▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎
Rara melangkah memasuki rumahnya dengan wajah lesu. Dirinya berusaha mengetuk beberapa kali pintu rumahnya, tapi nihil tak ada jawaban sama sekali. Ia kemudian menelpon Nirma untuk mengetahui keberadaan Mamahnya tersebut. "Mah dimana sih?"
"Mamah masih arisan sayang, kamu ambil kunci cadangan aja di dalam vas bunga."
Rara segera mengecek arahan Nirma untuk mengambil kunci. Setelah berhasil mendapatkannya ia menutup panggilannya dengan Nirma sepihak. Ia membuka pintu rumahnya menggunakan kunci dan ya, pintu berhasil terbuka. Ia menutup kembali pintu rumahnya dan segera melangkahkan kaki ke lantai dua menuju kamarnya.
Langkah kakinya terhenti ketika melewati pintu kamar kakak laki-lakinya, Reza. Pintu kamarnya terbuka. Dengan rasa penasaran yang sudah memuncak Rara berjalan mengecek keadaan kamar Reza. Dirinya berhenti melangkah ketika sorot matanya sudah mendapati empunya kamar sedang terbaring nyenyak tidur.
"Udah kaya sapi hidup nih orang, gue gedor-gedor pintu gak ada yang nyaut! Taunya lagi asik sama mimpinya!"
Otak jahil Rara bekerja, ia meraih segelas air yang ada di meja samping ranjang Reza dan segera menyiramkannya ke wajah sang kakak. Betapa terkejutnya Reza ketika air mengalir deras memenuhi wajahnya.
"YA TUHAN BOCOR! HUJANNN TOLONG BANJIR!" Reza terbelalak dan segera bangkit dari tidurnya. Kedua tangannya berusaha mengusap wajahnya yang basah terkena air hasil jahilan Rara.
Rara tertawa girang melihat kakak laki-laki kesayangannya gelagapan selepas bangun. Ia meletakan gelas yang sudah kosong itu kembali ke meja semula dan berkacak pinggang menatap Reza dengan wajah kepuasannya. Aura lesu sepulang sekolah tadi mendadak hilang saat ia berhasil menjahili Reza.
"ADIK LAKNAT!" teriak Reza yang sepertinya sudah menyadari bahwa ranjangnya basah akibat perbuatan Rara.
Rara segera berlari keluar meninggalkan kamar Reza dan menutup pintunya agar Reza tak bisa mengejarnya. Ia kemudian memasuki kamarnya yang tepat berada di samping kamar Reza. Dirinya juga menutup pintu kamarnya dan membantingkan diri ke ranjang hijau kesayangannya.
Beberapa menit ketika Rara baru berhasil memejamkan matanya dalam posisi terlentang. Dering ponsel dari saku seragamnya terdengar, kedua kelopak matanya kembali terbuka dan merogoh ponselnya di saku seragam. Ia segera mengangkat panggilan tersebut.
"Haloo?"
"Ra ke depan rumah Ra, gue di depan rumah lo."
"ANJIR GAK WARAS LOH YA!"
"Yeh batu, coba lo cek ke jendela kamar. Nanti gue dadah ke lo."
Rara segera bangun dan melangkahkan kaki menuju jendela kamarnya. Ia membuka kain gorden dan melihat seorang pria bertubuh tegap nan tinggi sedang menyeringah lebar sambil melambaikan tangan ke arah jendela kamarnya. "Mati gue, pasti dia mau ngomel soal telpon yang gue reject tadi."
Rara menutup kembali gordennya dan berlari ke arah kamar mandi untuk bersih-bersih dan berganti pakaian. Ia tak mungkin menggunakan seragam sekolahnya untuk bertemu Rio. Pasti Rio akan memiliki bahan untuk menjudgenya.
Setelah ia menyelesaikan semua keperluamnya, ia mengambil ponsel yang ada di meja belajarnya dan terlihat lima panggilan tak terjawab dari Rio. Ia pergi meninggalkan kamar untuk turun ke bawah menemui Rio. "Gak sabaran banget nih kutu!"Rara membuka pintu rumahnya yang tadi ia kunci. Pintu terbuka dan sudah terlihat lambaian tangan seseorang dari balik pagar. Rara berjalan keluar untuk menghampiri orang itu. Sebelum membuka pagar ia mengintrogasi maksud kedatangan Rio terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCRIRA - Apologize to Maharani (ON GOING)
Dla nastolatkówEriska Maharani Rara tak bisa membayangkan mengapa ia bisa terjebak dalam situasi yang sama sekali tak ia inginkan sebelumnya. Untuk pertama kalinya ia jatuh, sejatuh-jatuhnya kepada teman tumbuh kembangnya sejak kecil. Situasinya bertambah rumit d...