"Maksudmu Ah-Xu hamil?" tanya Wen Kexing kaget bercampur senang ketika tabib itu mencoba menjelaskan. Sebenarnya, dia tidak menyangka bahwa setelah menghabiskan satu malam panas bersama istrinya, dia akan mendapat kabar gembira ini.
Tabib Ru sedang duduk di permukaan halus kursi depan meja belajar Wen Kexing. Di meja belajar yang sedikit tidak terawat itu, terdapat beberapa tumpukan buku-buku seni bela diri, satu set teko porselain dan beberapa cangkir-cangkir kecil yang menemaninya. Tabib Ru hanya membelai jenggotnya yang sudah mulai memutih, lalu menarik secarik kertas dari kotak medisnya, mencelupkan kuas yang dipegangnya ke sebuah piring kecil berisi tinta hitam, dan mulai menuliskan sesuatu di kertas kecil itu.
Suasana tiba-tiba menjadi hening. Dengan Wen Kexing yang berada di samping Zhou Zishu, kepala Zhou Zishu menunduk, menatap lantai marmer yang dipijakinya, dan suaminya yang sedang mengusap punggungnya kalau tiba-tiba saja ia ingin muntah lagi; atmosfirnya tiba-tiba berubah menjadi sesak dan intens menunggu apa yang akan dikatakan selanjutnya oleh tabib.
Warna muka dan bibir Zhou Zishu pucat, dengan ekspresi takut terlukis di wajahnya. Ia tidak siap untuk menjadi seorang ibu. Menjadi seorang ibu memang susah, penderitaan dan kesakitan yang harus ditanggungnya berkali-kali lipat dari sekedar mencabut tulang roh sendiri. Lagipula, dia seorang pria, bagaimana dia bisa melahirkan nantinya?
Wen Kexing merasa bersalah juga melihatnya, bagaimanapun, tidak ada orang yang menyangka bahwa akan terjadi hal seperti ini. Sepulang mengurus hal-hal rumit yang baru-baru saja ini terjadi di istana surgawi, tempat kaisar, ayahnya tinggal, ia pulang ke rumah dengan keadaan setengah capek. Melihat Ah-Xu nya yang sedang memakai pakaian serba merah dan beberapa aksesoris emas layaknya seorang pengantin baru, nafsunya menjadi tidak terkendali. Jadi malam ketika rembulan tengah bersinar dengan terangnya, Wen Kexing "menyerangnya" tanpa ampun di kamar.
Setelah sekian lama, tabib Ru meletakkan kuasnya di meja, dan mengibaskan kertas yang sudah berisi di udara untuk mengeringkan tinta. Ia menunduk dengan hormat lalu memberikannya kepada putera mahkota. "Putera mahkota, ini adalah resep ramuan untuk mengurangi kesakitan yang nanti akan dialami oleh putri mahkota. Harus diminum secara rutin atau tidak, akan terasa lebih sakit nantinya."
"Terima kasih, tabib Ru." Wen Kexing mengambil selembaran kertas itu dari tangannya, matanya mengamati benda itu. Bahan-bahan yang diperlukan lumayan susah untuk dicari di kerajaan Xian yang luas ini, namun karena ini diperlukan untuk menjaga nyawa Ah-Xu dan benihnya, ia akan mencarinya tidak peduli apapun yang terjadi dan akan mengeluarkan usaha penuh. Itulah seberapa besar cintanya bagi istrinya itu.
"Tapi, tabib Ru, Ah-Xu kan seorang laki-laki, jadi bagaimana-"
Perkataan yang belum sempat keluar dari mulutnya itu dipotong oleh pembicaraan tabib tersebut. "Maaf putera mahkota, tapi kalau yang ini... mungkin hamba tidak sanggup melakukannya."
Tapi, matanya yang sayu itu tiba-tiba berbinar mengingat muridnya yang bertalenta. Muridnya adalah seorang jenius yang paling jarang ditemukan dalam waktu 100.000 tahun. Bahkan ia melampaui dirinya yang sudah tua ini. Pandemi yang melanda kerajaan mereka 2 tahun yang lalu ditanganinya dengan cepat dan tenang. "Hamba hanyalah seorang dewa tabib kecil-kecilan. Jikalau putera mahkota berkenan, beberapa hari lagi akan saya kenalkan kepada muridku, Wu Xi."
"Apakah muridmu itu bisa melakukannya?"
"Saya yakin Wu Xi dapat melakukannya." jawab tabib Ru dengan mantap. "Aku percaya dengan kemampuannya."
"Baiklah, saya ingin meminta bertemu dengan muridmu 3 hari lagi, untuk membahas tentang masalah ini." Wen Kexing tersenyum sopan, dan mempersilahkannya keluar. Tabib Ru beranjak dari tempat duduknya, mengambil kotak medisnya, dan hilang dalam sekejap mata.
Beginilah cara mereka bepergian atau "travelling" di dunia Xianxia. Hanya perlu mengeluarkan sedikit energi spiritual, dan silhouette mereka akan menghilang tanpa jejak. Atau, bagi dewa-dewi berstatus spesial dan kuat, kadang-kadang mereka akan hilang meninggalkan beberapa kejutan kecil, seperti hembusan angin lembut atau hanya petal-petal bunga.
Melihat istrinya masih saja termenung, Wen Kexing mencoba menghiburnya dengan memeluknya dari belakang, seperti seekor binatang kecil berbulu tebal; koala yang memeluk ranting pohon yang dihinggapinya. Taktik ini selalu digunakannya untuk menenangkan istrinya yang sedang marah padanya karena hal-hal "simpel". Dan dikonfirmasikan cara "licik" nya selalu bekerja setiap saat. Ah-Xu itu bisa menjadi harimau betina ganas kalau sudah naik darah. Tidak lupa Wen Kexing mengerucutkan bibirnya dan menyebut namanya dengan nada imut-imutan; seperti seorang anak kecil yang memohon diminta dibelikan permen. "Ah-Xu~ Kamu marah padaku?"
Zhou Zishu memalingkan wajahnya darinya. "Lao Wen bodoh. Sudah membuatku begini, masih menanyakan apakah aku marah atau tidak?"
"Ah-Xu tidak mungkin menggugurkannya bukan?"
Kaki Zhou Zishu terkulai lemas mengingat bahwa dirinya tidak pernah membunuh atau sekadar melukai seseorang di seluruh hidupnya, masa dia tega melakukan itu pada anaknya sendiri? Lagipula mahkluk yang ada di dalam tubuhnya itu adalah seseorang yang hidup dan baru bernyawa. Kalau dicabut nyawanya begitu saja, bukankah itu terlalu kejam?
Tapi bagaimana juga dengan proses persalinannya nanti? Jujur saja, dia takut dengan rasa sakit. Juga takut suaminya akan mencari orang lain untuk dicintai dan akan melupakan dia dan anak mereka suatu hari. Ketika wajahnya tidak lagi cantik berseri-seri dan tubuhnya perlahan-lahan melemah, apakah Lao Wennya akan melupakannya sepenuhnya dan berpura-pura bahwa sebuah nama Zhou Zishu itu tidak pernah exist di dunianya? Tapi dia memutuskan untuk bertaruh menghadapi yang satu ini.
Tangan Wen Kexing mengusap perutnya dengan lembut sembari masih memeluknya dari belakang. Zhou Zishu tidak mengatakan apa-apa sampai sekarang. Tubuhnya sedikit bergetar, dan Wen Kexing mengencangkan pelukannya padanya. Akhirnya, setelah beberapa pertimbangan, dia akhirnya mengambil keputusan yang akan mengubah hidup mereka selamanya.
"Baiklah Lao Wen." Zhou Zishu menghela napas. "Karena kamu bersikeras, aku akan menapaki jalan ini."
"Ah-Xu, jangan bilang kamu akan melewati jalan ini sendirian?"
Zhou Zishu berbalik dan menatap tepat di matanya yang berkerlap-kerlip seperti bintang-bintang di malam hari. Sebuah suara darinya menggema di telinganya.
"Kita akan melewati jalan ini bersama."
Ketika mengucapkan kata-kata tersebut, senyuman tulus melengkung di sudut atas bibir Wen Kexing, membuat Zhou Zishu hampir menangis bahagia karena selalu memilikinya di sampingnya. Tangan Wen Kexing menyentuh lengkungan di pinggangnya dan mendorongnya ke bibirnya untuk sebuah ungkapan cinta. Bibirnya menyentuh lembut bibir Zhou Zishu; seperti sayap kupu-kupu, cukup lama sehingga dia bisa menghirup napas hangatnya, dan merasakan kehangatan kulit yang menyentuhnya.
Seorang pelayan yang berniat memberikan kue kering kepada mereka untuk dimakan sebagai makanan pagi, hampir menjatuhkan nampan yang berisi piring kue mawar melihat mereka berdua melakukan hal mereka sendiri. Untung saja Zhou Zishu dan Wen Kexing tidak menyadarinya, mereka terlalu fokus ke masing-masing. Wajah pelayan itu tersipu malu, dan keluar dari ruangan belajar putera mahkota dengan secara diam-diam.
Bersedia mencintai sesama seumur hidup, menjadi soulmate sehidup-semati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fragrant Peach Blossoms (Harum semerbak bunga persik) {MPREG}
FanficWen Kexing, putera mahkota kerajaan Xian, dengan rambut putih-silvernya; sering dianggap sebagai pembawa sial. Sebagai dewa, rambutnya tidak seharusnya memutih karena umur panjangnya. Tapi ini tidak berlaku bagi Wen Kexing. Lantas, kalian menanyaka...