"Eh, tau nggak. Si Santi hamil lho!" Seru wanita dengan rambut pink terang dengan terseyum aneh.
"Hah! Beneran kamu Rinrin?" Tanya wanita yang duduk di hadapan Rinrin dengan wajah syok.
"Jangan ngarang deh Rin! Nggak baik" Reyana yang sedari tadi hanya memperhatikan kini mulai bersuara. Ini yang paling tidak ia sukai ketika berkumpul. Mereka akan mulai bergosip dari A sampai Y. Karena kalau sampai Z jam makan siang udah habis.
"Aku nggak ngarang Reya. Anak-anak difisi pemasaran sendiri yang bilang gitu. Kalau kabar itu salah, mungkin saat ini kita udah nemuin Santi makan bareng sama temannya. Dan sekarang? Nol, dia nggak ada. Teman-temannya pun nggak ada juga. Bener nggak Banu?" Papar Rinrin dengan lugas.
"Uhm! Bener kata Rinrin. Sepupu aku yang ada di difisi pemasaran juga bilang gitu. Katanya, pacarnya nggak mau tanggung jawab dan milih kabur keluar negeri dan parahnya. Si cowok itu udah punya istri, dua anak lagi! Sialan banget nggak sih tuh cowok!" Geram Banu hingga meja kantin pun menjadi sasaran timpukan tangannya.
Ugh.. kenapa harus belok ke situ sih, punya istri, dua anak lagi. Gerutu Reyana cemberut. Jus lemonnya ia aduk-aduk. Kini ia pun teringat kembali pada Mas atasannya yang kembali menawarkan makan siang bersama. Tapi lagi-lagi Reyana tolak, bukan bermaksud apapun. Reyana hanya masih canggung karena perkataan Richard tentang cita-cita nya di masa depan. Sebenarnya bukan Julian yang canggung tapi Reyana. Setelah mendengar jawapan Richard, Julian malah tersenyum bangga dan melontarkan balasan yang semakin membuat acara muv on Reyana semakin tertinggal kebelakang.
"Oke, jadilah apapun Nak. Tapi, jangan menjadi kak Reyana. Karena kak Reyana cuma satu, hanya untuk Ayahmu ini." Julian tertawa kecil sembari memandang teduh Reyana yang terlihat kaku di depannya.
"Rey- Rey- Reyana!" Rinrin berteriak tepat di telinga Reyana yang tengah melamun. Bukan hanya Reyana yang kaget, tapi seluruh penghuni kantin pun menoleh ke arah mereka. Rinrin yang menaikkan kaki kanannya ke atas juga pemandangan yang mencolok.
Reyana mengedipkan matanya pelan, jujur, suara yang memasuki gendang telinganya sangat tidak baik untuk jantungnya. "Rinrin! Ngapain sih!" Pekik Reyana, telunjuknya mendorong dahi Rinrin kasar menjauhi wajahnya. Jasmine yang berada di samping Rinrin harus rela badan kurusnya tertimpa Rinrin yang gempal kerena dorongan Reyana.
"Akh! Rinrin, adoh! Sakit. Nyingkir nggak!" Ringisnya tak terima. Wanita keturunan Jerman-Indonesia itu mengelus lengannya yang sakit tertimpa Rinrin dan mendorongnya bergeser dari tempatnya.
Rinrin yang mendapat dua dorongan sekaligus berteriak kesal. Dahinya sakit sekarang lengannya pun sakit. "Hei, hei. Jasmine. Sabar dong" serunya seraya membenarkan porsi duduknya.
Banu yang berada di depan mereka hanya tertawa senang. Melihat Rinrin yang terlihat tersiksa merupakan pemandangan yang bagus. Karena biasanya wanita gempal itu akan bergosip sepanjang makan siang dikantin. Meskipun ia tipe orang yang suka mendengarkan kabar-kabar terbaru, tapi bukan berarti harus setiap hari ia bergosip tentang segala hal.
"Udah, udah. Kak Chika nggak makan siang bareng kita, Jasmine?" Tanya Banu menghentikan gerutuan Jasmine tentang lengannya yang sakit. Dan itu pasti tidak akan berakhir dengan cepat.
"Tadi dia bilang mau keruangan Bos dulu. Baru kemari" jawab Jasmine yang kini mulai terfokus pada burger ekstra daging yang dipesannya.
"Kok akhir-akhir ini, kak Chika suka banget ya, bolak-balik ke ruangannya Pak Bos?" Tanya Banu entah pada siapa. Karena kini semuanya mulai tenang memakan pesannya masing-masing.
"Aish! Hey, Jawab dong!" Jerit Banu.Reyana yang sedang menyeruput kuah mienya bergenti sejenak dan menatap Banu datar. "Dah lah, Banu. Makan dulu, jangan tanya yang aneh-aneh. Aku juga nggak tahu. Mungkin Pak Bos sama Kak Chika ada proyek berdua" sahut Reyana menghentikan pertanyaan Banu selanjutnya.
"Okeh, oke. Aku kan hanya penasaran" gumam Banu pelan. Kemudian mulai mengaduk bubur ayamnya.
"Ih! Banu, kok buburnya di aduk sih!" Protes Rinrin yang melihat Banu mengaduk buburnya.
"Kenapa? Aku tuh team bubur ayam yang diaduk" sahutnya malas. Satu suapan ia telan, ia aduk lagi buburnya, suapan ke dua, ia aduk lagi, pada suapan ketiga yang akan masuk kedalam mulutnya terhenti karena Reyana berteriak dengan lantang membuatnya mengalihkan pendangannya.
"Rinrin! Aaghk! Jorok!" Reyana berdiri dari tempat duduknya dengan cepat. Meja, kursi hingga bajunya dan roknya kotor terkena muntahan dadakan Rinrin yang duduknya di samping kananya.
"Ah, maaf. Huek!" Dengan cepat Jasmin memberikan kantung kresek hasil beli jajanan gorengan dari kantin. "Jasmine! Kreseknya masih ada gorengannya!" Jerit Banu yang melihat gerak refleks Jasmine mengambil kantong kresek di hadapannya.
Jasmine melototkan matanya. Reyana hampir menangis melihat pakaian serta pahanya yang kotor.
"Maaf, Reyana. Salahkan Banu. Bubur yang di aduk itu lebih jorok dari apapun" selorohnya setelah selesai membersihkan santai muntahannya dengan tisu.
Chika yang berjalan mendekati mereka melototkan matanya. Pemandangan apa yang ia lihat ini? Banu yang tetap duduk di mejanya dengan melahap makanannya santai, Jasmine yang membantu Rinrin membersihkan sesuatu dan Reyana yang terlihat seperti ingin menangis dengan baju kotor, apa itu muntahan?
"Astaga... Reyana ada apa dengan dirimu?" Tanyanya dengan cepat. Kedua kakinya berhenti di hadapan Reyana yang melengkungkan bibirnya.
"Rinrin muntah dan Reyana yang jadi korban penampungannya" jawab Banu.
"Hah?"setelah mendapatkan jawaban dari Banu, Chika tertawa begitu keras. Belum satu hari ia tidak ikut makan siang, tapi sudah seperti ini? Bagaimana nanti kalau ia sudah menetapkan resign dari kantor selamanya?
"Ya ampun, Reyana. Baumu busuk sekali"
"RINRIN, AGGHKK!"
◽◻◽◻◽
"Hanya karna, Banu mengaduk bubur?" Reyana menganggukkan kepalanya berulang kali. Matanya terus melihat bagaimana Chika membersihkan pakaiannya dengan telaten. "Astaga, tapi memang benar sih, bubur yang di aduk itu jorok. Tidak aneh bila Rinrin saja muntah melihatnya" wanita 30 tahunan itu tersenyum mengejek melihat keadaan Reyana yang tengah duduk di atas wastafel kamar mandi dengan ia yang membersihkan baju rok hingga paha Reyana yang terkena muntahan dengan tisu.
Reyana merengek mendengar ejekan Chika padanya. "Coba kamu bayangkan. Pak Julian melihat sekertaris yang paling ia banggakan dan yang paling bisa melihat segala sesuatu dengan teliti kini harus membersihkan pakaiannya dari muntahan seseorang. Memalukan sekali kan?" Godaan Chika yang ini membuat Reyana mulai terisak. Ia sudah malu dilihat seluruh orang-orang yang ada dikantin dengan keadaan menjijikkan dan sekarang bila atasannya tahu dirinya saat ini. Habislah image perfeksionisnya cukup sekali karena kopi asem tua kemarin, tentang ini, ia hanya berharap tidak.
"Ya, jangan menangis. Pak Julian mungkin belum tahu. Tapi mungkin ia akan segera tahu" ucap Chika sembari membuang tisu di tempat sampah. "Nah, sudah selesai. Kau hanya tinggal ganti baju"
"Tapi, aku tak membawa baju ganti. Kak..." Desah Reyana dengan menarik ingusnya. "Bukan kau. Pakaianmu akan tiba, jadi--"
"REYANA!" Pintu kamar mandi khusus lantai atas terbuka kasar. Lelaki dengan jas hitam yang tersampir di tangan kanan dengan kemeja putih basah oleh keringat, berjalan mendekati kedua wanita yang berbeda 4 tahunan itu.
"Pak Julian!?"
Hati Reyana berdegum kencang melihat Julian yang berlari ke arahnya dan Chika. Benar-benar tampan walau dengan keringat yang membanjiri tubuh tegap itu. Sekarang Reyana penasaran, benar ini yang dinamakan cinta? Atau hanya tesepona?
◽◻◽◻◽
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas CEO
RomanceReyana benar-benar tidak tahu bagaimana ia harus menyikapi segala kelakuan soft Bos nya. seharusnya Reyana senang karena perasaannya mulai terbalaskan. tapi nyatanya Bos nya itu berbeda-beda degannya. berbeda dalam arti status, Bos nya itu sudah pun...