SHAUN 22

2K 285 10
                                    

Inilah yang membuat Siv sangat berat mengijinkan anaknya sekolah kembali. Baru saja masuk hari pertama, Shaun sudah sangat kelelahan.



Anak itu sedari tadi hanya tidur dikamar. Membuka mata hanya saat Siv membangunkannya untuk makan sore mengingat Shaun hanya makan saat disekolah.



Setelah makan, tidur lagi.



Tapi karena Shaun sedari tadi tidur, Siv bisa mengerjakan sedikit pekerjaan kantor yang ia bawa ke rumah.



"Siv, ini bunda bawain teh hangat."



Siv menoleh, dimana sang ibu datang membawa secangkir gelas. Ia meletakkan pekerjaan yang ia kerjakan, menyesap teh buatan sang ibu.



"Siv, kamu gak berniat cari ibu pengganti untuk Shaun."



Pertanyaan tiba-tiba dari sang ibu membuat Siv hampir menyemburkan teh yang sedang ia nikmati. Ia termenung sejenak, lalu mengalihkan pandangannya pada sang ibu.




"Bunda apaan sih, Siv bahkan belum kepikiran soal itu." jawabnya gelagapan.



"Bunda saranin sih, kamu segera mencari pendamping baru. Pumpung Shaun masih kecil, dia juga masih butuh kasih sayang seorang ibu."



"Aku juga pernah berpikir seperti itu Bun, tapi semenjak Shaun sakit. Aku gak kepikiran buat menikah lagi, aku mau fokus untuk kesembuhan Shaun. Aku yang hanya kerja dan mengurus Shaun saja merasa kurang memberi perhatianku pada Shaun, gimana kalau aku nikah lagi."


"Aku takut, Shaun kurang perhatian dari aku. Karena aku bukan hanya ayahnya, tapi juga sekaligus ibu bagi Shaun."



"Bunda ngerti, tapi kamu gak mau mencobanya?" tanya Ani hati-hati.



Siv tetap menggeleng, dia sudah pada keputusan nya. Ia belum siap memilih pengganti untuk mendiang istrinya. Dia juga belum bisa melupakan wanita yang ia cintai.



"Maaf Bun, tapi aku belum bisa melupakan Lantya."



"Yasudah, itu sudah menjadi keputusan kamu. Bunda hanya bisa mendukung kamu, dan terus berada dibelakang mu. Bunda dan ayah aka-"



Belum sempat ibu dari Siv itu menyelesaikan kalimatnya, suara benda jatuh membuat mereka terdiam. Suara itu, berasal dari kamar Shaun.



Dengan cepat, Siv bangkit dan berlari kekamar sang anak. Saat tiba dikamar Shaun, Siv terkejut melihat Shaun yang sudah tersungkur.



"Ya Allah dek, kenapa bisa jatuh?" tanya Siv sambil membantu Shaun bangun.



Shaun masih terdiam sambil terisak kecil.




"Papa tanya, kenapa Shaun bisa jatuh?"

"Hiks, gak tau. Tadi Shaun lemes, telus jatuh."



"Emang Shaun mau kemana?" tanya Siv lembut.



"Tadi Shaun mau pipis, Shaun panggil papa tapi papa gak dengel. Shaun beldili tapi kaki Shaun lemes, telus jatuh hiks...." ucap Shaun mengadu.

"Yaudah yuk, papa bantu Shaun ke kamar mandi."



Shaun mengangguk, pasrah kepada sang ayah yang menggendongnya kekamar mandi. Setelah selesai buang hajatnya, Shaun dibawa keruang tengah oleh Siv.



Dimana ada nenek dan kakek Shaun yang baru datang. Ya, itu adalah orang tua dari istri Siv.



"Mami sama papi kapan dateng?" tanya Siv yang terkejut dengan kedatangan mertuanya.



Sedangkan Shaun sudah diambil alih oleh sang kakek. Anak kecil itu anteng didalam pangkuan sang kakek.



"Barusan ini, kami rindu dengan cucu kami yang imut ini." Shaun tertawa saat sang kakek menggelitiknya.



"Kakek, gak bawa jajan buat Shaun?" tanya Shaun polos.



"Kakek kesini mau ajak Shaun ke mall, mau?" anak kecil itu mengangguk mendengar kata mall.



"MAU!!! SHAUN MAU PELGI KE MAL, SHAUN MAU MAIN SAMA BELI MAINAN BANYAK-BANYAK!!!" pekik anak itu gemas, membuat semua tetawa mendengar betapa antusiasnya pangeran kecil ini.


"Tapi Shaun jangan nakal sama kakek sama nenek. Kalau sakit apa capek bilang sama kakek, okey?"

"Okey papa."




"Mi, Pi. Ini inhaler Shaun, takut nanti sesak nafas disana. Sama satu lagi, tadi dia bilang kakinya lemes. Kalau bisa jangan biarin dia jalan terus." ucap Siv khawatir.



"Kamu tenang aja Siv, tenaga papi masih terlalu kuat hanya untuk menggendong cucu mungilku ini."



"Ishhh, Shaun Ndak mungil. Shaun udah gede, udah kelas tujuh."

"Tapi harusnya kamu masih kelas empat, atau lima."

"Endak ya, Shaun udah kelas tujuh." ucapnya ngeyel.

"Iya, Shaun udah kelas tujuh. Tapi Shaun masih bayi Dimata kakek, masih cadel lagi."


"Ishhhh, kakek mah. Nggak jadi ikut kakek ah, Shaun malah sama kakek."

"Katanya udah gede, tapi masih ngambekan. Cucu nenek kalau ngambek tambah imut tau, masih cadel juga. Menggemaskan."



"Huwe papa...."





Ya sepertinya Shaun akan sangat rewel setelah ini. Sudah dipastikan otak kecilnya akan memanfaatkan kesempatan ini untuk membeli apapun yang ia inginkan.




Si cadel ini, sangat pintar menghabiskan uang seseorang yang membuatnya kesal dan jengkel ( ꈍᴗꈍ).























Dedek cadel pinter tau
Pinter jajan tapi, hehe
Ounty mau kasih uang ndak???
ʘ‿ʘ


SHAUN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang