"Kita hanya perlu bersama untuk bahagia. Karena ada kamu aku bahagia. Bersamaku kamu akan bahagia." —Suna Rintarou
. . .
Salah mereka sebenarnya menunda pulang karena kegiatan lain di sekolah. Yang menjadikan kedua lelaki itu terkurung dalam di depan ruang kelas, sementara hujan turun begitu deras.
"Rin, gue pulang duluan yaa!" Atsumu berpamitan, kakinya telah mengambil ancang-ancang untuk berlari menerobos rintik air yang menderas di hadapan sana.
Namun, semua itu urung saat tangan kasar lain menariknya keras hingga membentur dada sang pemilik. "Lo bego! Lagi hujan deres gini juga mau diterobos, nanti sakit gimana?" maki sang pelaku membuat lawan bicaranya tersenyum kecil.
"Ya gak gimana-gimana. Tahu sendiri, 'kan, kalau nunggu hujan reda nanti kemaleman. Dimarahin bunda gue," balas lelaki berambut pirang itu. Terdengar seperti kalimat biasa mungkin bagi orang lain, tetapi tidak dengan Suna.
Dia jauh mengenal seorang Miya Atsumu dari umur mereka lima tahun. Dari saat mereka menginjak TK. Ada rasa takut di kalimat itu dan dia tidak suka melihat sahabatnya ketakutan. Mata awas Atsumu tampak tidak fokus melihat hujan di depannya.
Tanpa terasa angin dingin menerpa kulit hingga membuatnya sedikit mengigil, tak sadar selangkah mundur mendekat pada Suna. Tarikan tangan itu turun dari pergelangan menuju ruas-ruas jari Atsumu, menggenggamnya erat.
Hangat, Atsumu menoleh menemukan wajah datar seorang Suna Rintarou yang terlihat sama sekali tidak terganggu. "Nanti gue yang bilang sama bunda. Balik bareng gue," putusnya hendak diprotes Atsumu sebelum tatapan malas itu berubah tajam dan kecangan di telapak tangannya itu, dia urung mengeluarkan protes.
Atsumu hanya diam, mengangguk kecil sambil menatap rintik hujan dari pintu ruang kelas. Glarr! Suara petir menyambar dan cahaya kilat muncul tiba-tiba di langit sana membuat Atsumu berjingkit. Kaget sekaligus takut.
Banyak hal yang dia takutkan di dunia ini. Salah satunya petir yang berisik dan Suna jelas tahu. Tanpa banyak bicara menuntun sahabatnya itu memasuki kelas, menyuruhnya duduk di salah satu kursi dengan lirikan mata.
Entah sejak kapan atensi Suna bisa begitu mempengaruhinya. Perlakuannya yang tidak bisa Atsumu tolak, ataupun suara lelaki itu yang tidak bisa banyak dia bantah. Padahal Atsumu terkenal sebagai anak yang keras kepala, dia tidak mudah mengalah apalagi pada kembarannya.
Satu tangannya bersidekap di depan meja, mulai menidurkan kepala menatap ke lain arah. Sementara Suna duduk di hadapannya, dengan tangan yang tidak lepas saling bertaut. Memainkan ponsel tak acuh.
Selang lima belas menit, pandangan Suna turun menatap lelaki yang tengah tertidur pulas. Suasana lembab dengan paduan suara rintik hujan tentu menambah rasa kantuk, dan Atsumu tidak bisa menolaknya.
Dipandanginya lelaki dengan poni penyamping ke kiri, ruas panjang itu menggapai rambut, mulai mengusapnya lembut. Lalu turun, mengelus pipi tembam Atsumu yang sama sekali tidak terganggu oleh perlakuan Suna.
Ibu jempolnya yang nakal mengusap sedikit bibir bagian bawah Atsumu. Ranum merah yang menggoda itu tampak sedikit pucat, tetapi tidak mengurangi keindahannya. Suna menunduk, mencuri kecup pada ranum lembut Atsumu.
Sedikit menggulum bagian bawahnya, hanya per sekian detik sebelum kembali menjauhkan diri. Mengusap sisa salivanya di sana. Ciuman pertama yang Suna ambil saat orangnya sedang tak sadar.
Belum puas sampai sana, hormon berlebihnya itu mendorong Suna untuk kembali mendekatkan diri. Pada kancing seragam Atsumu yang bagian atasnya terbuka, leher putih mulus itu bisa Suna lihat dengan jelas.
Harum bau citrus halus meraba indra penciuman, semakin dia hirup kuat. Mencari ketenangan, membuat hidung mancung sang pelaku bersarang di leher Atsumu. "Dasar mesum!" sungut seseorang di pintu kelas.
Suna melirik sesaat, sebelum kembali menggesekkan pangkal hidungnya pada leher lelaki yang tengah tertidur itu. "Tenang aja, Osamu. Gue cinta sama kembaran lo."
Penjelasan itu tidak membuat Osamu tenang. Dia kesal, lebih tepatnya jengkel meski tahu bahwa yang dikatakan Suna adalah benar. Sementara Suna sendiri hanya terkekeh, kembali mendudukkan diri dengan tenang.
Alasan kenapa Osamu tidak menghajar lelaki itu, karena dia sendiri tahu pusat dunia Suna adalah kembarannya. Suna akan melakukan apa saja untuk Atsumu, dia selalu memberikan yang terbaik untuk orang yang dicintainya.
Tidak ada alasan untuk Osamu khawatir, meski tetap saja tidak setuju sepenuhnya. Kenapa pula mereka harus ketiban sial bertemu lelaki rubah licik itu?! Hal yang mungkin Osamu sesali adalah tidak mengiyakan ajakan Atsumu untuk bersekolah SMA jauh dari rumah. Mungkin mereka—Suna dan Atsumu—tidak akan bertemu lagi.
"Jaga sikap lo atau gue gak bakal ngasih restu!" Peringat Osamu menatap nyalang sang rubah malas tersebut.
"Ya, yaa, gue gak peduli sama restu lo," sahutnya santai.
"Tapi 'Tsumu lebih peduli ke gue daripada sama lo," sergahnya dengan wajah pongah.
Barulah Suna menatap lawan bicaranya, merasa kesal karena ucapan itu tidak bisa dia sangkal lagi. Hubungannya dengan Atsumu yang lelaki itu anggap sebagai sahabat. Lebih di bawah bundanya dan sang kembaran.
"Nggh ... ada apa ribut-ribut?" lirih seseorang yang baru saja terbangun. Atensi ruangan itu berpindah pada si pirang yang baru saja sadar.
"Oh, Osamu gue kira lo udah pulang duluan!"
"Gue bawa payung," ucapnya tak mengacuhkan kembarannya.
"Seharusnya lo bilang dari tadii!" keluh Atsumu segera bangkit dari duduknya, tanpa sadar juga melepas tautan tangan Suna yang sedari tadi masih menggenggamnya.
Ditariknya payung berwarna hitam yang sedari tadi Osamu pegang. Membukanya sambil terburu dan berlari menerobos hujan.
"Gue pulang duluan. Bye-bye!" seru Atsumu berlari sambil menoleh ke belakang.
"Asu! Woy payung gue!!" teriak Osamu tidak terima payungnya dicuri, mengejar sang kembaran berlarian menerjang hujan.
Sementara yang tersisa hanya menggeleng kepala. Mengacungkan kamera ponsel memotret momen tersebut. Dia juga membawa payung sebenarnya, hanya ingin lebih lama saja bersama Atsumu.
"Dasar tidak peka," gumamnya berlalu mengikuti kedua orang di depan sana yang saling berdesakan dalam satu payung.
. . .
Lebu note:
Oh, shit aku mengiri melihat keuwuan ini. Ship yang akhir-akhir ini aku suka banget sampai coba buat bikin au-nya, karena sumpah susah banget cari story tentang Sunaatsu. I hope you enjoy in my story. Please leave a vote and follow my account for support me🥺. Luv uu, All💙.
KAMU SEDANG MEMBACA
Must Be Until The End || Sunaatsu
FanfictionAtsumu terlalu takut untuk berharap pada perlakuan Suna yang terasa berbeda. Cinta itu bohong, 'kan? Kalau benar adanya tidak mungkin kedua orang tuanya yang saling mencintai akhirnya memilih berpisah juga. Start: 6 November 2021