3. Memories

366 42 5
                                    

You'll decide,
It may be hard to achieve
and memories might never let you go
You'll believe,
if you could leave it somewhere in your heart
Today, it will be with you

Michi Hanagaki dan Inui Seishu bernyanyi bersama lagu My First Story yang diputar dashboard touch screen. Michi mengepalkan tangannya seperti memegang mikrofon.

"Paman Sei, menurutmu berapa lama Papa tinggal?"

"Mungkin tiga hari."

"Hmm..." Michi tahu, papa tidak pernah tinggal di rumah untuk waktu yang lama. Hari ini di Jepang, lusa sudah di China, terkadang menghabiskan waktu berbulan-bulan di Filipina.

Inui Seishu melihat destinasi mereka sudah dekat. Dia menghentikan mobilnya di halaman parkir. Tangannya masih memegang stir.

"Putri, harap untuk tidak menarik perhatian di sekolah."

"Jika ada polisi yang ingin berbicara dengan anda, jangan katakan sepatah kata pun kecuali-"

"Ingin menelepon Papa. Nanti Paman Takeomi akan datang dan menangani semuanya. Iya kan?" Michi meneruskan peringatan itu. Bagaimana tidak? Pamannya selalu mengingatkannya setiap hari.

"Benar."

"Terima kasih sudah mengantarku, Paman Sei."

Saat keluar dari mobil, Michi merasakan beberapa pasang mata ke arahnya. Dia sudah terbiasa diawasi oleh pengawal yang menyamar sejak meninggalkan White House. Anehnya, dia tidak merasa risih dengan kehadiran mereka.

"Putri." Inui menurunkan kaca mobilnya. "Lupakan saja peraturan konyol itu dan nikmati waktu anda di sekolah."

Michi tersenyum senang. "Aku akan mencoba paman."

"Peraturan ada untuk dilanggar. Saya mengucapkannya kembali hanya untuk-"

"Formalitas." Keduanya menjawab bersamaan.

"Tapi serius untuk peraturan yang terakhir anda benar-benar harus mengingatnya."

"Baik... baik. Cepatlah kembali Paman Sei, sebelum Paman Takashi memarahimu karena terlambat."

"Perset*n Mitsuya dan peraturan-peraturannya! Dia menjadi orang kaku dengan seribu peraturan membosankan."

Mobil itu berlalu, meninggalkannya dengan bangunan tinggi dihadapannya. Kehidupan keduanya dimulai.

-

"Hanagaki!" Kata seorang pria berumur lima puluh lima tahun. "Hanagaki! Nilaimu... sempurna."

"-Wah. Seratus lagi?"

"-Gila! Padahal soalnya susah banget."

Lelaki yang duduk di salah satu kursi, segera membalikkan tubuhnya ke belakang. Lelaki mana yang tidak tersentuh hatinya saat melihat gadis cantik yang tertidur? Sayangnya, ini bukan waktu dan tempat yang tepat. Tidak dengan perhatian seisi kelas ke arah mereka. "Michi..."

"Mmm?"

"Kau dipanggil."

Michi menahan kantuk dengan tangan kanannya. Perlahan dia bangkit dari kursinya dan berjalan ke depan kelas.

Saat hendak mengambil kertas ujian sains. Gurunya Dohachiro Nezu menatapnya tajam. "Murid teladan tidak seharusnya tidur di kelas, Hanagaki."

"Maaf, sensei." Michi menundukkan kepalanya.

Dia tidak bermaksud untuk tertidur di kelas. Hanya saja, melihat hamparan langit biru dari jendela. Awan seperti kapas yang membentuk pola. Angin lembut yang membelainya membuatnya sangat-

Mikey's Daughter (Daughter!Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang