Alarm dari jam weker berbentuk jeruk berwarna orange berbunyi memecah keheningan sebuah ruang kamar seorang gadis SMA di pagi hari. Cahaya mentari terlihat masih malu menampakkan diri di ufuk timur. Langit gelap secara perlahan menarik matahari untuk muncul dan menampakkan diri membawa kehangatan untuk menghidupi dunia. Adzan Subuh dari pengeras suara masjid masih terdengar menggema terbawa arus angin pagi yang sejuk. Lampu-lampu masih menyala dari dalam gedung-gedung dengan desain modern dan minimalis. Orang-orang mulai membuka mata dan terlihat memulai hari dengan kesibukan masing-masing. Jalanan mulai ramai dengan orang-orang yang berlalu lalang pergi untuk bekerja atau hanya sekedar pergi berbelanja ke pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tishya seorang gadis bermata sipit, rambut lurus, kulit putih, dan postur tubuh yang ideal berumur 16 tahun membuka gorden jendela kamar dan memandang keluar jendela selama beberapa detik. Menikmati pemandangan pagi yang entah esok masih bisa mereasakannya atau tidak. Menghembuskan nafas lega secara perlahan dan merasa bersyukur karena masih bisa menghirup udara segar pagi hari.
"Alhamdulillah," ucap Tishya dengan suara pelan.
Tishya pergi ke kamar mandi untuk cuci muka dan mengambil wudhu. Bercermin memandang wajah dengan penuh harapan dan doa. Setelah sholat Subuh, ia bergegas mandi. Air yang membasahi tubuhnya memberinya sebuah kesegaran tersendiri setelah melewati berbagai hal dalam hidup. Seperti biasanya, ketika mandi ia selalu mendengarkan musik kesukaannya.
Tok tok tok.
"Non Tishya sudah ditunggu untuk sarapan bersama di bawah non."
"Emm, iya bi."
Rasa malas setiap pagi yang Tishya rasakan ketika sarapan bersama keluarganya. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat untuk berkeluh kesah, tempat pulang, dan selalu ada pada saat suka maupun duka tidak begitu ia rasakan. Perasaan yang tidak bisa ia ceritakan ke sembarang orang mengenai apa yang ia rasakan. Karena ia pernah bercerita kepada orang lain tapi orang itu menceritakan ke orang lain, itulah sebabnya Tishya tidak lagi mudah percaya dan bercerita tentang dirinya. Ia terkadang sengaja lambat untuk turun ke bawah agar ia tidak perlu lama-lama di meja makan dan tidak perlu lama-lama berkumpul bersama keluarganya. Dengan muka datar setiap paginya ia menuju meja makan, meja berbentuk oval yang terbuat dari selembar kaca dengan empat buah kaki yang terbuat dari kayu, di sana sudah terlihat seorang wanita berbadan mungil dengan paras wajah yang cantik dan terlihat masih muda, seorang pria bertubuh kekar tinggi dengan pakaian kemeja berdasi dan rambut yang tersisir secara rapih, dan seorang anak laki-laki yang tingginya sebahu Tishya dengan berpakaian seragam SMP. Mereka terlihat sudah mulai makan. Tishya menarik bangku tempatnya untuk duduk lalu mengambil nasi dan lauk secukupnya. Hanya ada suara sendok yang seakan-akan sedang berlomba untuk menghabiskan makanan yang ada di piring, semua diam dan sibuk dengan makanannya masing-masing.
"Aku hari ini ke sekolahnya diantar aja deh, lagi malas berangkat sendiri," ucap sang adik.
Makanan yang ada di piring Tishya sudah habis, ia beranjak dari tempat duduknya dan langsung berpamitan untuk berangkat ke sekolah.
"Assalamualaikum," ucap Tishya setelah bersalaman dengan kedua orang tuanya serta pembantunya.
Tishya menuju garasi lalu menghidupkan sepeda motor vespa matic kesayangan miliknya. Motor dengan warna warna biru muda yang sedikit nyentrik ia miliki waktu awal kelas sebelas. Meskipun ia orang yang cukup berada, ia tidak seperti teman-temannya di sekolah. Ia lebih memilih menggunakan motor dari pada mobil. Menurutnya dengan menggunakan motor lebih asyik karena bebas memandang dan tentunya bisa menghindari kemacetan. Ketika Tishya sedang asyik menikmati jalanan pagi, tiba-tiba ada sebuah mobil melaju kencang dan tidak sengaja melewati genangan air lalu Tishya terkena cipratan air genangan itu. kebetulan tadi malam hujan cukup deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix Lies
RomanceMenceritakan kisah seorang gadis cantik yang berusaha untuk memperbaiki ikatan dengan orang terdekatnya.