Malam ini hujan turun lagi dengan alunan melodi yang menghiasi. Lenzio menatap hujan dari jendela kamarnya.
Ia tersenyum menatap hujan yang berjatuhan seraya menulis surat. Tak tau ia memberikannya kepada siapa namun yang jelas ia mau mempersiapkannya sekarang.
Ia catat dengan sepenuh hatinya dan ia beri makna tiap bait nya. Ditemani secangkir teh hangat membuatnya sedikit tenang malam ini.
Mata lelaki itu mulai berkaca, tenggorokan nya serasa ada yang mengganjal. Saliva nya susah untuk di telan. Ingus yang perlahan lahan juga mulai membuat suara di hidungnya.
"Bunda, tolong peluk aku walau hanya sekali" batin Lenzio
Dunia terlalu kejam untuk nya, sebegitu tak adilnya kehidupan ini untuknya. Seolah masalah tak mengizinkan nya untuk bernafas tenang sekali saja, satu detik pun tak bisa.
Terkadang ia iri terhadap anak remaja seusianya yang bisa bermain dan tertawa bersama temannya dan bisa mendapatkan perhatian ayah serta ibunya. Itu semua tak berlaku bagi pemuda seperti Lenzio
Bukan, ia tak pernah merasa paling tersakiti di dunia ini. Karena dia yakin bahwa masih ada yang lebih sengsara darinya, hidupnya belum seberapa. Ia harus bersyukur masih bisa tinggal di rumah yang bisa melindungi nya dari panas dan hujan, setidaknya ia tak harus mencari uang di jalanan demi sesuap nasi dan tidur di jalanan.
Lenzio tutup kembali catatan yang ia tuliskan tadi lalu diletakkan nya didalam laci meja belajar.
Ia belum bosan untuk melihat ribuan hujan yang masih turun dengan derasnya.
"Anak ayah, kemari" Tama menepuk bangku disampingnya mengintruksikan kepada Lenzio untuk duduk dekat dengannya.
Tanpa berlama lama Lenzio menghampiri ayahnya lalu duduk di samping Tama.
"Lenzio suka hujan?"
Lenzio mengangguk sembari tersenyum untuk membalas jawaban sang ayah.
"Lenzio tau gak? Hujan itu istimewa sekali, tau gak kenapa?"
Anak laki laki itu menggeleng, "memang kenapa hujan istimewa, yah?"
"Hujan itu ibarat seseorang yang sudah dijatuhkan berkali kali, bahkan dia diajak untuk melayang tinggi lalu dijatuhkan begitu saja dengan teganya. Tapi mau dijatuhkan seperti apa, hujan akan selalu ada hikmahnya, kenapa ia harus turun? Pasti ada hikmah dibaliknya yaitu manfaat. Setidaknya kesakitan itu bukan hanya sekedar rasa sakit karena kesakitan itu bisa membuat kita belajar, hikmah apa yang ada pada setiap kejadian" kata ayah kala itu.
Lelaki itu tersenyum pedih saat mengingat kejadian belasan tahun yang lalu. Kenangan yang sampai kapanpun tak akan pernah ia lupakan, kenangan dimana ayahnya memperlakukan dia dengan sepenuh hati.
Jika boleh jujur, ia rindu ayah yang dulu. Ia rindu disaat ia menangis ayah selalu mengusap kepalanya dan memeluknya seraya menguatkan hatinya. Ia rindu nasihat nasihat yang ayah berikan kala itu.
Kenangan itu terlalu cepat untuk berlalu. Ingin rasanya ia kembali ke masa itu lalu memperlambat waktu agar tak berlalu dengan sia sia, namun itu hanya angan semata.
Benar kata ayah, sifat ayah yang berubah pun tak bisa Lenzio mengerti apa maksud dari perubahan tersebut. Tapi Lenzio percaya bahwa perubahan ayah selalu ada hikmahnya, Lenzio yakin akan itu.
Semua nasihat ayahnya masih sangat melekat dalam pikirannya walau sudah belasan tahun lalu dan saat itu ia masih sangat kecil.
"Bersyukur dalam hal sekecil apa pun itu penting, nak. Jangan sekali kali meremehkan hal sekecil apapun karena belum tentu orang lain mendapatkannya" nasihat ayah saat senja tiba sembari menyeruput secangkir teh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Hujan
Teen FictionPria itu bernama Lenzio Akmaleon. Lelaki yang tak pernah diharapkan oleh semua orang dan selalu di kucilkan. Kini ia menginjak usia 17 tahun, ia pikir masa muda nya akan terisi oleh teman teman yang baik di sekolahan nya. Namun pemikiran itu sangat...