14 COME TO DADDY. (Option A)

1.2K 57 9
                                    

(Chapter ini adalah lanjutan dari cerita no 13 KALAU KALIAN MEMILIH A DI BAGIAN TERSEBUT. Bagian di mana kalian ingin Carter segera kabur dari ruang bawah tanah Edward lewat pintu yang kebuka sedikit.)

Note:
Klo lupa ceritanya, baca kembali chapter 13.

...

Carter melihat pintu di ujung tangga terbuka lebar, Edward lupa menutup kembali. Seluet keberanian pun muncul dari diri Carter untuk ia segera pergi dari tempat itu. Ia pun menguatkan diri, mengumpulkan tenaganya, dan ketika pelukan Edward terasa mulai merenggang, Carter segera mendorong pria itu sekuat mungkin, pergelangan tangannya terasa linu ketika ia melakukannya.

Badan Edward terdorong sekitar dua langkah ke belakang sementara Carter langsung berlari menuju tangga. Ia sempat merintih, kakinya terasa sakit ketika ia gunakan untuk berlari seperti itu, namun ia berusaha kuat, menahannya dan terus menaiki anak tangga demi anak tangga.

Dari tempatnya, Edward yang terkejut dengan sikap Carter yang tiba-tiba menghindarinya, ia berseru sangat kencang.

"CARTER!" Ia agak marah.

Carter menoleh sejenak, Edward mulai melangkah mengikutinya dengan cepat, naik ke tangga.

"Carter! Ada apa?! Jangan lari dari papa!" Seru Edward terus mengejar. Langkahnya yang cepat, membuat tangannya hampir meraih kaki Carter ketika Carter tak sengaja terjatuh. Namun Carter segera bangkit hingga cengkraman tangan Edward pun meleset.

"CARTER!" Edward berseru sekali lagi. Sekilas ketika Carter menoleh ke belakang, ia melihat wajah pria itu memerah. Otot-ototnya sampai terlihat di pelipisnya.

Sampai di ujung tangga, Carter cepat-cepat membanting pintu, menutupnya kembali. Namun tak diduga Edward yang sudah berada di belakangnya mendorong pintu tersebut, tangannya keluar dan meraih-raih remaja itu. Tenaganya sangat kuat, Carter tak tahu mengapa orang tua seperti dia bisa memiliki tenaga sangat kuat seperti itu.

"Pak Clayton... Tolong.. berhenti.." Carter hampir menangis sambil terus mendorong balik pintu tersebut agar Edward tak keluar. Memberikan setengah badannya penuh menahan benda itu sementara kakinya terus saja terseret ketika Edward mendorong lebih kuat dibanding dirinya.

Di tengah ketakutannya, sepintas Carter melihat kunci pintu tertancap di lubang tersebut. Tak membuang waktu remaja itu pun langsung menggigit kuat tangan Edward.

Edward sontak memekik kesakitan. Ia mundur, jemarinya menarik rambut Carter agar bocah itu melepaskan gigitannya. Dan setelah terlepas, Edward langsung menarik diri kembali di balik pintu sambil meraung kesakitan sehingga Carter pun dapat menutup pintunya, memutar kunci itu dan menjauh dari sana.

Dari dalam Edward berseru-seru memanggil nama Carter sambil menggedor-gedor pintu tersebut. Pria itu mencoba mendobraknya berkali-kali hingga dinding di sekitarnya seakan bergetar.

Carter pergi dari tempatnya, beranjak ke ruangan depan. Ia sempat terpeleset permadani dan jatuh, namun ia segera bangkit. Pergelangan kakinya yang makin linu ia tahan untuk menyusuri koridor rumah besar Edward, menghampiri pintu utama. Dan ketika ia sampai di sana, pintu tersebut rupanya terkunci.

Carter segera beranjak ke ruangan lain, mencari pintu lain. Beberapa ruangan tak memiliki pintu yang terhubung keluar, hanya ada jendela-jendela yang tak dapat dibuka. Termasuk yang ada di ruang makan di mana ia kini berada.

Dari arah ruang bawah tanah, Edward terdengar telah berhasil mendobrak pintu. Suara hantaman sangat keras dari pintu yang dijebol, dan pria itu terdengar mengamuk.

Carter mengambil salah satu kursi di dekat meja makan, mengangkatnya, lalu sekuat tenaga melemparkan benda itu menghantam ke permukaan kaca jendela. Namun, betapa kuat ia melakukan itu, kaca di sana bahkan tak terlihat retak sedikit pun. Seperti telah sengaja dirancang agar kokoh dan tak dapat ditembus. Bahkan ketika Carter melakukannya untuk yang kedua kali.

"CARTER!" Suara Edward terdengar makin dekat bersamaan dengan suara langkah kaki yang menuju ruangan itu.

Carter mundur, tidak, ia tidak bisa keluar dari ruangan itu sekarang, Edward pasti akan dengan mudah menyergapnya. Ia memandang ke beberapa sudut, mencari tempat persembunyian. Dan segera masuk ke lemari penyimpanan ketika tahu benda itu tak dikunci.

"Carter!" Panggil Edward sekali lagi yang kini telah berdiri di ambang pintu. Wajahnya yang tadi tampak mengamuk kini seketika terlihat sumringah. "Carter, aku tahu kau di sini." Edward melirik bekas kursi yang tergeletak tak karuan di lantai.

Carter mengatur nafasnya yang terengah, berusaha agar tak terdengar oleh Edward. Suara langkah kaki Edward semakin dekat, menyusuri setiap sudut ruangan itu. Dari balik pintu yang terbuka sedikit, Carter dapat mengintip Edward dengan cermat memeriksa sudut-sudut tempat tersebut, bahkan hingga ke bawah meja makan.

Carter makin meringkuk di tempatnya, sesekali memejamkan mata menahan rasa takutnya yang kian menjadi. Jantungnya berdebar kencang, semetara keringat juga lebih deras membasahi badannya, jika terdapat cermin di sana, Carter pasti bisa melihat sepucat apa dirinya sekarang.

"Carter, jangan bersembunyi lagi. Ayo keluar nak, DATANG PADA PAPA," Edward terlihat melongok ke sana kemari. Langkahnya mengarah ke tempat Carter berada, bunyi sol sepatunya yang menyentuh lantai sangat menakutkan menyentil telinga Carter.

Carter memeluk kakinya lebih erat. Tidak, jangan kemari. Ia sekali lagi hampir menangis, terutama saat Edward, yang tak disangka rupanya telah mengetahui posisi Carter sejak tadi, akhirnya memutuskan mengakhiri kejar mengejar itu.

"GOTCHA!" Edward membuka pintu lemari penyimpanan tersebut sambil tertawa. "PAPA MENDAPATKANMU! AYO KELUAR!" Ia mencengkram rambut Carter dan menyeretnya keluar dari sana.

Carter meronta melepaskan diri, tangannya yang terluka berusaha melepaskan genggaman tangan Edward. Namun Edward semakin kuat, menyeret bocah itu ke sudut ruangan tepat di bawah meja, setengah membantingnya hingga punggung Carter yang menghantam kaki meja membuat sebuah pisau sayur di atasnya terjatuh ke lantai.

Edward lalu menduduki perut Carter, menahan kedua pergelangan tangannya agar berhenti melawan.

"Jangan nakal, ya? Ada apa denganmu? Tiba-tiba kabur seperti ini dariku? Papa tak akan menyakitimu." Edward berbisik ke telinga Carter, lalu menjilat daun telinga bocah itu.

Carter sontak menghantamkan kepalanya ke kepala Edward, cukup keras. Edward yang merasa sakit melepaskan kedua tangannya dan merintih sejenak mengusap keningnya. Tak menunggu, Carter berusaha menyingkirkan pria itu dari badannya.

Namun Edward yang emosi dengan perbuatan Carter tersebut, langsung mencekik anak itu kuat-kuat. Menekan batang lehernya. "Kamu berani melawan papa?!" Kata Edward.

Wajah Carter memerah, ia tersengal, nafasnya sangat sesak dan kepalanya terasa seperti akan meledak. Namun, ketika Carter akan pasrah, tiba-tiba tak sengaja ia melihat pisau yang tadi jatuh tergeletak tak jauh darinya.

Carter merentangkan tangan, meraih benda tersebut. Namun rupanya itu cukup susah, hanya kurang beberapa centi lagi. Tak ingin menyerah, Carter terus berusaha menggapai, tangannya meriap-riap ke sana, hingga akhirnya sesuatu tiba-tiba menghentikannya, terdengar suara bel dari pintu depan. Edward kedatangan tamu.

...



Wah, pilihan alur kalian kok malah buat Carter dalam bahaya. Tapi untung dia akhirnya nemu senjata bareng ketika Edward kedatengan tamu.

A. TETEP BERUSAHA AMBIL PISAUNYA, SERANG EDWARD BALIK. Ga ada kemungkinan Edward bakal nglepasin cekikkannya meski dia kedatangan tamu sekarang.

B. DIAM, BERHENTI BERJUANG DAN BERTAHAN AJA. Mending fokus gimana cara supaya tetap bernafas, Edward pasti bakal berhenti, konsentrasinya pasti buyar karena kedatengan tamu.

Option A, lanjut ke cerita no 18
Option B, lanjut ke cerita no 19
(Ingat" nomer yang kalian pilih utk Up selanjutnya)

Hayoo, buat teman" wattpad yg terhormat.. Pilih yang bener ya, chapter ini adalah penentuan kalian bisa selamatkan Carter apa nggak. Salah satu dari chapter berikutnya (18/19) adalah chapter terakhir.

Hidup adalah PILIHAN.

NOT PINOCCHIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang