(2) Blow My Mind

142 31 7
                                    


Sebuah ucapan terkadang menjadi prediksi masa depan. Seperti halnya ucapan Ten tentang kemampuan tari Taeil, sungguh tepat merefleksikan realita saat ini. Taeil boleh saja superior di kelas vokal, tapi di kelas tari, dia adalah pecundang.

"Ma-maaf, aku akan berusaha lebih baik lagi." Taeil menundukkan pandangan demi menghindari tatapan tajam pelatih tari.

"Sebenarnya apa yang kau pikirkan? Kau bisa mengacaukan formasi, kalau caramu menari seperti itu!" Sang pelatih rupanya habis kesabaran.

"Maaf ...." Taeil semakin tertunduk. Namun, dapat dirasakan semua mata tertuju padanya saat ini.

"Sudahkah kau hitung? Berapa kali kau salah blocking? Berapa kali kau terjatuh? Berapa kali kau membuat teman-temanmu harus mengulangi dari awal?" Kritikan sang pelatih terus bergulir.

Berkacak pinggang, pelatih itu berujar sarkatis, "Kau harus lebih ekspresif, Taeil! Ingat, kau disini ditempa untuk jadi performer! Jadi, jangan klemar-klemer! Jangan tahan diri! Enyahkan sifat pemalu yang menyulitkanmu bergerak—"

"Maaf Pelatih!" Sebuah suara menimpali. Pandangan semua orang beralih pada Doyoung yang angkat bicara. "Aku rasa, kami tak harus melakukan gerakan itu."

Doyoung beranjak berdiri di sisi Taeil. "Kami main vocal. Gerakan menari jungkir balik itu tidak masuk akal dilakukan oleh main vocal yang bertugas menyanyikan hampir seluruh chorus lagu!" tukas Doyoung mencengangkan semua orang.

"Ya ampun, kau dengar apa yang dibicarakannya?" Ten tak bisa menahan diri berkasak-kusuk.

"Dia bicara main vocal, saat masih seonggok sampah." Johnny sweatdrop.

"Dia benar-benar yakin akan debut!" Jaehyun menambahi. Yang lainnya hanya bergeleng-geleng, tak habis pikir dengan celotehan Doyoung.

"Aku tahu, para idol KPOP dipastikan lipsync dalam penampilan panggung mereka yang membawakan lagu sambil menari. Sudah jelas, tak seorang pun bisa menyanyi sambil menari, terlebih dengan koreo ekstrem," papar Doyoung percaya diri, seolah tak peduli sang pelatih yang ternganga mendengar ucapan ngegasnya. "Karena itulah, tolong pertimbangkan koreografi yang lebih masuk akal untuk setidaknya menjaga image vokalis yang posisinya menyanyi—"

"Kau bilang apa?" tuntut pelatih menatap Doyoung sinis.

"Aku bilang, kami sebagai main vocal tak harus melakukan gerakan tari ekstrem jungkir balik itu!" Doyoung menjawab, masih dengan kepercayaan diri tinggi. Bahkan Taeil yang dirangkulnya hanya bisa menelan ludah dengan tindakan frontalnya.

"Siapa main vocal? Siapa idol?" Sang pelatih mendecih. "Menarilah dengan baik, baru bicara idol!" cibirnya menatap jengah kedua trainee di hadapannya. "Aku tahu kau akan membelanya, Doyoung. Karena kau menari sama payahnya dengan Taeil—"

"A-apa? Kenapa coach jadi membicarakanku?" Doyoung kelabakan sendiri saat disinggung kemampuan tarinya.

"Sudahlah, kalian berdua membuatku lelah! Apa perlu kau membuat lebih banyak orang lelah dengan kekonyolan tarian kalian? Pergilah kalau masih tahu diri!" sarkasme pelatih membuat Doyoung semakin berapi-api untuk mendebat, jika saja tidak segera diseret Taeil pergi dari kelas tari.

"Tolong, maafkan kebodohanku. Aku akan berusaha lebih baik lagi. Terima kasih untuk latihan hari ini. Selamat malam," pamit Taeil sangat gugup, sebelum kemudian meninggalkan sang pelatih yang sudah tak ingin menatapnya.


***


"Kak Taeil!"

No LongerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang