Enam

523 85 76
                                    

Biasakan vote sebelum membaca!

***

Rose mengerenyitkan dahinya kala melihat Lisa yang berjalan gontai masuk ke dalam rumah. Wanita berambut coklat itu melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 10 siang. Dimana waktu ini bukanlah waktu pulang adiknya itu dari sekolah.

Rasa khawatir tiba-tiba menyeruak ke dalam dadanya. Apa Lisa sakit? Apa efek kecelakaannya masih terasa?

"Lisa" Rose menghampiri Lisa yang kini malah sedang menatapnya dengan tatapan kosong. "Kenapa pulang cepat? Kau sakit?" Tangan Rose menyentuh dahi Lisa. "Tapi kau tak panas." Gumamnya kemudian.

Helaan nafas terdengar dari bibir Lisa. Gadis berponi itu kemudian berkata. "Boleh aku dengar bagaimana pertemuan pertamamu dengan Kak Hanbin?"

"Eh? Tiba-tiba sekali." Ujar Rose. Tapi, kemudian ia mulai bercerita.

"Pertemuan pertama, ya?" Rose bergumam. Mereka kini sudah duduk di atas sofa. Menyamankan dirinya masing-masing.

Lisa dapat melihat bagaimana sudut bibir kakaknya itu terangkat ke atas.

"Waktu itu kami sama-sama mahasiswa baru. Kebetulan kami sekelas juga." Fikiran Rose melayang ketika dimana dirinya terpesona saat pertama kali melihat sosok Hanbin yang berjalan memasuki kelasnya dengan tangan yang melambai ke arahnya.

Tidak. Sebenarnya, bukan ke arahnya karena Rose waktu itu salah faham. Hanbin pada nyatanya melambaikan tangan ke arah Jackson yang duduk di depan Rose.

Seiring waktu berjalan, Rose menghabiskan waktunya untuk menatap Hanbin meskipun ia berada di tengah pelajaran sekaligus.

Tak ada satupun patah kata di antara mereka. Tapi, entah kenapa Rose merasa sudah lama mengenal lelaki berhidung bangir itu.

Love at first sight, huh?

Dan suatu ketika, Hanbin menangkap basah Rose tengah menatapnya dengan tangan yang bertumpu di bawah dagu. Membuat Rose kelimpungan sampai ia berdiri dan izin untuk ke toilet dengan berlari keluar kelas.

Ketika Rose memasuki kelas lagi, gadis itu terkejut kala mendapati bahwa ia dan Hanbin satu kelompok di salah satu mata kuliah.

Untuk pertama kalinya, Rose melihat Hanbin tersenyum ke arahnya. Lelaki itu mengulurkan tangannya sembari berkata. "Mohon kerjasamanya---" Hanbin menghentikan ucapannya kala tak hafal nama gadis berambut pirang di depannya itu.

Rose yang mengerti pun menjabat tangan Hanbin. "Rose." Jawabnya. Ia tersenyum manis. "Mohon kerjasamanya juga, Hanbin."

Dan setelah itu, berangsur-angsur hubungan mereka semakin dekat.

Lisa tersenyum kecil kala Rose kini menutupi kedua pipinya yang tiba-tiba saja memerah.

"Astaga. Aku bahkan tak menyangka jika dua bulan setelah itu Hanbin memintaku untuk menjadi kekasihnya." Rose mengakhiri ceritanya diiringi sebuah senyuman. "Dan kini ia menjadi suamiku." Finalnya.

Rose dapat melihat Lisa yang ikut tersenyum juga. "Kau begitu mencintainya, ya?" Tanya Lisa.

Rose mengangguk. "Sangat." Jawabnya kemudian.

Tanpa Rose sadari, Lisa sedang berusaha mati-matian untuk menahan air matanya.

Kenyataannya, keputusannya untuk menolak Hanbin kali ini adalah hal yang benar.

***

Hanbin menggenggam tangan Lisa. "Aku mencintai Rose lebih dari apapun. Ada Bomi juga sekarang." Lirihnya.

BROTHER IN LAW Ver.2 - HANLIS / HANLICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang