Syahdu

33 5 1
                                    

Senyuman manis ala gigi kelinci milik Kirana tidak memiliki maksud berbahagia di atas penderitaan kekasihnya. Kirana tidak tahu dan bahkan tidak akan pernah menyangka hujan akan membuat kekasihnya yang bernama Axel merasa menderita. Kirana hanya senang Tuhan telah bekerja sama bersama hujan untuk mendudukkan lelaki bermata hitam pekat itu di hadapannya.

Axel merenggangkan dasi, lalu meminum kopi dengan perasaan frustrasi. Tegukan kopi membuat leher Axel menampilkan gerakan jakun yang sangat seksi.

"Axel Sayang, sudahlah nikmati saja suasana syahdu sore ini. Mengharapkan sinyal di cuaca begini hanya akan membuatmu kesal. Lagi pula, kamu butuh momen yang tanpa sinyal saat bersamaku." Kirana berceloteh ringan tanpa malu dikuti gerakan kepalanya ke kiri dan ke kanan seperti ada musik bermelodi ceria yang terus berputar di dalam kepalanya.

Tik berarti cantik dan juga berarti cinta Axel pada Kirana dengan tanda titik tidak bisa diganggu gugat lagi. Pokoknya Axel cinta Kirana titik.

"Aku senang bisa berada di hadapanmu. Hanya kamu lelaki berjakun seksi yang selalu kurindukan setiap waktu, Xel" Kirana berucap tanpa gengsi. Kedua kakinya tergantung berayun-ayun pada kursi.

Bagi Kirana, Axel bukan sekadar melekat di hari-harinya, tapi juga menjadikan dirinya sebuah paket yang akan dikirim ke semesta bahagia melalui perangko cinta mereka. Begitulah Kirana yang selalu saja bisa menciptakan hal sederhana menjadi hal romantis. Ucapan Kirana selalu mampu membuat Axel merasa dirinya berharga dan tentunya masakan Kirana juga. Dua hal itu cukup menjadi alasan hubungan mereka sampai saat ini tetap terjaga.

"Kamu ini ya kangen terus setiap hari. Aku curiga, jangan-jangan kamu selalu menulis tentangku, Makanya kamu ingat aku terus."

"Kamu itu yang pelupa. Udah seminggu kita nggak ketemu. Kalau hari ini nggak hujan, pasti hari ini kita nggak ketemu. Pasti kamu nggak mau mampir ke sini." Kedua bibir Kirana dimajukan lalu ditekuk. Pura-pura merajuk.

"Seharusnya kamu berterima kasih sama Tuhan yang udah memaksamu untuk berhenti sejenak dari kesibukan. Bisa gila kamu nanti kamu kalau terus-terusan memikirkan kasus klienmu."

Persetan dengan Tuhan! "Ya namanya juga kerjaan. Kalau nggak dipikirkan, cemana' pulak kasus klienku bisa tuntas dan bisa kumenangkan?"

"Iya, iya, aku mengerti. Tapi, jangan selalu menomor satukan pekerjaan. Awas aja ya kalau kamu lupa sama yang hal juga nggak kalah penting dari pekerjaanmu."

Axel meneguk lagi kopinya sambil menerka-nerka maksud Kirana. "Lupa pada apa contohnya?"

Gerakan kepala Kirana terhenti. Pandangan matanya menajam sekaligus melembut ingin dimengerti. Dia berusaha memilih kata yang akan disampaikan secara hati-hati.

"Semoga aja kamu nggak lupa besok hari apa."

"Memangnya besok hari apa?" Axel tahu besok bukanlah sekadar hari Sabtu. Tapi, dia tidak ingat dengan pasti besok hari spesial apa. Jawabannya cuma ada dua, hari ulang tahun Kirana atau hari jadian mereka.

"Tuh kan benar dugaanku, kamu pasti besok lupa hari ulang tahunku. Huh!" Kirana memalingkan wajah ke arah nyala perapian di sisi kanan dan kiri ruangan.

Axel melengkungkan bibir tipisnya. Wajah tirusnya membuat senyumnya justru terlihat sebagai senyum penuh rencana. "Ah, kamu ini. Begitu saja ngambek. Padahal, aku tuh mau pura-pura untuk memberimu kejutan. Eh, tapi malah kamu begini. Enggak jadi ah kasih kejutan untuk kamu besok." Axel merasa menang lagi menghadapi Kirana. Kirana yang tidak pernah bisa memendam perasaan dan rahasia, membuat Axel tenang-tenang saja. Axel tidak perlu bersusah payah menggali lebih dalam tentang Kirana, hanya perlu pintar merangkai kata-kata. Walaupun begitu,

Axel harus selalu waspada menjaga citranya karena....

"Halah, jangan percaya sama Axelah. Banyak kali cakap'-nya itu. Paling dia benar-benar lupa hari ulang tahunmu." Naura, sahabat Kirana muncul dari ruang penyajian yang merupakan ruang transisi lantai satu dan lantai dua.

Axel harus berhati-hati terhadap Naura. Salah langkah sedikit saja, Axel bisa kehilangan Kirana. Ditambah lagi ada....

"Dek, tolong buatkan Abang Mi Pelangi Jamur, ya. Abang cuma mau buatanmu." Nathan, abang Kirana datang mengikuti langkah Naura. Axel dan Naura baru saja mengobrol di lantai dua, tempat hunian keluarga Kirana yang sangat sederhana. Ada Nathan yang dengan mudah bisa membuat posisi Axel tersingkir. Mulai saat ini Axel harus lebih waspada agar hubungannya dengan Kirana tidak berakhir. Axel masih butuh Kirana untuk mengecoh takdir.

***

Hati ibarat seorang petualang. Seberapa banyak tempat indah yang mampu membuatnya datang, tetap saja hanya ada satu tempat yang membuatnya merasa berpulang. Barangkali begitulah yang dialami Yesaya Daniswara Ajiwa sekarang. Dua tahun telah menjadikan kota Jakarta sebagai tempat berpetualang, tetap saja hanya Medan yang mampu membuat Yesaya merasakan arti pulang. Hanya ada satu rumah yang membuatnya merasa tenang. Yesaya merasa damai melihat gadis kecil yang meringkuk di sebelahnya telah tertidur pulas. Hujan menggagalkan mereka pergi ke restoran untuk sekadar merayakan ulang tahun Yesaya.

"Kamu akan baik-baik saja selama berada di sisiku.Tenanglah, Aila," lirih Yesaya di telinga gadis kecil yang dipanggil Aila itu. Yesaya mengecup lembut pipi Aila, kemudian perlahan-lahan beranjak turun dari ranjang. Aila hanyalah adik tiri Yesaya yang harus berusaha memahami rasanya ditinggal ibu saat Aila masih berusia lima tahun. Yesaya tidak tega untuk tidak peduli pada Aila meski Aila hanyalah adik tirinya yang terlahir dari rahim perempuan yang  dibenci. Ketika sudah dirumah, Yesaya memperhatikan ruang penyimpanan terbawah lemarinya yang berisi kotak-kotak sepatu. Beberapa kotak sepatu terlihat menumpuk. Memang sepatu-sepatu yang tidak cukup diletakkan di tempat pemajangan biasanya disimpan di dalam kotak dan disusun rapi di bagian terbawah lemari. Yesaya langsung memeriksa satu per satu kotak sepatu itu untuk disortir mana yang masih pantas berada di dalam lemarinya itu. Setidaknya, hujan sore ini membuat Yesaya punya banyak waktu untuk menata ulang beberapa barang-barang di kamar, terkhusus merapikan lemarinya. Dengan sabar Yesaya membuka dan menutup lagi kotak sepatu itu untuk melihat jenis sepatu yang masih ingin dia gunakan. Rencananya, sepatu-sepatu yang tidak ingin lagi dia gunakan tetapi masih bagus akan disumbangkan kepada pihak yang membutuhkan. Sebuah kotak mendadak membuat dada Yesaya berdebar. Sebuah kotak berisi lembaran kertas-kertas berwarna merah muda membuat mata cokelat terang Yesaya berbinar. "Surat kerinduan hari Senin," lirih Yesaya saat jari-jarinya dengan perlahan memeriksa lembaran kertas persis sedang memeriksa lembar jawaban milik mahasiswa. Secara acak Yesaya mengambil selembar kertas lalu bersiap membaca. Yesaya dengan sadar tahu risiko yang akan timbul jika dia membaca surat itu. Yesaya bersiap akan  kedatangan kenangan-kenangan manis bersama seorang perempuan penyuka bando putih yang sampai sekarang masih dia cintai. Secara kebetulan surat yang dibaca Yesaya adalah surat yang diterima beberapa hari setelah hari ulang tahun Yesaya yang ke 22 tahun. Surat itu memiliki judul seperti sebuah cerita. Setelah membaca surat itu,tiba-tibaYesaya tersenyum mengingatnya. Sejenak hati Yesaya seriang orang-orang di pinggir pantai yang mendapati banyak ikan terdampar sebelum bencana tsunami menerjang. Lalu,dengan cepat riang hati Yesaya diterjang oleh pilu kerinduan. Yesaya merasakan kerinduan yang paling sakit dan pahit. Karena rindu tersakit dan terpahit berasal dari perasaan merindukan seseorang yang mungkin tidak lagi mengingatmu walau hanya sedikit.


***

Rintik Hujan Dikala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang