Part 23

1.1K 362 15
                                    

Follow ig saya Aqiladyna.
Ikuti cerita saya di kbm app.

Pdf Mendung bisa di order di wa ‪+62 895‑2600‑4971‬

Mendung sudah ada di kbm app dan KARYAKARSA silakan baca di sana.


7.5.22







Mendung turun dari bus menapaki tepi jalan menyusurinya menuju pulang. Langkah kakinya terhenti, perhatiannya selalu tertuju ke arah lapangan pada anak-anak yang selalu bermain bola di saat sore hari. Mendung bertahan, ia duduk di kursi kayu membawa lamunannya pada masa paling sulit dalam hidupnya.

Mendung menghela nafasnya, dan kini ia kembali terbelenggu dalam masalah sulit itu lagi. Ternyata sangat tidak mudah untuk melupakan dan hilang. Ia selalu di takdirkan kembali di titik yang sama. Harapan dan kehancuran.

Tuhan kenapa sesulit ini untuk bahagia, terlalu banyak air mata dan sesuatu yang paling berharga di renggut paksa darinya, lalu sekarang apa lagi. Hidupnya sudah tidak berbentuk dan ia harus terpaksa kembali menjalankan perannya masuk di permainan Langit Rakhan Alhanan. Mau sampai kapan ia terus terjebak seperti ini. Masalah selalu membelitnya bersama Langit.

Goll!

Sorak sekelompok anak-anak lelaki bergembira saat salah satu temannya memasukan bola ke gawang membuat Mendung terkesiap, perhatiannya tertuju kembali pada kebahagiaan anak-anak tersebut. Tak terasa senyum Mendung terukir di sudut bibirnya. Hal kecil ini mampu membuat hatinya bahagia.

"Kak Mendung!" suara seorang gadis berseru memanggilnya. Mendung menoleh mendapati Nada berjalan depat menghampiri kursi yang di duduki Mendung.

"Nada!" Nada tersenyum simpul, duduk di samping Mendung menyodorkan botol minuman kopi padanya.

"Ambillah."

"Aku tidak minum kopi."

"Yah aku salah beli deh."

"Aku tidak haus."

Nada menghela nafasnya meletakan botol minuman itu di sampingnya lalu membuka botol satunya untuk meminumnya.

"Kenapa kamu berada di sini. Bagaimana keadaan Ibu Aida?" tanya Mendung mengalihkan tatapannya kembali pada anak-anak bermain bola.

"Aku kebetulan ingin ke rumah Kakak, pas melintas turun dari bus aku melihat Kakak duduk di sini. Keadaan ibu Aida sangat baik. Kakak harus tahu kabar baik ini."

"Apa?"

"Tentang rumah panti, aku menyampaikan pesan dari Ibu Aida untuk Kakak tidak berpikir keras karena rumah panti sekarang aman Kak, tidak bersengketa lagi. Saudara Ibu Aida memberikan sepenuhnya hak rumah panti pada Ibu Aida. Jadi kami tidak perlu pindah dan akan selalu tinggal di sana tanpa harus mencemaskan apapun." kata Nada kegirangan. Berbanding terbalik dengan Mendung yang hanya terdiam tanpa menunjukan ekspresi senang atau bahagia. Bukan ia tidak bersuka cita pada kabar baik ini namun Mendung sangat tahu siapa yang berdiri di balik kabar baik ini. Langit Rakhan Alhanan, antara Mendung dengan lelaki itu masih terlibat kesepakatan yang belum di tuntaskan.

"Kak kenapa diam, Kakak sakit?" tanya Nada hanya di balas gelengan pelan Mendung. Perhatian Nada tertuju pada pusat tatapan Mendung ke arah anak-anak bermain bola. Kening Nada mengerut mengerti kenapa Mendung menjadi pendiam pasti kenangan masa lalu telah membuat Mendung kembali bersedih.

Nada merangkul bahu Mendung menyandarkan kepalanya di pundak wanita itu.

"Kak ikhlaskan, aku yakin kini dia telah di surga yang selalu mendoakan Kakak. Dia berharap Kakak tersenyum dan bahagia di dunia ini."

MendungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang