Apa definisi rumah bagi kalian?
Rumah. Sebuah kata klise yang sering kali membuat beberapa orang kembali berpikir. Apa mereka memilikinya? Apakah tempat berpulang mereka selama ini dapat disebut rumah?
Rumah bagi Dimas tidaklah ada. Sekali pun tidak pernah pemuda itu merasa benar-benar pulang. Orang tua pun hanya angin lalu baginya. Dua manusia yang selalu menebar uang dan melepas tanggung jawab kepada orang lain yang lebih lemah dari mereka.
Menjadi putra apalagi satu-satunya di keluarga mengerikan ini adalah fakta yang sangat ia benci.
Ah, andai gue jadi anak ketua yayasan kayak lo.
Hidup lo asik banget sih.
Di kehidupan sebelumnya lo ngapain aja? Beruntung banget tau nggak hidup lo.
Jadi Dimas tuh sempurna banget ya.
Bullshit.
Persetan dengan kemewahan, dia benci semua hal dalam hidupnya.
"Oke. Sekarang giliran pangeran kita," seru sang pembawa acara yang membuat keadaan di sana semakin riuh. Jino, pemuda talkative yang memandu balapan malam ini berjalan ke arah Dimas dengan senyuman khasnya.
Diarahkannya mikrofon yang ia genggam ke arah lain. "Udah siap, kan?" tanya Jino yang diangguki pemuda di dalam Lamborghini Aventador andalannya.
"Siapa hari ini?"
"Bocah ingusan yang kemarin berulah nantangin Jerome."
Sudut bibir kirinya tertarik menimbulkan seringaian remeh. Menarik.
Jino berjalan menuju tepi lapangan sembari ikut tersenyum miring pada temannya itu. Tak lama ada sebuah mobil sport dengan kaca transparan berhenti di sebelah Dimas. Memperlihatkan si pengendara yang tak lain ialah seorang pemuda bermata sipit yang menatap nyalang ke sebelahnya.
Wow. Boleh juga nyalinya, batin Dimas yang terkekeh usai melihat lawannya.
Hampir semua penonton meneriaki nama Dimas, pemeran utama di setiap pertandingan seperti ini. Siapa pun yang menantangnya seolah menantang harga diri mereka sendiri. Tak peduli siapa lawannya, mereka tau siapa yang akan menang.
Seorang gadis dengan short jeans light blue berjalan ke tengah garis start dengan membawa sebuah kain yang ia lilit pada jari telunjuknya. Beriringan dengan Jino yang menghitung mundur, kedua peserta bersiap dengan sesekali mengegas mesin kendaraan masing-masing.
Peluit dibunyikan bersamaan dengan dilemparnya kain itu ke udara. Dua mobil tersebut melaju dengan kecepatan tinggi diiringi dengan sorak sorai dari para penonton.
Seperti yang sudah diperkirakan, Dimas memimpin. Niko, pemuda yang menantangnya itu tertinggal cukup jauh di belakang. Namun tekad pemuda itu mungkin terlalu besar untuk menerima kekalahan secepat itu, mobilnya perlahan mendekat kemudian menempel pada milik Dimas.
"Beneran cari mati lo ya," desisnya yang mulai terpancing.
Setelahnya keadaan kembali seperti semula, Dimas memimpin dengan jarak terjauh melebihi sebelumnya. Tanpa butuh waktu lama, ia sampai pada garis finish dalam empat menit.
Semua orang mengelilingi mobilnya, tak terkecuali Jino dan teman-temannya yang lain. Mereka mengernyit mendapati goresan di bagian kanan belakang kendaraan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meramu Sendu [ON HOLD]
Teen FictionDimas pikir hidupnya tak lebih dari sekedar lelucon dari Tuhan. Sampai ia bertemu Awan, pemuda dengan senyuman paling cerah yang membungkus apik ribuan duka di dalamnya. ; angst ; contains harsh words, bullying ; ft. Doywint, Reihwan November 12nd...