Langit menarik napas panjang. Kembali ke rutinitas seperti biasa rupanya cukup melelahkan. Pagi-pagi begini ia sudah harus berhadapan dengan semua tugas OSIS.
"Kinar?"
Gadis yang tengah merapikan rak itu menoleh, "Apa?"
"Proposal kemarin udah lo revisi?"
Kinar diam, lalu memutar badan dan menatap Langit dengan sorot dingin. "Proposal apa?"
"Ah, ya! Gue lupa, sorry." Gadis ini baru kembali dari pengangkatannya. Langit kemudian menghampiri Kinar dan mengulurkan tangan. "Congratulations for you." Tak lupa ia memasang senyum ramah seperti biasanya.
"Lo udah ngucapin selamat lebih dari dua kali." Kinar membalas datar, mengabaikan uluran tangan pemuda itu.
Langit terkekeh. Tidak berubah. Kerja sama yang telah dua tahun lebih mereka lakukan rupanya belum mampu melunturkan sikap dingin gadis ini padanya. Ia pun menarik tangan yang tak dibalas itu, lalu duduk dan kembali menekuni komputer di hadapannya.
"Langit," Kinar baru ingat sesuatu. "Ini." Gadis itu meletakkan papper bag merah muda ke meja Langit. "Dari fans lo."
"Oke, thank—" ucapannya terhenti sebab Kinar berbalik dan pergi begitu saja. Dan alih-alih merasa dongkol, pemuda itu justru tertawa pelan.
"Kok ada lo?!"
Langit sontak menoleh. Mendapati Lirandra berdiri di depan pintu dengan ekspresi tak enak refleks membuatnya menghela napas panjang.
"Gue sekretaris OSIS kalo lo lupa," balas Kinar tak kalah ketus. Bahkan dengan hanya berpapasan saja sudah membuat emosinya meluap. Tak mau membuang waktu, Kinar memilih keluar ruangan daripada meladeni cewek menyebalkan ini.
"Enek banget pagi-pagi lihat muka dia." Lirandra mengumpat pelan tanpa repot menutup pintu. "Kenapa lo manggil gue?" Beralih pada Langit, gadis itu duduk di pinggir meja dengan tangan bersedekap. Raut kekesalan di wajahnya belum luntur sepenuhnya.
"Turun, Lirandra. Ada banyak kursi yang bisa lo duduki."
Lirandra hanya memutar bola matanya, tak berniat mematuhi teguran halus itu. "Buruan! Atau jangan-jangan lo mau ngajak gue sarapan bareng?" Ia melirik papper bag di meja pemuda ini dengan sinis. "Kebetulan gue juga belum sarapan."
Ucapan yang jauh dari kata manis itu justru membuat Langit terkekeh beberapa saat. Mencoba kembali ke tujuannya, pemuda itu menunjukkan sebuah foto di ponselnya. "Ini masih pagi, Lirandra. Bisa jangan buat ulah dulu?"
Sayangnya, gadis itu justru tampak tidak peduli. "Artinya kalau udah siang gue boleh buat ulah?"
"Sebulan ini, laporan protes dari wali siswa udah berkurang drastis." Langit tetap berkata tenang. Beberapa murid yang menjadi sasaran mainan Lirandra jelas bukan hal yang baru. Kendati tidak ada laporan langsung dari mereka, namun melihat cukup banyaknya protes dari orang tua wali tentang anaknya penuh lebam atau pulang dalam kondisi basah dan bau jelas bukanlah hal yang baik untuk sekolah ini. Untungnya, selama Lirandra penempuhan, laporan itu perlahan berkurang, tapi jangan sampai ketika gadis ini kembali justru membuat keributan baru.
"Itu bukan urusan gue. Gue di sini bukan untuk ngurus masalah hidup mereka."
"Lirandra," Langit menarik napas panjang. Gadis ini sungguh keras kepala. "Honestly, I don't care about them. Tapi tenaga lo kebuang sia-sia kalau cuma buat mainin mereka, apalagi harus jalanin hukuman." Sebab, tak hanya sekali ia menemukan Lirandra mendapat hukuman dari penegak disiplin sekolah.
Lirandra berdecak pelan, merasa pembicaraan ini tak ada pentingnya sama sekali. "Ya lo kasih tau aja supaya mereka nggak usah kasih gue hukuman. Gampang, 'kan?" Lagi pula, siapa yang berani menolak permintaan sosok paling teladan di sekolah ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiksasi
ActionFiksasi ; Perasaan terikat atau terpusat pada sesuatu secara berlebihan. . . . Young Adult - Action - Thriller (18+) Dari segi alur, pemahaman, dll. Pahami genre dan rate yang telah diinformasikan Bijak dalam membaca ya.. Happy reading.. *Sila...