-4-

13 11 107
                                    

Gadis keberuntungan itu kini resmi memasuki rumah besar yang jika orang awam lihat, pasti akan mengira gedung itu milik negara.

Bola mata Haza tak bisa berhenti bergerak ke kanan-kiri atas-bawah saat di tuntun menuju kamarnya oleh Hansy.

"Sebenarnya kamu gak perlu nganterin aku sih. Emangnya disini gak ada pembantu?" Haza melontarkan pertanyaan mustahil.

"Ada, cuma aku mau mastikan kamu dapat kamar yang benar."

Kalimat itu sontak membuat Haza berpikir, memangnya ada berapa banyak kamar di dalam rumah ini? Lalu apakah kamar Haza di urutan terbaik?

Hansy menarik gagang pintu, posisi kamar itu berada di sudut lantai dua. Sesaat di buka, tak ada aroma debu yang menyapu hidung mereka. Kamar itu benar-benar wujud dari kebersihan. Ubin keramik bening, wallpaper dinding putih bercorak bunga camelia, lalu perabotan yang biasa ditemui di kamar-kamar hotel bintang lima. Ini sempurna.

"Gak mau balik aku." Gumam Haza samar tanpa sadar.

Hansy menoleh kecil, "Eh?"

"Kalau gitu kamu istirahat aja dulu, aku ada urusan. Bye bye~" Hansy menutup pintu kamar, kepalanya hilang dari daun pintu.

Tiga buntalan tas berisi pakaian Haza campakkan di lantai. Dia tak peduli, pokoknya hari ini dia harus bersantai.  Urusan 'JOKI LUCKY', itu bisa dilakukan besok-- karna Hansy juga kelihatan sibuk hari ini.

Tapi baru saja akan masuk dalam dunia mimpi, terdengar suara gagang pintu yang berusaha ditarik dari luar.

"Siapa?" Saut Haza sembari mengangkat setengah badannya dari kasur empuk.

Hening. Tak ada jawaban dari luar pintu.

Haza menggigit bibir, dia tak takut hantu, hantu tidak menyeramkan baginya. Ada yang lebih menakutkan dari hantu, yaitu manusia. Manusia dengan pikiran jahat menyerupai iblis.

Haza bangkit, melangkah kecil-kecil bak di film horor mendekati pintu.

"Siapa?" Ulang nya lagi.

Sama pula seperti sebelumnya, tidak ada respon.

Nafas Haza tersengal saat melihat kaki anak kecil di kolong pintu. Kaki itu bergetar.

Haza mencoba memberanikan diri, menarik perlahan gagang pintu, dan TADAA!

Anak kecil perempuan berseragam TK yang tadi pagi ditemui Haza di meja makan. Dia mematung, tangan kanan nya memegang rok yang basah, sementara tangan kirinya mengusap air mata.

"Eh?" Haza berjongkok agar sepantaran dengan gadis kecil itu, mencoba mencari tau apa yang terjadi.

Namun tak perlu bertanya, Haza dalam hitungan sepuluh detik bisa tau apa yang membuat anak ini menangis.

Haza berdecak, sial sekali waktu bersantai nya harus disita dengan urusan konyol seperti ini.

"Udah jangan nangis, biar aku bantu ya. Aku gak akan bilang mama kamu kok." Bisik Haza menenangkan.

"Kamar kamu dimana?"

Gadis kecil itu sambil terisak-isak menunjuk ke kamar di dekat balkon atas.

"Kalo kamu tinggal di panti, gak akan ada orang yang peduli kamu ngompol." Haza tak peduli meski gadis itu masih duduk di bangku TK, kebodohan tetaplah kebodohan di matanya.

Di dunia ini, semua orang dipaksa untuk mandiri, meski permulaan nya di setiap orang berbeda-beda.

Haza celingak-celinguk ke sekelilingnya, ini aneh, rasanya Haza seperti seorang maling karna belum lebih satu jam di rumah besar tersebut. Suasananya semakin mendukung karna tak ada seorang pun dirumah.

F A T E: aku, kamu, dan keberuntunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang