🦋Althea Dejun Jeno

170 48 9
                                    

Althea terus menghela napasnya. Ia tidak bisa tenang sejak semalam, mengingat hari ini Dejun seharusnya sudah hadir kembali. Ia tidak tahu apa yang harus Ia lakukan saat berhadapan dengannya nanti. Pantaskah Ia tersenyum setelah apa yang Ia ucapkan kemarin? Apakah bersikap tidak peduli akan membuat keadaan setidaknya tidak menjadi lebih buruk? Ataukah malah sebaliknya? Bagaimana jika senyumnya tidak dibalas? Bukankah rasanya akan semakin canggung?

Selama perjalanan, Althea benar - benar tidak fokus. Ia tahu hal ini akan mengganggu konsentrasinya, jadi Ia tidak mengambil risiko untuk mengendarai motor sendirian. Ia tidak ingin membahayakan sekitar. Dengan ojek online, setidaknya Ia bisa bergantung dan mempercayakan lalu lintas pada sang driver.

"Mbak? Tempatnya benar ini kan?"

"Mbak..??? Mbak eh!!" Klakson yang dibunyikan oleh bapak ojek telah membuyarkan lamunan Althea dan tentu saja mengejutkannya.

"Maaf, Pak, maaf. Saya melamun. Maaf." Ucap Althea setelah turun dari motor.

"Aduhh, iya mbak, ndak apa - apa. Untung aja nggak kerasukan, saya bingung nanti. Ya udah, mbak, saya lanjut ngojek lagi. Misi"

Althea tersenyum kecil pada supir ojek yang telah mengantarnya dengan selamat. Namun, senyumnya tak bertahan lama. Matanya menangkap sosok Dejun dengan motornya menuju tempatnya berdiri. Tubuhnya mematung hingga motornya terparkir di sampingnya. Laki - laki itu melepas helmnya dan menoleh pada Althea.

"Nggak masuk?" Telinganya mendengar suara Dejun dengan jelas. Matanya juga melihat bagaimana sosok itu benar - benar ada di hadapannya. Namun, mulutnya sepertinya tidak sanggup untuk menjawab pertanyaan sederhana itu.

"Hm?? Kok diem?" Lagi - lagi suaranya terdengar jelas.

"Kalau gitu gue masuk duluan. Gue ada urusan sama Ito." Ujarnya. Tangan Althea reflek meraih lengan Dejun begitu Ia tahu keduanya memiliki urusan.

"Apa?" Tanya Dejun. Lagi - lagi mulutnya memilih untuk diam. Apakah Ia tiba - tiba menjadi bisu?

"Urusan MCN-23. Bukan urusan lainnya." Ucapan sederhana ini berhasil menjawab pertanyaan Althea yang bahkan tidak bisa Ia ucapkan. Segera, Althea melepas cengkraman tangannya dan menatap Dejun memasuki gedung laboratorium. Ia membuntut, dengan jarak yang cukup jauh tentunya.

Sikap Dejun yang seperti ini, berlagak seolah tidak ada kejadian apapun, justru membuat Althea semakin bingung dan putus asa. Seharusnya Althea merasa sedikit lebih lega, paling tidak Dejun tidak memilih untuk menjauhinya dan berlagak seolah keduanya tidak pernah saling mengenal. Namun, semuanya terasa aneh dan janggal. Althea merasa Dejun menjadi sosok yang lain dan berbeda. Mungkin saja ini hanya perasaan Althea dan Dejun hanya bersikap profesional terhadap tanggung jawabnya dalam projek ini. Kalau begitu, Althea juga harus bersikap profesional. Ia sudah berjanji pada Jeno juga bahwa kejadian lampau tidak akan memengaruhi kinerjanya.

🦋

"Sebelum saya mengakhiri pertemuan hari ini, saya ingin memberi kabar baik bahwa micronano robot sudah melampaui 55% dan ini lebih cepat dari target dan rencana yang telah dibuat. Dapat diperkirakan, bulan depan kita sudah memulai tahap uji coba. Terima kasih atas kerja sama dan kerja keras seluruh anggota." Pengumuman dari Jeno disambut tepuk tangan meriah dari seluruh anggota.

Setelah satu - persatu asisten laboratorium keluar, Jeno menghampiri para anggota ini yang sudah duduk mengelilingi meja. Namun, sedetik setelah Jeno menempatkan diri, Willem bangun dari tempatnya dan berjalan menuju pintu laboratorium. Sekilas, Ia terlihat mengecek sekitar lalu menutup dan mengunci pintu itu. Apakah Ia langsung duduk setelah itu? Tidak. Ia pergi ke sebuah almari dengan beberapa alat - alat laboratorium. Ia mengeluarkan alat tersebut satu - persatu. Anggota lain hanya menatapnya bingung.

WIEDERGEBURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang