Hey all! How are u??
Kita comeback lagi setelah sekian lama berhibernasi askskskskJangan lupa pencet tombol vote!
Coba absen siapa yg paling ketceh di cerita ini?
....
"Seharusnya waktu itu kita ga pergi ke pasar malem."
"Memangnya harus selalu ber prolog di setiap cerita?"
....
Pagi ini keadaan rumah Luka sedikit tenang, tidak seperti kemarin, riuh, dan berantakan.
Luka sedikit bersyukur karna perasaannya bisa lebih tenang dari kemarin, rasanya kemarin dia was-was terus menerus terhadap sesuatu. Luka berjalan perlahan menuruni anak tangga, sesekali dia menghitung jumlah anak tangganya untuk mengisi kekosongan.
Tangannya menelusuri tembok, dimana terdapat sebuah figura besar disana. Figura yang menunjukan sebuah keluarga kecil dengan wajah datar, seperti tidak ada kebahagian, hanya satu yang tersenyum lebar. Yaitu seorang anak lelaki ditengah-tengah dua orang yang mengapit anak tersebut disebelah kanan dan kirinya.
"Berdebu," Luka bergumam.
Dia mempercepat langkah turunya dan berhenti di depan meja ruang makan, disana ada beberapa pelayan rumahnya yg sedang menyiapkan sarapan pagi seperti biasa.
"Selamat pagi tuan muda," sapa para pelayan itu sembari menunduk hormat pada Luka.
Luka menarik bangku untuk duduk dan menyapa kembali para pelayan itu. "Pagi, oh ya tolong bersihin figura yang ada ditangga." pinta Luka.
Mereka hanya diam mengangguk faham pada permintaan tuan muda mereka, sambil menunggu sarapan siap, Luka pergi sebentar ke arah kamar tamu yang letaknya tidak terlalu jauh dari ruang makan.
Rumah Luka terbilang cukup besar, tidak. Bukan cukup besar, tapi sangat besar. Rumah yang berdominan warna putih dan cream, dengan tema clasicc itu hanya ditinggali oleh 3 orang saja, sedangkan para pelayan tinggal di tempat lain yang tidak jauh dari rumah besar tersebut atau bisa dibilang hanya berjarak beberapa ratus meter dari halaman.
Sebenarnya dulu ruangan yang Luka kunjungi ini dahulunya kosong, tapi semenjak lima tahun yang lalu ruangan itu akhirnya diisi oleh seorang wanita yang tidak asing bagi Luka, sudah menjadi kebiasaannya setiap pagi untuk menghampiri, dan menyapa wanita tersebut. tentu saja untuk memastikan apa dia baik-baik saja atau tidak.
Tepat didepan ruangan berpintu coklat tua, Luka menghentikan pergerakannya, dia hanya menggenggam gagang pintu dan berdiri diam dan berfikir selama beberapa menit, lalu menghela nafas panjang bersamaan dengan terbukanya pintu ruangan tersebut.
PRANGGG.
Sebuah vas bunga dilempar kearah Luka, tepat disebelah wajah Luka vas itu akhirnya pecah karna benturan tembok, dan beberapa pecahan kecilnya mengenai pipi Luka dan menimbulkan goresan kecil disana.
"SIAPA KAMU!" wanita itu berteriak sembari menyodorkan sebuah garpu pada Luka.
Luka sudah terbiasa dengan kondisinya yang seperti ini, tidak sekali dua kali Luka diserang seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT LI(F)E
General FictionSesuatu yang rumit tak akan bisa menyatu, dan hanya menyisakan luka tersendiri. Author: @kaelygh