Chapter 4

19 4 1
                                    


Felix menemukan diri mematung ditengah lautan manusia, dalam artian yang bukan sesungguhnya. Karena faktanya mereka hanyalah sekumpulan makhluk yang mengenakan samarannya. Anggun, megah, menawan adalah kata yang tepat untuk gambarkan kerumunan.

Dari sudut ke sudut, tengok kanan-kiri dan semua sama. Aura yang berbeda menguar di penjuru ruangan. Sesak tapi bebas dalam waktu bersamaan. Terlalu banyak aura menawan yang saling berebut untuk tarik perhatian.

Para veela memamerkan aura keanggunannya. Bangsa werewolf menguarkan aura ketegasan. Aphrodite memabukkan sekitar dengan kecintaannya. Tapi ada satu aura yang tampak berbeda dari kebanyakan.

Aura itu datang untuk memikat dan menjerat. Menarik seseorang, atau dalam kasus ini Felix, untuk datang dan memperhatikannya. Sesak dan pekat. Felix merasa dadanya dipenuhi entah apa. Paru-parunya seperti akan meledak. Jantungnya bahkan berdebar terlalu cepat.

Lalu Felix mengumpat, "Sialan." Entah untuk apa dan pada siapa.

Satu hal yang dia tahu, rasa penasarannya harus temukan jawaban. Jadi dia edarkan pandang pada seluruh penjuru ruangan. Pada sekelompok keturunan Ares dan Aphrodite yang tampak sibuk pada obrolan, pada sekumpulan iblis yang tengah menyesap arak, dan pada keturunan Asmodeus yang tengah saling pikat.

Matanya terpaku pada satu arah. Pada sosok yang berdiri agung di penghujung tangga. Megah, menawan, dan tampan. Jas hitamnya melekat pas pada badan. Rambutnya tersisir rapi dengan helaian yang sepertinya lembut saat terpegang tangan. Garis rahangnya tegas, menantang siapapun yang ingin menyentuh. Matanya memicing tajam, membatasi setiap makhluk untuk mendekat.

Tapi disamping segala keagungan yang terpamerkan, Felix justru terpaku pada sepasang sayap hitam yang membentang hampir memenuhi satu sisi ruangan. Gelap, legam, tak ada cacat. Pun saat berjalan, sayap itu tak menyentuh apapun. Justru menembus segala hal yang dilewatinya, seakan sayap itu hanya sekadar fatamorgana.

Menolak terpesona, Felix membuang pandang pada apapun selain sosok itu. Berjalan menghindar dan menenggelamkan diri pada kerumunan. Felix berusaha mencari entah Hyunjin maupun Seungmin.

Siapapun, yang penting Felix terbebas dari belenggu penasaran yang mencekik.

"Ada apa dengan wajahmu itu?"

Akhirnya Felix menemukan Seungmin yang bersisian dengan I.N di pojok ruangan. Dua makhluk itu tengah sibuk menyesap brendi. Tenggelam dalam hiburan yang disajikan sang tuan pesta.

Felix mengambil satu gelas yang diedarkan pelayan. Menenggaknya buru-buru. Rasanya dia baru saja berlari bermil-mil jauhnya. Padahal hanya beberapa langkah dia bergerak.

"Aku ingin bertanya sesuatu," Dengan wajah yang masih sialan itu, Felix menuntut Seungmin untuk memperhatikannya.

Alis Seungmin terangkat sebelah, mempersilahkan Felix untuk melanjutkan kalimatnya.

"Pemuda yang duduk di sofa tunggal, jas hitam, dia siapa?"

Fokus I.N dan Seungmin langsung teralihkan. Memandang pemuda yang tengah menyilakan kaki dengan angkuhnya.

"Dia memandang kemari ngomong-ngomong," ucapan I.N tidak memberi kelegaan sedikitpun. Sebaliknya, Felix bertambah sesak.

Seungmin memperhatikan sebentar. Meneliti setiap sudut dalam diri si pemuda. Merasa pernah melihat sebelumnya tapi entah dimana. Bukan pandang yang tak sengaja menatap pada saat kedatangan sang pemuda bersama dengan rombongan Chan pada beberapa waktu lalu.

Seungmin justru seakan pernah mengenal pada masa lalu. Atau hal yang hampir mirip seperti itu.

"Kau tertarik?"

Felix tersentak. Badannya jelas memberikan gestur penolakan. Sialan, anggapan seperti apa itu.

"Omong kosong. Tidak untuk makhluk seangkuh itu,"

"Kau juga angkuh," ucapan I.N memang selalu lugas dan pedas. Felix tak terkejut.

Felix berbalik, menatap sang pemuda tepat di mata. Pemuda itu tampak sibuk berbicara dengan seorang yang mungkin kawan. Dan Felix memanfaatkan waktu untuk beri penilaian.

Wajahnya tampan memikat, bisa saja keturunan Veela atau Aphrodite. Tubuhnya kencang dengan otot padat, bisa juga keturunan Ares. Pakaian yang melekat tampak mahal, sudah pasti salah satu bangsawan.

Senggolan dari Seungmin buat lamunannya buyar.

"Dia datang bersama rombongan Chan,"

Aah penduduk utara. Pantas tampak mempesona. Satu fakta itu kemudian buat segala yang jadi dugaan menjadi masuk akal.

Lalu Felix teringat pada sepasang sayap yang membentang. Hingga kini pun masih tampak agung menembus sandaran kursi. Terlewati oleh beberapa makhluk yang berlalu lalang seakan sayap itu tak ada. Karena sayap itu benar-benar tampak fatamorgana. Bagai kabut yang bisa ditembus siapapun.

"Dia tak gunakan penyamaran sepenuhnya,"

Seungmin mengernyit tak mengerti, "maksudmu?"

Felix menunjuk posisi sang pemuda dengan dagu. Kesulitan memilih kata yang tepat untuk gambarkan sepasang sayap transparan.

"Sayapnya terlalu besar. Buat sempit saja,"

Kemudian Seungmin dan I.N menatap ke satu arah yang sama. Melihat dengan teliti pada sekujur tubuh sang pemuda. Lalu bersamaan menatap Felix heran.

"Tapi, Felix, dia tak punya sayap,"

TBC

The Last LuciferWhere stories live. Discover now