Prolog

16 7 2
                                    

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

Eriska Maharani yang kerap disapa Rara, baru saja merayakan hari kelulusannya di SMP Cipta Bangsa bersama ketiga teman tumbuh kembangnya, Dewi, Rio dan Gio.

Dewinta Fitri Lesmana

Damario Kaidanelzero

Fergino Mackenzi

Sayangnya mereka harus terpisah saat duduk di bangku SMA nanti, orang tuanya memilihkan Rara bersekolah di SMA Pelita Harapan bersama Dewi sementara Rio dan Gio masuk ke SMA Nusantara atas dorongan kedua orang tua mereka masing-masing.

Tak ada yang aneh dari hubungan pertemanan mereka yang terjalin sepuluh tahun lebih lamanya, mereka tumbuh bersama menghabiskan sebagian memori indah dalam hidup mereka.

"Kalo gue ketemu jodoh gue nanti, lo pada jangan iri ya!"

"Ngapain iri anjir?"

"Tau lo! Ogah banget gue iri sama lo, lagian paling gue duluan yang ketemu jodoh gue!"

"Yeh Wi, lo nyari ujung solatip aja belom bener sok-sok an ketemu jodoh duluan!" dengan isengnya Rio menjitak kepala Dewi.

Sementara Rara hanya diam menikmati keabsurd-an tiga temannya yang membahas soal jodoh. Padahal baru saja mereka lulus dari SMP, masuk SMA juga belum tentu lulus sudah semangat sekali membahas jodoh.

"Lo bertiga jangan mikirin jodoh dulu! Pikirin dulu gimana bisa lulus tuh di SMA, awas aja sampe ada yang tiba-tiba bucin dan lupa sama kita! Gue tebas lehernya!"

Mendengar ucapan Rara yang terlihat mengerikan membuat ketiganya menjadi takut dengan Rara. Gio yang sedari tadi hanya tertawa akhirnya ikut membuka mulutnya, "bucin mah wajar Ra, apalagi di SMA."

"Iya wajar, yang gak wajar tuh orang bucin tapi lupa sama temen! Itu baru gak wajar.."

Dewi menghela napasnya kemudian ia berdiri, "tenang wahai teman-temanku semuanya, Dewi berjanji jika bucin tak akan mengorbankan kalian!"

Ucapan Dewi tersebut mendapat serangan dari ketiga temannya, mereka langsung menarik Dewi duduk dan menjahilinya dengan beberapa toyoran kepala. "Gue pegang janji lo Wi!"

Setelahnya mereka langsung tersenyum dan memandang satu sama lain.

"Tapi..."

Perkataan itu membuat ketiganya menoleh ke arah sumber suara. Rio ternyata yang mengatakan itu. Ucapan itu dibalas tatapan bingung ketiganya. "Tapi apa Ri?"

"Kalo nanti ada yang jatuh cinta diantara kita gimana?"

Semuanya tertegun, keadaan mendadak hening dan tak ada yang bisa menjawabnya. Mereka saling membuang pandangan tak berani menatap satu sama lain. Rara yang ikut menjadi canggung berusaha tenang, ia menghela napasnya sejenak sebelum memilih untuk membuka suara.

"Jatuh cinta gak bisa kita rencanain, apapun yang terjadi nantinya. Gue harap gak akan pernah ngerusak apa yang udah kita bangun bertahun-tahun ini. Kita kan sesama manusia, jelas pasti ada peluang untuk itu," Rara tersenyum menatap bergantian ke ketiga temannya, "yang terpenting, kita harus tetap saling menjaga dan melindungi!"

"SETUJU!!" ucap ketiganya serempak.

Mereka pun saling mengeratkan pelukan satu sama lain. Ada perasaan senang dan bahagia dalam diri mereka karena bisa melewati masa-masa tumbuh menjadi remaja yang memiliki orang-orang tersayang di sekitarnya. Pertemanan mereka sangatlah beruntung, ditambah dengan dukungan keluarga yang men-support apapun kebutuhan mereka.

