·Mendung sudah ada di kbm app Aqiladyna.
·Mendung sudah bisa dibaca di Karyakarsa Aqiladyna.
·Pdf Mendung bisa hub wa +62 895‑2600‑4971.
28.1.22Hanya genangan darah di lantai yang Mendung lihat di tengah ruangan yang gelap. Wajahnya pucat pasi menatap kedua tangannya yang juga berlumuran darah, rasa sakit luar biasa menghantam perutnya, tatapan Mendung mengarah ke area pangkal pahanya sumber darah itu keluar dari sana.
Raut wajah Mendung meringis, air matanya tumpah, terisak dalam kepedihannya. "Tidak!" berulang kali ia ungkapkan kalimat bahwa apa yang ia alami hanya mimpi....ya hanya sebuah mimpi buruk.
Kelopak mata Mendung terbuka, keringat dingin mengalir di pelipisnya, ia bangkit mengusap wajahnya yang layu. Untuk sesaat Mendung termenung pada mimpi yang terus terulang di setiap malamnya sejak tujuh tahun lalu. Mendung belum berdamai pada rasa sakit itu hingga ia terus di hantui mimpi yang sama.
Ini bukan hanya sekedar mimpi buruk karena kesakitan di mimpi itu pernah Mendung alami yang hampir merenggut jiwanya.
Mendung kembali berbaring, tatapannya kosong ke udara, perlahan air matanya meluncur jatuh di sudut matanya.
Sosok wajah itu dengan tatapan tajam dan ekspresi dingin namun mampu bersikap hangat padanya masih sangat Mendung ingat, ya lelaki baik yang pertama kali berkenan berteman dengannya namun juga lelaki paling jahat yang telah menghancurkan Mendung tak bersisa.
Langit Rakhan Alhanan nama lelaki yang paling Mendung benci di muka bumi ini. Mungkin Langit telah bahagia dengan hidupnya tanpa bersalah. Langit yang memiliki segalanya bisa berlindung di balik ayahnya yang sukses. Tidak tahukah Langit apa yang pernah di lakukan pada Mendung adalah kesalahan besar karena kenyataannya apa yang di tuduhkan Langit tidak benar, ibunya bukanlah selingkuhan dari ayah Langit.
Mendung memejamkan matanya sejenak, ingin sekali ia amnesia melupakan semua kesakitan ini tapi otaknya terus di paksa kembali pada kesakitan itu, mengurung jiwanya dalam kegelapan meski Mendung tak pernah ingin tetap bertahan di lukanya.
Mendung berinsut turun dari ranjang menoleh pada jendela kaca dengan tirai transparan, meski sinar mentari belum menampakan diri menerangi langit yang masih gelap, Mendung tidak bisa tertidur lagi, ia memutuskan untuk mandi dan memulai kegiatannya hari ini.
Suara ponsel Mendung bergetar, sebuah pesan masuk, ia melirik ke meja nakas mengambil ponselnya dan menerima pesan dari Nada. Mendung menghela nafas membalas pesan Nada. Gadis itu sangat mencemaskan dirinya dan tidak bisa tidur, biasanya saat di rumah panti mereka sering tidur bersama kini mereka terpisahkan oleh jarak, Mendung berharap Nada terbiasa tanpa dirinya.
Mendung menaruh ponselnya di meja kembali lalu beranjak keluar dari kamar menuju kamar mandi kecil berada di dapurnya. Setelah mandi Mendung berpakaian mengenakan celana hitam dan kemeja kotak-kotak lalu duduk di meja makan dapur. Hanya teh hangat menemani sarapan pagi ini tanpa makanan pendamping. Mendung sejak kemarin siang sampai di rumah ini tak membeli bahan makanan satupun, ia hanya membeli nasi bungkus untuk makan malamnya dan melewatkan sarapannya pagi ini.