8. Hijaiyah

804 205 123
                                    

نوفل راضي موزقي

Begitu tulisan yang raka tulis menggunakan ranting di tanah Taman Kota Surabaya. Gue yang emang buta banget sama huruf Hijaiyah, cuma nikmatin cilok gue sambil liatin orang yang duduk di sebelah gue lagi nyoret-nyoret tanah.

FYI, sehabis acara gue minta maaf ke Winarta, raka ngajak gue jalan. Katanya dia mau ngasih gue imbalan atas sikap berani gue buat mengakui kesalahan. Iya, sebungkus cilok 5ribu. Memang! Radi Muzakki, memang golongan hamba Allah yang mudah disogok gocengan.

"Radi... kamu pernah pacaran?"

"cih" gue ketawa kecil dengernya. Gue tepuk-tepuk dada gue bangga "Yang lebih tua? yang lebih muda? yang cantik? yang ganteng? gue tau rasanya semua! Cuma golongan kunti yang belum pernah gue taklukin hati-nya"

Raka senyum kecil. Entah kenapa, setiap gue ngomong dia suka senyum-senyum sendiri.  Mungkin buat dia semua dosa yang muncul dari mulut gue itu komedi kali.

"Kenapa sih? lo lagi suka orang ya?"

Dia berhenti nulis. Mulai natap ke depan, merhatiin orang-orang yang berlalu lalang di depan "Sepertinya, akan"

"Cewek?"

Dia ngelirik gue "Menurut mu?"

"Ya pasti ceweklah. Pakek nanya lagi gue" biarpun waktu itu ada rasa kecewa di dada gue, tapi gue berusaha bersikap biasa aja. Biarpun gue suka cowok, gue tetep ga mau keliatan alay di depan cowok lain! "Cuma gue agak heran aja, gue kira orang-orang alim kayak lo ga bisa suka orang"

"Saya juga manusia biasa radi, diciptakan oleh Allah memiliki perasaan"

"Ya udah sih kalau lo suka.. kejar aja"

Dia natap gue, agak lama. ngebuat gue salting sendiri. Sampai dia kembali mengalihkan pandangannya dari gue "Tidak mau, dosa"

"Rak, bukan gimana ya. Kita kesampingkan sejenak bait suci lo itu.  Tapi yang ciptain perasaan manusia itu kan Allah. Terus kenapa dosa? manusia kan ga bisa memilih buat jatuh cinta apa engga"

"Perasaannya memang tidak berdosa radi. Tapi manusia salah bilang tidak bisa mengontrol perasaannya sendiri. dan saya takut, takut bila saya tidak bisa menahan perasaan saya. Takut bila terucap doa ingin bersama dia. Takut bila ternyata tahajud saya terkesan tidak tau diri di hadapannya. saya takut, radi. takut meminta hal yang salah pada Allah"

Waktu itu setelah Asar. kita berdua menunggu jam untuk sholat Magrib. Di taman kota surabaya yang ditata oleh ibu risma dengan cinta, dua rakyat surabaya bercerita tentang rasa yang dititipkan oleh yang maha kuasa.

"Yowes.  simpen aja itu perasaan semampu mu" 

Gue mulai berdiri, menepuk-nepuk bagian belakang celana yang kotor karena tanah. Apa lagi suara adzan magrib sudah berkumandang. Yang artinya gue dan raka harus menunaikan kewajiban kita sebagai muslim.

cuma pas gue sama raka mau beranjak gue salah fokus lagi sama tulisan di tanah itu "Itu lafalan apa?"

"Nama"

"Hah? nama siapa?"

"Orang yang membuat hati saya goyah" saut-nya terus jalan duluan.

Sementara gue yang kepo,  cuma bisa bengong bego. Masa gue kudu tanya dulu orang sekitar apa bacaannya?

Hal hasil gue kejar dia "Rak.. siapa? Clue coba"

"Clue-nya... dia hamba Allah"

"Hamba Allah banyak rak"

"Rakyat surabaya"

"kowe fikir rakyat surabaya siji?"

***

SURABAYA'2012Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang