The Savior

505 19 0
                                    

'Aku sering menolongmu, bukan berarti aku menyukaimu.'

-  Rain





Mobil sedan hitam yang mengkilap berhenti tepat di depan sekolah SMA swasta. Suasana ramai akibat banyaknya siswa yang masuk sekolah, membuat pandangan mereka tertuju pada mobil itu.

Beberapa detik kemudian, keluarlah seorang gadis berambut coklat yang bergelombang hingga sebahu, kacamata minus bertengger manis dihidungnya, dan seragam sekolah yang berbeda. Hal itu sukses membuat siswa-siswi menatapnya sembari berdecak kagum akan kecantikannya.

Dia adalah Raina Adinata, seorang murid yang baru saja pindah sekolah. Anak dari Pandu Putra Adinata dan Adiratna Bintari, serta adik kesayangan Sunny Adinata.

"Wuih cantik"

"Eh, cantik banget"

"Seragamnya kok beda? Murid pindahan, ya?"

"Populasi cewek cantiknya bakalan nambah nih"

"Pasti bakal jadi cewek populer. Ala-ala cewek hits gitu loh."

"Gilak! Baddas banget vibes-nya"

"Cantik, boleh minta nomer hp-nya gak?"

Raina mengabaikan semua itu. Ia terus berjalan. Namun, ekor matanya menangkap seorang lelaki yang sedang berjalan seorang diri dengan ipod yang terpasang di kedua telinganya. Dan itu membuat dirinya menatap lelaki itu.

Entah kenapa, ia merasakan sesuatu yang aneh menjalar di dadanya. Jatuh cinta? Bukan! Bukan itu. Hanya saja terasa sangat asing dengan yang ia rasakan.

"Hah... sudahlah" gumamnya.

~~~

"Perkenalkan namaku Raina Adinata, panggil Raina aja. Pindahan dari SMA swasta di Surabaya. Ya... sudah gitu aja."

"Ok, kamu bisa duduk disebelah Rere. Rere angkat tanganmu!" Raina hampir saja membelalakkan matanya. Yang dimaksud gurunya, Rere, dia adalah lelaki tadi yang mampu membuat jantung berdetak kencang tanpa alasan. Bukan hanya tadi, bahkan sekarang ia berjalan ke arah Rere dengan tangan gemetar dan berkeringat dingin.

Batinnya berkata, "Ini sungguh aneh"

Gadis berambut coklat itu hanya bisa tersenyum canggung saat menarik kursi kosong di sebelah Rere, meski sang empunya menatapnya tanpa ekspresi. Ahh... ralat! Bahkan tak menatapnya sedetik pun. Ia menghembuskan napasnya pelan. Mungkin ia harus kembali cuek seperti sifat aslinya, pikirnya.

~~~

Hari ke hari, semua berjalan seperti biasa. Tak ada yang spesial. Sama seperti sebelum ia pindah ke Jakarta. Banyak yang mengagumi kecantikannya. Memberinya coklat, bunga, surat, dan banyak lagi.

Sekolah sudah sepi. Dirinya sengaja untuk pulang dikala ada petugas yang hendak mengunci pintu kelas. Tersenyum dan menyapa petugas itu, lalu melangkahkan kakinya sembari memberi pesan ke supirnya.

Melewati depan gudang, ia mendengar suara gaduh di dalam. Ia menoleh sebentar dan mulai melangkah lagi. Namun suara itu tak kunjung berhenti. Hingga suara beberapa orang sedang tertawa mulai terdengar ke telinganya. Ia mulai memberanikan diri untuk mengintip apa yang terjadi di dalam gudang itu. Gadis itu melihat dari celah-celah pintu. Ia tak bisa melihat jelas karena tertutupi oleh beberapa punggung lelaki. Bibirnya bergerak, menghitung banyaknya lelaki itu. 4, ada 4 orang.

Hurt [One Shoot]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang