SHAUN 18

2.6K 313 22
                                    

Memiliki anak yang rempong adalah hal yang paling menyebalkan. Siv juga merasakannya, padahal hanya masalah sepele. Namun, sang anak justru terus menangis dan menangis.

Ketika ditanya ingin apa, namun yang didapat hanya gelengan dengan suara tangis yang menganggu telinga.

Masalahnya sekarang adalah. Kue yang dijanjikan Siv tadi, malah tumpah ruah dilantai karena ulah Shaun. Saking antusiasnya, Shaun tak sengaja menyenggol kue yang berada ditangan Siv.

Alhasil kue yang diidam-idamkan oleh Shaun tergeletak dilantai dengan tidak elitnya. Awalnya Shaun diam sambil mencerna apa yang sedang terjadi. Namun selanjutnya, anak cadel itu malah menangis dan memaki papanya.

Siv yang dikatai pelit dan juga tak ikhlas memberikan kue itu hanya tersenyum. Ya walaupun yang dikatakan Shaun ada benarnya, sedikit.

"Terus sekarang Shaun mau apa?" tanyanya lembut namun dengan ekspresi gregetan.

"Nggak mau hiks, Shaun gak mau apa-apa."

Siv menghela nafas kasar, sambil memangku anaknya yang masih menangis meratapi kue coklat yang tumpah ruah tak tertolong itu.

Karena setelah tumpah, kue itu tak sengaja terinjak oleh Si kecil. Hem, double kill!!!

Dengan telaten bapak satu anak itu membersihkan air mata dan juga ingus Shaun. Sungguh pemandangan yang langka terjadi.

"Papa, Shaun mau beli kelinci aja." celetuknya tiba-tiba.

"Tadi katanya gak mau apa-apa."

Shaun mendongak menatap papanya.
Mata bulatnya melotot, namun malah terlihat sangat menggemaskan.

"Katanya tadi nanyain mau apa!"

"Tapi tadi Shaun bilang gak mau apa-apa."

"Tadi 'kan Shaun lagi mikil. Emang gak boleh?!"

"Kok ngegas?"

  
"Jadi papa gak mau beliin kelinci?" tanyanya pelan menahan tangis yang baru saja berhenti.
   
   
  
  
Si cadel tersebut turun dari pangkuan sang ayah. Bibirnya melengkung kebawah siap-siap untuk menangis kembali. Setelah pintu rumah terdengar terbuka, Shaun berlari kearah pintu. Dimana ada kakek dan neneknya yang baru saja pulang dari luar.

"GLENPA!" pekiknya dengan berlari kearah kakeknya.

Sang kakek terdiam mencerna apa yang baru saja terjadi. Pasalnya sang cucu yang langsung berlari dan naik ke gendongannya. Tentu saja siapapun akan terkejut dibuatnya.

Lagi-lagi Siv menghela napas sabar menghadapi anak setan ini. Eh, astaghfirullah. Siv baru sadar, bahwa yang dikatai anak setan adalah anaknya sendiri.
  
  
  
"Ada apa ini Siv?" tanya wanita satu-satunya ditempat itu.
   
   
  
"Glenma, glenpa. Papa nakal sama Shaun, masa Shaun minta kelinci aja nggak boleh. Padahal tadi papa tanya Shaun mau apa, eh Shaun jawab mau beli kelinci malah dilalang."
     
   
   
Baru saja ingin membuka mulut atas pertanyaan bundanya. Siv terdiam mendengar pengaduan Shaun kepada sang ayah.
    
   
    
  
"Papa belum jawab gak boleh, lho."
    
   
    
"Jadi boleh beli kelinci?" tanyanya antusias.
    
    
    
"BIG NO!"

Shaun menatap ayahnya garang.

Detik selanjutnya ia memeluk leher sang kakek dengan erat. Isakan kembali terdengar, sudah dipastikan anak ini menangis kembali.
     
   
 
"Siv!"
    
   
    
"Tapi bun, bulu kelinci gak baik buat Shaun."
    
   
    
Ani mengelus kepala Shaun dengan sayang. Kemudian dia mengambil alih Shaun dari gendongan suaminya. Ia membawa cucu kesayangannya itu duduk disofa.

"Shaun, cucu grandma yang paling unyu. Shaun tau gak, kalau bulu kelinci itu bahaya. Emang Shaun mau ketularan penyakitnya kelinci? kalau grandma sih takut."  ucap Ani menakut-nakuti.
    
    
    
"Benelan glenma?"
     
    
    
"Iya, makanya papa Shaun gak ngebolehin. Jadi, kelincinya diganti kura-kura aja."
     
    
    
"Heem, mau kula-kula aja. Tapi mau beli dua, bial bisa pacalan." celetuk Shaun tiba-tiba.
     
   
   
"Eh, Shaun tau pacaran itu apa?"
     
     
    
"Enggak tau, tapi kalau dua namanya pacalan."
     
    
   
"Ada-ada aja sih."
      
    
   
"Sekarang Shaun minta maaf sama papa. Tadi udah salahin papa 'kan, padahal belum denger penjelasan papa kenapa gak boleh." nasehat sangat kakek yang diangguki gemas oleh Shaun.
     
    
  
"Ottey, glenpa."
   
    
  
Shaun menghampiri siv.

"Papa, Shaun minta maaf udah nakal sama papa." ucap Shaun dengan nada tulus membuat Siv tersenyum.
   
   
  
Namun berikutnya, Siv memasang ekspresi datar kearah Shaun.
    
  
  

"Salah sendiri papa gak jelasin!" lanjut Shaun dengan nada ngegas.
  
   
  
Kedua orang tua disana langsung tercengang sambil mengelus dada. Sepertinya sifat sikecil ini menurun dari sang papa. Dimana Siv dulu sangatlah nakal dan jahil sebagai anak bungsu yang disayang.

   
   
  
"Kamu mau minta maaf, atau nyalahin papa hem?"
   
   
  
"Papa gak dengel Shaun minta maaf? Sekalang papa halus maafin Shaun. Kalau enggak, nangis nihhh." ancam Shaun dengan nada sedih.
    
    
  
"Gak mau ah, papa sebel sama Shaun."
    
     
   
"Yaudah, kalau papa gak maafin. Shaun nangis benelan." lanjutnya dengan bibir yang melengkung ke bawah.
  
   
  
Matanya sudah berkaca-kaca dengan hidung yang sudah kembang kempis menahan isakan.

Hufttt
    
   
  
"Iya, iya. Papa maafin, maafin papa juga ya. Tadi sempet bentak Shaun." ucap Siv.
    
   
    
Ada guratan penyesalan di wajah ayah satu anak itu. Dia sangat khawatir tentang kondisi anak itu. Dengan reflek dia menolak keras keinginan Shaun yang membahayakan kesehatan nya, walaupun terlihat seperti masalah sepele.
   
    
  
"Iya papa, Shaun maafin kok."
      
   
   
"Tapi papa, Shaun mau beli kula-kula empat aja deh gak jadi dua." sambung Shaun tiba-tiba.
   
   
   
"Kok banyak banget?"
    
   
  
"Heem, bial nanti pacalannya baleng-baleng. Bial lame aja, Shaun mau liat meleka pacalan. Sama gak ya kaya olang-olang pacalan ditaman?" ucap Shaun polos.

Ketiganya terkejut dengan pernyataan Shaun. Ternyata anak ini begitu memperhatikan sekitarnya.
    
    
   
"Diajarin siapa sih? masih kecil ngomong pacaran terus?" tanya Siv gemas.
    
    
     
"Emm, siapa ya—"
'

 














Gimana?
Kurang atau seneng Shaun update?

SHAUN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang