Tak terasa, mentari pagi sudah menyapa bumi. Langit gelap bertabur bintang kini tergantikan oleh langit biru yang cerah. Kami semua kini sudah bangun, dan baru saja selesai mandi di suatu sungai yang letaknya ada dibawah bukit, mungkin jaraknya kurang lebih lima puluh meter dari tenda kami. Kegiatan pagi ini, kita akan senam terlebih dahulu, setelah itu game outdoor, dan kegiatan kecil lainnya. Dilanjut nanti malam akan jelajah hutan. Kami begitu antusias mengikuti semua kegiatan ini, semua dipenuhi dengan semangat empat lima.
Di game outdoor dan penjelajahan, kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Dan aku mendapat kelompok tujuh, bersama Nayla, Intan, Arka, Zidan, dan Daniel. Aku sungguh beruntung mendapat teman kelompok yang sangat ramah, kecuali si Nayla yang tetap sinis padaku, tapi aku tak masalah. Kelompok kami dipenuhi dengan canda tawa dan semangat yang membara, kami saling bekerja sama, walau Nayla terlihat enggan, namun Arka yang katanya terkenal dengan ketegasan dan keras kepalanya, memaksa Nayla untuk kompak. Akhirnya dengan terpaksa Nayla juga ikut kompak, saat kami jelajah pun kami tak merasa takut, karena dalam kelompok kami ada Daniel yang sangat humoris, jadi bisa menjadi pencair suasana malam yang sangat dingin sekaligus mencekam.
Tiga hari dua malam berlalu sudah, hari ini adalah hari terakhir kami berada di sini. Dan besok pagi, kami akan pulang dan menjalani hari-hari seperti biasanya. Ahh cepat sekali rasanya...
Kami sudah berada ditenda, namun aku belum bisa terlelap dan malah melamun.
“ Za Iza!” panggil Nayla membuyarkan lamunanku. “Kamu belum tidur?”Tanpa ingin menjawab pertanyaannya aku menoleh ke arahnya dengan alis terangkat.
“Aku mules nih, kayaknya mau pup anterin aku yuk?!” ungkapnya dengan keringat yang bercucuran. Heh! Tumben ngajak aku?
“Tumben banget, yaudah iya, ayo!” jawabku terpaksa karena tak tega melihatnya. Gini -gini aku tetap baik kok walaupun sering di beri tatapan sinis olehnya.
“Assalamualaykum Pak!” salamku pada Pak Reno dan Pak Andri, yang bertugas ronda malam ini.
"Waalaykumsalam,,, ada apa Aiza??” jawab Pak Reno diangguki Pak Andri.
“Pak, saya ingin meminta izin untuk menemani Nayla BAB, boleh?” tanyaku sedikit malas. “Baiklah, saya antarkan!” ucap Pak Reno menawarkan, Nayka langsung menggelengkan kepalanya. “Ti-tidak usah Pak, Nay sama Aiza sendiri saja,” balas Nayla memaksa.“Bahaya Nayla,” balas Pak Andri lembut, aku pun menyetujui kata-kata Pak Andri, namun Nayla ya tetap Nayla yang keras kepala itu.
“Nay mohon Pak, tidak usah, biar kami sendiri!” ucap Nayla tetap kekeuh sambil memilin perutnya.
“ Huh!! Baiklah Nayla, tapi jika ada apa-apa segera minta tolong pada kami!” putus Pak Reno akhirnya, beliau tahu betul bagaimana watak Nayla, jadi bisa dengan mudah memutuskannya. “Terima kasih Pak, kami permisi, Assalamualaikum,” pamit Nayla yang tumben sopan, eh?! Astagfirullah, lantas kami segera menuju sungai tempat biasa kami mandi dan melakukan hal lain.
Sungainya bersih, namun karena sungainya ada di bawah bukit yang artinya mengharuskan kita untuk turun menjadikan perjalanan ini menyeremkan. Apalagi kayaknya jurangnya dalam banget tuh!
“Berdoa dulu jangan lupa!” peringatku pada Nayla saat ia akan melakukan ritualnya. “Tau! awas jangan ngintip!!” balasnya sewot, dasar! siapa juga yang mau ngintip? aku masih normal ya!!.
Aku menunggu Nayla selesai dengan memainkan senterku. Tak lama, Nayla sudah selesai kami segera kembali.
Namun saat di perjalanan yang masih berjarak sekitar empat puluh meter dari tenda, kaki Nayla terpeleset di dekat jurang. Ia hampir jatuh ke jurang itu, jika saja ia tak menarik tanganku.
“Innalillahi! Nayla!! hati-hati, bertahanlah!” ucapku khawatir, aku mencoba menariknya ke atas, namun tanahnya licin karena kemarin sempat turun hujan.
“A-Aizaa t-tolong a-aku, hiks hiks!” suara Nayla sudah bergetar disana, aku sendiri kuwalahan, karena tanahnya begitu licin. Walaupun dia menyebalkan, aku tak setega itu membiarkan dia jatuh, tapi sungguh, aku sudah tak kuat menahannya lagi, kakiku pegal, tanahnya begitu licin, hingga aku sedikit lengah, kakiku juga ikut terpeleset. Kami gelimpungan di atas tanah licin nan curam itu. Sakit, sakit sekali rasanya, badan kami merosot tak beraturan membentur ranting, semak, dan mungkin batu.
"AAAAKHHH!!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Teringat Lagi
Short Story" Heh!! Iza kita setenda?"tanya Nayla padaku dengan sinis. Aku menghela napas lelah, "Iya nay" jawabku datar sedatar-datarnya. "Oh my god, gue setenda dengan orang sok alim" pekiknya yang berhasil membuatku geram, bagaimana tidak? Banyak pasang mata...