Chapter 6

10 0 0
                                    


Pikiran itu mengganggu. Terus menghantui. Sengaja atau tidak, dua makhluk saling memikirkan. Saling menebak soal identitas maupun keberadaan. Menyerempet fakta bahwa keduanya penasaran.

Namun segala hal itu berujung abai pada akhirnya.

Tak ada satu pun yang bergerak. Tak mendekat pula tak menjauh. Hanya membiarkan semua berjalan pada tempat. Pada semestinya.

Saat Changbin yang termakan penasaran itu hanya terduduk diam pada jendela kamarnya yang lebar dan kembali mengamati dunia sebagaimana hari lalu, Chan justru menjadi pihak yang bergerak.

Menelusuri satu per satu secara hati-hati. Tak ingin ada celah yang terlewat ataupun tingkah yang tercium mencurigakan.

Chan tidak ingin Changbin tahu mengenai hal yang dilakukannya. Mencoba mencari jejak yang tertinggal dari identitas diri sang makhluk yang buat Changbin bertanya.

Sayap putih dengan kilau keperakan katanya. Hanya itu satu-satunya petunjuk yang tertinggal. Terlalu sulit untuk ditemukan karena faktanya tak ada satupun dari kerumunan pesta itu yang memiliki sayap semegah yang dikatakan Changbin.

Atau mungkin itu hanyalah fatamorgana. Sebuah ilusi yang timbul dari penantian yang tak kunjung usai.

Pada sisi lain, Felix justru tampak sama sekali tak peduli. Tak sedikitpun menaruh rasa penasaran. Itu hanya satu dari sekian kekaguman yang dia tunjukkan pada makhluk yang belum pernah dia temui.

Tunggu. Kagum? Sepertinya belum pasti. Karena kata yang terucap kali pertama dia menatap bentangan sayap itu adalah sindiran sinis. Mengeluh mengenai seberapa sesaknya ruangan hanya karena satu pasang sayap.

Selain itu, dia juga tak ingin terlalu jauh berpikir. Bukankah makhluk-makhluk seperti itu memang punya sejuta hal mengejutkan? Felix yang sudah sering lihat saja masih terheran-heran saat temui jenis baru pada tiap lirik pandang.

Dia tak ingin memikirkan lebih jauh, apalagi menyelidiki supaya lebih tahu. Anggap saja yang kemarin hanya lalu. Satu dari sekian yang buat dia mempertanyakan sebenarnya seberapa banyak makhluk yang ada di dunia ini.

Felix masih menyibukkan diri pada dunianya. Pada semua hal yang seharusnya menjadi fokusnya. Seperti tentang bagaimana dia menghabiskan waktu bersama temannya. Mereka tak sesering itu untuk keluar bersama.

Mereka harus menghabiskan waktu sebaik mungkin saat kesempatan itu muncul. Hyunjin dan I.N memiliki terlalu banyak kelas untuk diikuti sebagai bagian dari keluarga Veela. Mulai dari kelas pengetahuan, tata krama, menembak, bela diri, hingga kelas untuk melatih makan dengan anggun.

Felix mungkin akan lebih dulu muntah sebelum menyelesaikan kelas-kelas tersebut ketika hari usai. Felix hanya bersyukur dia dibesarkan dengan aturan manusia. Dia hanya perlu pergi ke kampus selayaknya remaja lain. Mengikuti kelas yang satunya tak lebih dari satu jam.

Felix terkadang bertanya-tanya soal bagaimana bibi dan pamannya mengatur segalanya hingga dia tak pernah dicurigai oleh manusia. Padahal bila menilik usianya yang panjang dan wajah yang masih muda, itu bukan sebuah hal normal.

Langkah kaki itu terhenti. Tak menuntaskan tujuan yang semula dia bawa untuk lintasi selasar kampus. Seungmin memanggil dari arah berlawanan. Melangkah mendekat secepat mungkin untuk hampiri Felix. Felix berdiri diam sambil menunggu.

"Apa kau luang?"

"Tentu. Kenapa memangnya?"

"Mari bertemu teman baru. Aku yakin kau suka,"

Tanpa menunggu konfirmasi lebih lanjut, Seungmin menariknya untuk menjauh dari selasar. Felix menurut saja tanpa banyak bicara. Terlalu riskan untuk singgung perasaan vampire tersebut. Bisa-bisa darahnya habis dihisap. Meski dia sendiri tak yakin Seungmin mau menikmati darahnya.

The Last LuciferWhere stories live. Discover now