You're always interesting

110 25 2
                                    

Melirik jam pada lockscreen ponselnya. Sudah hampir habis waktu istirahat, tetapi Atsumu belum kembali. Dia jadi was-was seharusnya tidak menolak ajakan si kembar kuning itu untuk ikut ke kantin. Sekarang malah dia yang menolak, ditinggal sendiri selain merasa kesepian juga khawatir.

Takut Atsumu kenapa-kenapa, ada masalah sebagainya. Jadilah dia di sini, menunggu sahabatnya kembali dari kantin. Menyandar pada pintu kelas yang terbuka, kalau bukan karena Atsumu mana mau dia berdiri di depan pintu kelas, membuat orang-orang memandanginya.

Suna tidak suka perhatian, kecuali perhatian Atsumu. Lelaki itu cerewet. Namun, manis. Suna suka senyumnya, saat lelaki itu bercerita banyak dan menggebu-gebu, ataupun ketika suasana hatinya yang mudah sekali terbaca. Sedih, senang, kecewa, semua tergambar dalam raut wajah Atsumu.

Yang tidak pernah Atsumu tahu, setiap kali dia menginap di kamar lelaki itu, selalu saja ada yang dilakukan olehnya. Atsumu dan Osamu sudah pisah kamar sejak SMP, dan Suna memang dari dulu langganan menginap. Namun, sekarang tempat favoritnya adalah kamar si kembar kuning.

Dengan mudahnya lelaki itu tertidur, membuat dia leluasa memandangi wajah polos itu. Mencuri-curi cium, gemas dengan pipi tembamnya yang sering kali Suna colek hingga gigit. Tidak kuasa menahan gemas, apalagi lelaki itu suka tidak sadar memeluknya saat tidur. Suna, sih, dengan senang hati memeluk balik orang terkasihnya.

Mati-matian untuk tidak menerkam orang di sampingnya saat tidur. Wajah Atsumu sangat menggemaskan apalagi pakaiannya yang berantakan saat tidur, leher jenjang itu tak ayal meninggalkan bekas kemerahan besoknya satu dua. Beralibi digigit nyamuk, padahal Suna tidak kuat jika tidak mencicipi kulit mulus itu.

Katakan saja dia mesum, toh memang begitu adanya. Hanya pada Atsumu. Lamunannya buyar ketika seseorang datang menghampiri. Seyang Suna tahu perempuan di hadapannya itu anak kelas sebelah, ternyata dia menanyai beberapa hal tentang ekstrakurikuler basket yang Suna ikuti.

Cukup lucu menurutnya, apalagi bertanya peraturan bermain basket yang perempuan itu terlihat kesulitan menjelaskan pemahamannya. Katanya dia mau membuat rubrik untuk majalah sekolah tentang eskul basket, Suna, sih, tidak masalah kalau keperluannya jelas. Jadinya, dia melayani siswi itu berbicara.

Namun, tubuhnya tiba-tiba menegak saat ekor matanya menangkap sosok yang sedari tadi dia tunggu malah berbalik, tidak jadi memasuki kelas, raut wajahnya terlihat terluka? Ada apa sebenarnya? Dia berbuat salah?

Serentetan pertanyaan mendesak memenuhi kepala Suna. "Maaf, tapi gue ada urusan mendadak," sahutnya tiba-tiba hendak mengejar Atsumu.

"Eh, please sebentar aja ada satu dua pertanyaan lagi. Udah ini janji gak bakal ganggu, yaa??" Nada permintaan perempuan itu menutut, dia tidak suka.

Jelas-jelas Suna ingin pergi, merepotkan. Seharusnya sedari awal tidak dia balas saja celotehan perempuan menyebalkan ini. Dia ingin segera mengejar Atsumu.

Kring! Kring!

Baru saja kakinya akan beranjak dari kelas, suara lain menginterupsi. "Suna Rintarou masuk kelas! Tidak ada yang membolos di pelajaran saya."

Sialan guru matematikanya ini. Tadi perempuan reporter gadungan, sekarang tertahan pelajaran yang dimulai. Suna mengusap wajahnya kasar memasuki kelas dengan mood yang buruk. Dia ingin cepat-cepat bertemu Atsumu.

. . .

Begitu guru keluar dari kelasnya, tanpa menunggu lama lagi Suna segera menyusul. Mencari-cari keberadaan lelaki berambut pirang. Kantin, gor, roof top, hingga belakang sekolah yang biasanya dipakai anak-anak membolos untuk nongkrong pun tidak ada.

Sialan, jika saja dia tadi langsung mengejar Atsumu mungkin tidak akan kelimpungan. Kakinya terjeda sesaat, ada satu ruangan yang belum dia cek. Begitu masuk, bebauan tidak enak bercampur pewangi ruangan tercium samar.

Must Be Until The End || SunaatsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang