Senin #1

325 46 4
                                    

KERICUHAN SENIN PAGI :
LIKA-LIKU BERANGKAT SEKOLAH

KERICUHAN SENIN PAGI :LIKA-LIKU BERANGKAT SEKOLAH

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari Senin. Pukul 06.17. Di kediaman Ayah Taehyung dan keluarga.

Ryujin berdiri di ambang pintu kamar. Satu tangannya masih memegang kenop, sedangkan yang lain menggenggam tali tas serta topi terbuat dari setengah bagian bola dan papan nama berbahan karton warna kuning. Ia bertukar pandangan dengan sang abang yang juga mematung di depan kamar mandi, hanya mengenakan kolor dengan handuk lembap di pucuk kepala. Mulut keduanya rapat, sama-sama tak bersuara. Tanpa ekspresi pula. Mata mereka memicing, menyorot curiga pada satu sama lain. Ada tensi menegangkan di sana. Baik tatapan Ryujin maupun Yeonjun seakan mengantarkan energi listrik tenaga tinggi yang bergumul di tengah-tengah.

Pelan-pelan, si bungsu melepaskan lilitan jemari di tombol pintu. Tangan kiri itu jatuh di sisi tubuh. Tas punggungnya terseret di lantai ketika kaki yang telanjang mengambil langkah hati-hati. Selangkah. Dua langkah. Tujuannya merupakan tangga menuju lantai bawah, tapi berhubung letaknya berdekatan dengan kamar mandi, maka ia dan Yeonjun otomatis mesti berpapasan.

Pemuda itu sama sekali tidak bergeser dari posisinya, tapi seiring mendekatnya si adik, ia mulai memasang kuda-kuda. Kedua kaki meregang. Kepalan tangan berjaga-jaga di depan dada. Matanya tak kunjung melepaskan Ryujin dari kurungan pupil. Diikuti terus pergerakan si gadis, apalagi ketika ia hendak melewatinya. Sejurus kemudian—

"Hiyaaat!!!"

"Dor! Dor! Dor!"

"Piu! Piu! Piu!"

Barang-barang Ryujin terdampar di sisi kaki. Tanpa pikir panjang, dia membanting semua ke lantai. Kini jari-jarinya yang kosong membuat gestur seolah-seolah tengah mendekap senjata laras panjang. Tangan kiri berada di depan dada, sedangkan yang kanan ada di depan; kelingking dan jari manis terlipat ke dalam, tiga sisanya tegak lurus selagi mengarahkan tembakan imajiner pada si abang.

Yeonjun tentu saja tidak kalah heboh. Dia sampai berguling ke depan kamarnya yang berseberangan dengan kamar mandi. Satu lututnya tertekuk. Mata kanan terpejam. Dibedil adiknya menggunakan cara serupa. Mulut keduanya saling bersahutan mengeluarkan rentetan bunyi berisik macam 'dor', 'piu', dan sejenisnya.

"Hadeh. Peak."

Taehyung yang baru keluar, bersandar di kosen sambil menggaruk perut. Wajahnya kusam, mata setengah terpejam, dan rambut acak-acakan. Sarung andalannya menyilang di badan. Sejenak, ditonton kelakuan anak-anaknya yang telah berusia remaja tapi bertingkah selayaknya bocah TK. Tatapannya menunjukkan bahwa ia tidak terkesan sama sekali.

Dua menit berlalu, belum ada satu pun yang mati kendati ditembak berkali-kali—lebih tepatnya, tidak ada yang mau mengalah dan mengakhiri permainan duluan. Akhirnya Taehyung mengambil tindakan. Ia mendekati dua anaknya sambil melepaskan sarung. Kain tersebut lantas dipakai untuk mencambuk angin, melecut di spasi antara Yeonjun dan Ryujin yang sama sekali tidak menyadari keberadaan bapaknya gara-gara sibuk perang.

7 Hari SemingguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang