▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎
Suara ricuh kedua laki-laki yang sedang bermain playstation di hadapan Rara sangat mengganggu gendang telinganya. Ya, selepas pulang sekolah Gio mengajak Rara ke rumah Rio itupun juga atas perintah Rio. Rara berpikir memang ada hal penting yang akan mereka bicarakan mengenai kejadian buruk di reuni Sabtu lalu. Namun pada kenyataannya, Rara malah menjadi penonton tunggal kedua cowo itu bermain game.
"Gol!!!!"
"Anjing kalah gue!"
"Jatah makan malam lo buat gue Ri! Sesuai perjanjian." Gio bersorak gembira telah memenangkan game.
"Sialan lo! Terus gue makan apa?"
Gio berpikir sejenak sebelum akhirnya ia memiliki ide, "makanan kucing!"
"Bangsat!" Rio langsung melempar stick ps nya ke arah Gio, namun ia salah sasaran dan malah mengenai Rara yang tengah berbaring di ranjangnya dengan tenang.
"AW!"
Rio yang terkejut hasil lemparannya salah sasaran mulai berusaha berakting dengan menyibukkan diri mengambil ponselnya. Tak disangka tepat saat ia mengambil ponsel, ternyata ada panggilan masuk dari Syafa. Ia segera berdiri dan berjalan ke arah balkon kamarnya untuk mengangkat telpon dari sang kekasih tersebut.
"Siapa yang lempar ini?"
Gio dengan mudahnya menunjukkan jari ke arah Rio yang sedang berdiri di balkon sambil mengangkat telpon dari Syafa. "RIO SIALAN!"
Teriakan Rara yang menggema itu berhasil didengar Syafa dari balik telpon. Rio yang sempat panik karena Syafa akan mengetahui keberadaan Rara segera memberikan sebuah alasan untuk meyakinkan Syafa bahwa itu bukan Rara.
"I-itu suara Kak Berlin Syaf.."
"..."
"Serius aku sama Gio doang.."
"..."
"Oke bye, sayang!"
Rio menutup telponnya, ia kembali masuk ke kamar. Rio langsung memberi Rara peringatan agar tidak berisik ketika Rio sedang menelpon Syafa. "Ra jaga mulut lo dulu anjir! Tadi Syafa curiga ada lo, mati gue."
Rara yang tampak bingung hanya menaikan sebelah alisnya dan malah menatap Gio. Ia kemudian mengubah posisi berbaringnya menjadi duduk di atas ranjang. Gio yang sedari tadi tak mau ikut campur urusan mereka malah mendapat pelototan tajam dari Rara. "Ra santai Ra, kok mata lo kayak mau keluar gitu ngeliatin gue.."
"Lo sama Kak Syafa pacaran?"
Rio baru ingat jika Rara tak mengetahui hubungannya dengan Syafa. Ia pun kembali menjelaskan kepada Rara mengenai hubungannya dengan Syafa yang sudah terjalin lima bulan lebih.
"Sorry gue lupa kalo lo gak tau Syafa pacar gue," Rio menjelaskan dengan perlahan, "dia minta gue buat jauhin lo Ra."
Gio dan Rara sontak terkejut mendengar kalimat yang baru saja Rio ucapan. Mengapa Syafa sebegitu posesifnya dengan Rio? Sampai-sampai ia melarang Rio dekat dengan Rara, apakah Rara sebuah ancaman?
"Gue salah apa anjir sama dia? Emang gue ganjen sama lo?" Rio membalasnya dengan gelengan.
"Katanya lo tuh ancaman, ya gue juga gak ngerti kenapa dia bersikap kayak gitu. Soalnya waktu itu saat gue cerita lo abis gue kerjain pake tikus-tikusan, Syafa marah besar dan katanya gue nyari perhatian lo. Makanya itu dia takut gue diambil sama lo.."
Rara merasa bingung dengan semua perempuan di sekitarnya yang menganggap dirinya adalah sebuah ancaman untuk laki-laki mereka. Apa sikap Rara selama ini salah? Salah jika ia dekat dengan teman laki-lakinya? Lagi pula tak ada yang aneh dari pertemanan Rara dengan Rio, Gio ataupun yang lainnya. Rara juga tak pernah menaruh perasaan apapun ke mereka, dan Rara berharap tidak akan pernah menaruh perasaan kepada kedua temannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCRIRA - Apologize to Maharani (ON GOING)
Ficção AdolescenteEriska Maharani Rara tak bisa membayangkan mengapa ia bisa terjebak dalam situasi yang sama sekali tak ia inginkan sebelumnya. Untuk pertama kalinya ia jatuh, sejatuh-jatuhnya kepada teman tumbuh kembangnya sejak kecil. Situasinya bertambah rumit d...