. Gue sadar kalau gue terbaring di atas sofa.

Terdengar suara beberapa orang yang tengah berbincang. Suaranya seperti ga asing di telinga gue.

"Gue bakal antar dia pulang setelah dia bangun."

"Lo mau usir dia? Dia satu-satunya manusia yang melamar disini setelah sepuluh tahun lamanya."

"Kemampuan gue menghapus memorinya ngga mempan. Mau ngga mau harus dimusnahkan. Dia kayaknya udah tau rahasia kita."

"Kak, tolong jangan bunuh dia. Nanti gue coba bicara sama dia. Kalau sampai lo beneran bunuh dia. Lo ngga ada bedanya sama monster."

"Sunghoon,  jaga mulut lo!"

Gue mulai terganggu dengan suara mereka. Padahal gue lagi berusaha keras membuat rencana agar bisa kabur lagi. Tetapi sepertinya salah satu dari mereka tau kalau gue udah sadarkan diri.

"Dia udah bangun tuh." ucap Jay dingin.

Tanpa pikir panjang gue berlutut dihadapan mereka, "Gue mohon jangan bunuh gue!"

Sementara yang lain hanya diam, Sunghoon menumpu sebelah lututnya pada lantai untuk menyamakan tingginya dengan gue.

"Shena, lo baik baik aja 'kan? Kepala lo masih sakit? Ada yang luka?" tanya Sunghoon bertubi-tubi membuat gue terkejut sesaat.

"Gue mohon jangan bunuh gue." ucap gue memohon lagi.

"Jangan khawatir. Kita ngga akan bunuh lo. Kita bisa selesaikan masalah ini dengan kepala dingin."

"Gue janji ngga akan membeberkan rahasia kalian." ujar gue meyakinkan, walaupun gue masih belum percaya bahwa keempat cowok itu adalah vampir.

Setelah keheningan sejenak, cowok yang namanya Heeseung duduk di sofa sebelah gue. "Gimana kalau gue kasih lo penawaran?"

Gue mengangguk cepat, "Apapun itu gue ngga keberatan asal nyawa gue aman."

"Disini lo bakal kerja mengurus vampir yang hilang kendali. Kami memiliki ruang bawah tanah yang merupakan tempat dimana para vampir yang hilang kendali dikurung."

"Vampir? Jadi kalian memang beneran vampir asli? Kayak yang ada dalam film?" Gue membelalakkan mata ga percaya dengan apa yang gue dengar. Jadi, vampir itu memang ada di dunia nyata.

"Iyap! Benar sekali. Kami semua disini bekerja mengurus vampir yang hilang kendali. Dan kami semua vampir. Ingat kembali janji lo diawal kalau lo akan merahasiakan identitas kami."

"Iya gue janji dengan nyawa gue yang jadi taruhannya." keempat cowok itu tersenyum tipis melihat gue.









To be continued...

Sweet Blood Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang