Rian
Tangisnya makin tidak tertolong. Gue segera menutup earphone dan sedetik sebelum gue ingin menoleh ke belakang. Gue teringat sesuatu. Gue mengurungkan niat. Tapi...
Anjir. Tiba-tiba layar komputer meredup, menampilkan siluet adik kembar gue yang membuka baj-
Yes.
Adegan film kembali menampilkan layar yang cerah.
Gue langsung menoleh ke belakang.
"Rian bego!"
Iya gue bego, bego banget. Aleya ternyata masih ganti baju. "arghhhhh... Maap lee".
Aleya
Jangan salah kira. Aku dan Leo. Ishh kok Leo sih!
Aku dan Rian udah pisah ranjang waktu kami tamat SD. Punya kamar masing-masing. Dia memang sering menonton film di kamarku, karena disana ada komputer. Sedang di kamarnya...
Aku membuka pintu kamarnya.
Rian yang sedang asik meneropong lewat teleskop tidak boleh disentuh kecuali oleh Rian. Menatapku dengan heran. "kenapa?" tanyanya lewat tatapan mata.
"Hug me"
"abang kira kamu masih marah Aulia" ucapnya dengan menyebut nama asliku. Panggilan itu adalah panggilan seorang abang untuk adeknya.
"Just hug me"
Rian
Tersenyum itu mudah. Picingkan mata lu dan tarik kedua bibir lu ke atas. Tidak perlu berlebihan, santai saja. Tubuh harus tegak dan tajamkan pandangan mata lu. Dengan begini, gak akan ada kerutan di pipi atau kelopak mata. Senyum lu akan kelihatan tulus walau sebetulnya fake smile.
"udah jangan nangis lagi"
Gue belajar ini ketika waktu ditanya-tanya tetangga, minta duit ke bapak, ketika menghibur adek dan ibu gue yang sedih karena kelakuan bapak yang suka mabuk dan judi.
Ibu udah pisah sama bapak waktu kami kelas 5 sd. Untungnya dia segera menemukan cinta lamanya, seorang pengusaha yang kami kenal baik. "ayah tiri".
Jadi kalau lu mau tahu. gue dan Aulia adalah anak broken home. Akibatnya gue lebih banyak diam, Aulia lebih banyak menghabiskan waktu dengan cowok-cowoknya.
Adek gue bukan playgirl. Dia cuma korban yang tiap hari melihat ibu menangis dihajar bapak dulunya. Akibatnya, Aulia jadi masokis, suka sekali disakiti cowok meski akhirnya hatinya terluka dan menangis.
"bapak..." erang Aulia di dalam dekapan gue. Peluk bapak adalah penyembuhan disaat-saat begini. Tapi sayangnya gak Aulia dapatkan. Gue harus cepat besar dan dewasa. Agar setidaknya bisa menjadi pengganti sosok itu, sosok yang paling gue benci. "bapak" bukan ayah tiri.
"pacarku gak ada yang ngambek, gak ada yang cengeng". Bentak Leo.
Aleya mendongak, membiarkan hujan yang basah dipipinya menjadi air mata. " i know Leo... Gak perlu kamu jelasin". Ucapnya dengan suara bergetar.
Setelahnya, tak ada pelangi. Hanya langkah kaki yang terdengar menjauh.
Andai waktu dapat diputar. Ia ingin bersama Leo ketika perasaannya belum sebegitunya hancur. Ketika Leo masih percaya bahwa air mata juga adalah salah satu cara menyembuhkan luka. Bukan dengan memendamnya, hingga mengkristal jadi sekeras batu. Bukan dengan menutup hati hingga kata-katanya yang biasanya terdengar hangat kini menjelma pilu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time For The Heartbreak (18+)
JugendliteraturTime For The Heartbreak (18+) -- Dengar Nae, gue adalah sahabat lu. Keluarga yang lu pilih sendiri. Gue bakalan ada disamping lu selalu dan bikin lu bahagia selamanya. - oleh Angga yang gak ingin kehilangan sahabatnya lagi. Percuma selalu disamping...