🎶 Song : Wish they seen my face - Lithe 🎶
-----
⚠️🚫18+ Area🚫⚠️
'Disaat yang lain berlomba-lomba mempercantik kelopaknya, maka ia hanya bisa memberikan seluruh harapannya.'
-Taraxacum Erythrospermum
•
•
•
•
•Suara gadis sedang bernyanyi di dalam kamarnya terdengar sangat merdu sampai luar meski pintunya tertutup. Orang-orang yang sibuk bekerja tak sengaja melewati depan kamarnya pun tersenyum, suaranya selalu berhasil membuat suasana hati mereka lebih baik. Tanpa ada seorangpun yang mengetahui, gadis itu bernyanyi sembari menggambar sesuai dengan perasaan hatinya di papan tulis menggunakan kapur.
Tepat saat gambarannya selesai, lagu yang ia nyanyikan juga sudah habis. Ia melangkah mundur secara perlahan, tak lama ia tersenyum melihat gambar-gambarnya yang seperempat memenuhi papan tulisnya. Gambar-gambar itu tak pernah ia hapus, karena setiap gambarnya memiliki kenangan yang berbeda-beda dan tak lupa juga memberikan tanggal dibawahnya agar ia bisa mengingat hal apa saja yang ia lalui.
Sibuk memandangi gambarannya, tak lama ada orang yang mengetuk pintu membuat lamunannya terbuyar.
"Tunggu sebentar!" Dengan cepat gadis itu membalikkan papan tulis itu dan tergantilah pemandangan papan yang penuh dengan tempelan kertas-kertas.
Tiba-tiba pintu perlahan terbuka, padahal dirinya belum sempat menaruh kapur yang masih berada di genggamannya. Tangan yang menggenggam kapur itu ia sembunyikan di belakang tubuhnya, lalu menatap orang yang masuk ke dalam kamarnya sebelum ia ijinkan.
"Segera turun ke bawah! Kita makan siang bersama." Gadis itu menganggukkan kepalanya dengan cepat.
Gadis itu terlihat berkeringat, membuat orang yang ada di hadapannya mengernyitkan keningnya kebingungan.
"Kau habis melakukan apa? Kenapa sampai berkeringat seperti itu?" Tanyanya.
"Bukan apa-apa." Jawab gadis itu sambil menggeleng.
Orang itu hanya mengangguk saja meskipun sedikit penasaran apa yang baru saja gadis itu lakukan. Tak ingin membuang waktunya dengan memberikan pertanyaan untuk gadis itu lagi, orang itu melangkah pergi keluar dari kamar gadis itu. Gadis itu menghela napas lega, lalu meletakkan kapurnya yang sudah basah terkena keringat di tangannya ke kotak berisikan banyaknya kapur dengan warna yang berbeda-beda.
Karena tak ingin membuat orang tadi menunggu lama, gadis itu segera menuruni tangga menuju ruang makan. Saat tiba di ruang makan, ia langsung duduk di sebelah orang tadi.
Dia adalah Leif Evander Neilson. Meski ia adalah pria berbadan kekar, Leif berambut gondrong. Rambutnya akan selalu ia cepol hanya saat berpergian saja. Apalagi warna rambutnya berwarna coklat keemasan membuatnya terlihat sangar namun tampan, oleh sebab itu dia selalu ditatap takjub oleh banyak wanita.
"Kenapa kau terus menatapku?" Pertanyaan Leif menyadarkan gadis di sebelahnya yang terus menatapnya sambil menyendokkan makanan ke mulutnya.
"Maaf" ucap gadis itu pelan sambil menundukkan kepalanya menatap makanan yang ia makan.
"Tunggu dulu! Lihatlah tanganmu!"
Gadis itu melihat tangannya yang penuh dengan kapur. Matanya melotot terkejut. Ia sendiri lupa untuk mencuci tangannya. Gadis itu bangkit menuju ke wastafel dan segera kembali ke tempat duduknya. Leif yang melihat itu hanya menghela napas kasar dan tak ingin ambil pusing memikirkan itu, ia pun kembali melakukan aktivitasnya yang sempat tertunda. Tak bisa ia sangkal, ia sendiri sebenarnya sangat penasaran dengan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt [One Shoot]
Short StoryKumpulan cerita one shoot Genre : Short Story, Romance, Teen Fiction Jangan lupa follow, vote, dan komen! . . . Ok, terima kasih :) Instagram @icyvanila