"Papa!"
Michi terkejut melihat pintu kamarnya yang terbuka. Seorang pria berusia dua puluh tujuh tahun berdiri depan pintu. Kedua tangannya menyilang di depan dada.
Dia mengenakan kaos putih lengan pendek bertuliskan Gucci. Celana Levi's jeans hitam panjang, ujung celananya di gulung ke atas. Sepatu bot tempur hitam dari Prada melengkapi penampilannya.
Tangan mungil Michi segera menghapus air mata yang masih mengalir di pipi. Berharap Papanya tidak melihat.
Suara ketukan kaki datang mendekat.
Saat Manjiro berada di depannya. Dia menarik Michi ke dalam pelukannya.
Tangisnya kembali pecah. Kaos putih yang dikenakan Manjiro menjadi kusut dan basah.
Manjiro mengelus rambut putrinya dengan lembut.
Hanya suara tangisannya menggema ke seisi kamar.
Manjiro hanya diam mendengarkan."P-papa." Michi bergumam di dadanya.
"Kenapa... Mama meninggal?" Michi menolehkan kepalanya ke atas.
"A-apa itu salahku?"
"Shh." Jemarinya mengusap pipi Michi yang basah. "Itu bukan salahmu."
Michi, seorang anak berusia delapan tahun. Dia tidak tahu sudah menangis berapa lama. Mata yang memerah. Pening di kepala. Tubuhnya melemah. Mulut kecilnya menguap.Manjiro mengangkat tubuhnya dan membaringkannya ke kasur. Tangannya menarikan selimut untuk putrinya.
"Terlahir dengan marga Sano memang tidak mudah." Manjiro menyibak rambut di Michi.
"Jadilah kuat-
"-hingga berada di puncak teratas." Michi meneruskan perkataannya.
"Pintar."
"Aku tidak tahu apa maksudnya, Papa."
"Suatu saat kau akan mengerti." Jemari Manjiro menggenggam tangan kecil Michi.
"Papa?" Tanya Michi.
"Hmm?"
"Aku rindu Mama..."
"Aku juga." Manjiro berbisik.
"Bagaimana Papa bisa bertemu Mama?"
Manjiro mengambil napas dalam-dalam. Pandangan matanya menjauh bernostalgia di masa lalu.
"Pertama kali, aku bertemu dengannya-"
Seketika seluruh penglihatan Michi mulai menggelap. Suara lembut Papanya mengantarkannya ke dunia mimpi.
"-dia seakan menanggung beban berat di pundaknya. Bagaimana bisa orang sekecil itu sanggup menahannya?"Suara dengkuran lembut, membuatnya terhenti.
Tangan kanannya menyibakkan rambut sang putri dari dahi. Dia mengecup keningnya lembut.
Manjiro Sano beranjak dari kasur. Sebelum menutup pintu, dia berbisik.
"Kamu masih punya Papa. Biar Papa yang mengurus semuanya."
Klik.
Sorot mata hitam Manjiro Sano menggelap. Langkah kakinya berderap cepat di lantai marmer koridor. Dia meninggalkan Queen's Bedroom di East Hall.Jari telunjuknya menyentuh earpiece hitam di telinga kiri.
"Sanzu." Dia memanggil sebuah nama.
Tidak lama kemudian, seorang pria berusia dua puluh enam tahun datang terburu-buru.
Rambut pink terurai. Dia mengenakan setelan jas Tom Ford. Senjata Revolver Smith and Wesson M&P disembunyikan di saku bagian dalam jasnya. Sepatu Louis Vuitton Manhattan Richelieu hitam berukuran empat puluh tiga itu, bergerak mengikuti langkah Manjiro.
"My Lord!" Dia memberi hormat.
"Bersihkan semua yang berani menyakiti Putriku..." Mikey terdiam sesaat.
"... lakukan sesukamu."
"Baik!"
"Jangan biarkan siapa pun tahu."
"Yes, My Lord!"
"Tuan! Kami sudah menangkapnya."Beberapa pria dengan setelan jas hitam-putih memasuki sebuah ruangan minim penerangan cahaya. Ruangan ini kedap suara. Tidak memiliki jendela. Satu pintu masuk-keluar.
Mereka masing-masing memengang satu anak. Tangan terikat. Mata dan mulutnya ditutup perban hitam.
Enam orang anak kecil berusia delapan tahun yang tidak sadarkan diri.
Tiga laki-laki.
Tiga perempuan.
Sanzu Haruchiyo yang duduk di sofa tepi ruangan. Dia menelan sebuah pil biru. Mata birunya memandang pelaku penindasan terhadap putri rajanya.
"Hanya ini?"
"Kami sudah memastikannya."
"Hmm... bangunkan dan buat mereka menjerit. Aku menginginkan darahnya."
Keesokan harinya, berita hilangnya enam orang anak menggemparkan kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mikey's Daughter (Daughter!Reader)
Mystery / Thriller⚠️Explicit⚠️ Mom!Takemichi x Dad!Mikey Uncle!Bonten Nama lahir : [Name] Sano Nama resmi : Michi Hanagaki "Kamu begitu mirip Mamamu (saat kamu menangis)" - Papa Manjiro. Ini adalah alternative universe di Bonten era dan Mikey memiliki putri Jangan be...