Matanya kini terus menatap dinding penghalang, laba-laba yang membuat sarang sudah tewas dimangsa cicak sialan. Ia ingin sekali berontak untuk melihat suasana di luar sana, apakah sedang hujan atau panas, apakah udaranya dingin dan apakah ada semburat warna di ujung langit sebelah timur—si pintar Junghwan pernah memberitahu padanya, kenapa pelangi itu datang di sore hari dan tepat di sebelah timur. Waktu itu ia menggeleng karena tak tahu menahu.Junghwan bilang; pelangi itu selalu membelakangi letak matahari, sehingga letaknya di langit saat sore ataupun pagi selalu berbeda—hingga ujungnya Junghwan mengajak dirinya berenang di kolam renang di belakang rumah Istana, lalu adu menyelam dan dihitung dengan stopwatch—siapa yang paling lama berarti orang itulah pemenangnya.
Di ruang berukuran dua kali dua ini, ia hanya menatap tembok, lalu melihat kaki laba-laba yang tersisa kakinya saja setelah mendapatkan amukan dari cicak. Mashiho terus menerka, apa yang sedang dilakukan saudaranya sekarang, lalu apakah di luar sedang panas atau mendung. Mashiho tak berani barang sedikit pun melihat ke arah lubang kecil itu, ia takut kalau saja orang yang ia intip mengetahui dirinya.
Mashiho memeluk kedua lututnya, suara sepatu yang menyentuh lantai keramik terdengar begitu berisik. Mashiho tahu, ia sudah hafal dengan siapa yang akan datang membawakannya makanan—orang itu berdiri menatap manik mata Mashiho yang terdiam kikuk, orang itu membuka kunci sel, kemudian menyodorkan sebuah nampan yang tak bisa dilihat jelas oleh Mashiho.
"Manusia batu seperti mu harus dimusnahkan dari dunia ini, kau tahu? Kurasa bos ku salah culik orang." orang itu bertabiat beda, maksudnya ia lebih terkesan cair daripada hari-hari sebelumnya.
Mashiho bergeming menatap nampan yang di atasnya terdapat mangkuk kecil berisi sereal dingin, serta segelas air putih. "Aku lebih baik berbicara dengan kuda sekalipun daripada bicara dengan manusia batu seperti mu," umpat orang itu, orang itu tertawa cekikikan, yang terdengar amat hambar di telinga Mashiho.
Bahkan Mashiho tahu sendiri, kalau kuda juga tak bisa bicara, "Coba kau lihat wajah mu! Buh! Buruk sekali!" Orang itu menyodorkan sebuah kaca kecil, namun Mashiho yang baru saja menyadari perangai berbeda dari orang ini maka dengan sendirinya tangan Mashiho menyambut kaca berukuran kecil itu.
"Kau harus mengganti baju mu, ah kurasa kaki mu mati rasa ya? Malang sekali, ah ya! Kau harus menghabiskan makanan mu kali ini! Selamat sarapan! Aku akan kembali lagi nanti!" Mashiho menatap orang yang baru saja pergi itu. Mashiho menautkan alisnya, ia berusaha mengingat kejadian apa yang membuat orang itu berbeda? Mashiho kemudian menyorotkan matanya ke sekeliling, dan benar—tempatnya berbeda lagi, lubang kecil di dinding juga tidak lagi ada, sebenarnya apa yang terjadi semalam?
Ia kemudian beralih melihat wajahnya dipantulan kaca, benar yang dikatakan orang itu, wajahnya terlihat amat jelek dan tak terurus. Mashiho beralih pada kaos berlengan panjang yang lusuh, ia kemudian melepas seragamnya yang bau amis dan masam setelah itu ia mengenakan kaos itu. Hari ini orang yang selalu mengumpat dan menendang kaki bersikap kurang lazim, apakah orang itu berkepribadian ganda? Entahlah Mashiho juga tak mau tahu soal orang itu.
Mashiho mengaduk sereal dingin yang lebih mirip dengan bubur basi itu, pikirannya terus melayang memikirkan apa yang dikatakan orang yang setia sebagai pengantar makanan padanya, kalimat ' ku rasa bos ku salah culik orang' apa yang ia lihat saat mengintip lewat lubang kecil waktu itu adalah bos yang orang itu maksud? Lalu apa kaitannya orang itu membawanya ke tempat sialan ini dan anak buahnya selalu menanyainya perihal nama dan tempat perusahaan Ayahnya.
Dan dimana Jack? Apakah semua ini sudah direncanakan? Andaikan telepon genggam canggihnya tak rusak dan masih ada di dalam kantong seragamnya, mungkin ia bisa mengabari langsung kakakya—tapi ia tak bisa apa-apa selain hanya menunggu kakaknya mencari dirinya, lalu membawanya keluar dari tempat sial ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAMADA (Ruang Tengah)
Mystery / ThrillerKematian kedua orang tua keluarga Hamada menjadi awal dari sebuah petaka, pembunuhan berencana yang menewaskan Ericsson dan Jung-Eomi. Penculikan Mashiho, kasus percobaan pembunuhan terhadap Junghwan dan Haruto yang dikucilkan. Hyunsuk dan Yoshi...