"Ngomong-ngomong soal percintaan, emang lo pada yakin bakal ngebucin di SMA?"

Rara mendapatkan jitakan keras dari ketiga temannya, ia hanya menanggapinya dengan tertawa. Karena pertanyaannya barusan juga hanya sebagai candaan semata tidak bermaksud apa-apa. "Gue sih yakin Ra! 100%!"

"Gue gak tau.."

"Kalo gue..." ucapan menggantung Dewi mendapat perhatian dari ketiga temannya, "gue mau coba ngebucin! Siapa tau beruntung!"

"Ngebucin tuh akibatnya cuma dua Wi, kalo gak beruntung ya lo buntung!" Ucapan  Rio itu mendapat cubitan keras dari Dewi di pinggangnya.

Sementara Rara hanya tertawa dan tidak mau ikut menjawab pertanyaannya sendiri. Sebenarnya ia sendiri tidak yakin akan menemukan sosok yang bisa membuatnya bucin mampus tujuh turunan. Di SMP saja ada satu cowo yang menyukainya, Rara malah takut hingga  ia selalu menghindari cowo itu.

Entah kenapa Rara selalu takut jika ada orang yang menyukai dirinya, bukan tidak percaya diri ataupun malu. Yang ada dipikiran Rara saat itu adalah rasa suka mereka kepada dirinya hanya main-main. Rara tidak begitu mempercayai laki-laki dalam urusan percintaan. Lihat saja seorang Rio, yang sudah sejak duduk di bangku kelas satu SMP memiliki banyak mantan. Rara sendiri jadi bergidik ngeri jika harus mengingat berapa perempuan yang telah disakiti teman laki-lakinya itu.

"Lo gimana Ra?" pertanyaan itu berhasil menghentikan tawa Rara seketika.

"G-gue?" semuanya mengangguk menunggu jawaban Rara.

"Ya lo lah, masa setan! Lo sendiri yang belum jawab.." Rio mendesak Rara untuk segera menjawab pertanyaan yang dilontarkan tadi.

Rara menghela napas sejenak, "gue belum percaya cowo. Dalam konteks percintaan."

"Jadi lo suka cewe?" dengan santainya Gio malah melontarkan pertanyaan seperti itu.

"Bukan gitu anjir! Gue ngeri liat Rio, yang suka mainin banyak cewe. Jadi ya gue mikirnya, cowo sama aja. Sama kayak lo!" jari telunjuk Rara mengarah ke Rio.

Dewi memeluk Rara tiba-tiba, "tenang wahai temanku, gak semua cowo kayak Rio. Ada kok yang kayak Gio.." ucapan Dewi itu malah mendapat gelak tawa Rara dan Rio.

"Maksud lo?!" Gio terlihat kesal dengan ucapan Dewi.

"Maksud gue gak semuanya kayak Rio Ra, buktinya ada Gio yang beda seratus delapan puluh derajat dari Rio."

Rara menaikkan sebelah alisnya, "jadi maksud lo gue harus bucin sama Gio?"

Dewi dan Rio kembali tertawa, Dewi melepas pelukannya dari Rara. Ia kemudian berjalan ke arah Rio dan menggandengnya, "kayaknya kalo urusan percintaan mereka emang bego banget ya Ri!"

"Gue gak bego!" ujar Rara dan Gio serempak.

"Tuh kan kompak!" Dewi meneruskan tawanya bersama Rio.

Gio dan Rara saling beradu pandang, dan malah menjadi canggung. Keheningan tercipta diantara empat sekawan itu. Sampai pada akhirnya Rara kembali berbicara.

"Gue cuma takut kalo gue sibuk mikirin percintaan, dan ternyata yang duluan gue dapetin itu maut gimana?"

Mendengar perkataan Rara itu Dewi dan Rio kompak menghentikan tawanya. Mereka langsung beralih menatap Rara dengan wajah terkejut. Gio yang masih dengan ekspresi datarnya juga ikut menatap Rara. Mereka kembali ditimpa keheningan.

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

SCRIRA - Apologize to Maharani (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang