07 In The Twilight Zone

1.2K 94 11
                                    

Liam Firman


Aku berjalan dengan tekad kuat ke pintu asrama Wisma Indah Lima. Sambil sesekali senam mulut, monyong-monyong kayak ikan koki. Kata Ferli sih biar nggak kaget otot bibirnya waktu ciuman nanti. Orang kalo mau renang aja harus pake pemanasan dulu biar nggak kram, apalagi kalo mau ciuman.

Eh emang otot bibir bisa kram ya?

Enggak tau ah. Mana belom ada pengalaman soal cium mencium gini jadi ya mau nggak mau harus percaya aja apa kata orang.

Sebelum aku membukanya, pintu asrama tiba-tiba menjeblak terbuka. Mbak Nyit-Nyit keluar dengan wajah puas, dibelakangnya anak-anak Wisma Indah Lima terlihat sangat merana. Inspeksi mereka kayaknya udah selesai. Setelah Mbak Nyit-Nyit hilang dari pandangan, aku menanyai Yoga. “Jun-nya ada Kak?”

Yoga cuman menunjuk jarinya keatas, oh mungkin maksudnya Jun ada dikamarnya di lantai dua. Aku mengucapkan terima kasih yang kayaknya nggak didenger Yoga dan langsung berjalan menuju kamar Jun.

“Juunnn,” aku memanggil namanya sambil mengetuk pintu.

Pintu terbuka dan sosok Jun muncul.

“Oh Liam, masuk.”

Kamar Jun sama seperti terakhir kali aku kesana. Nggak terlalu rapi tapi nggak berantakan juga. Ada gitar tergeletak di sudut kamar. Wah jadi Jun bisa maen gitar.

“Lagi ngapain Jun?” tanyaku basa basi.

“Tiduran aja. Agak ngantuk,” jawab Jun malas-malasan. “Ada apa?”

“Oh .. Anu .. Mau ngelanjutin yang tadi.”

Jun menatapku kosong. “Oh.”

“Jadi gimana? Udah mau nyium?” tanya Jun to the point.

Aku berdehem panik. “Iya.”

“Tunggu apa lagi? Ayo cium,” Jun merebahkan dirinya di kasur.

Aku mendekatinya dan berlutut di depan tempat tidur. Cuman ciuman aja kok nggak lebih. Aku mendekatkan wajahku. Mata Jun yang gelap itu sangat mengganggu konsentrasi. Warnanya hitam memukau, seperti awan badai. Indah, tetapi juga menggentarkan, seolah-olah dia sedang menganalisis cara terbaik untuk menaklukkanku. Jadi grogi kalo diliatin kayak gini.

“Eerr .. Jun .. Bisa merem nggak?”

“Oke.” Jun menutup matanya.

“Kepalamu bisa agak miring nggak.”

“Oke.”

“Miring ke kanan bukan ke kiri.”

“Oke.”

Aku membasahi bibirku. Setelah berdoa terlebih dahulu, pelan-pelan aku mendekati Jun. Wajah kami sudah terlalu dekat. Aku mengamati wajah Jun, dia terlihat cakep dilihat sedekat ini. Lalu tiba-tiba Jun membuka matanya. Aku tersentak kaget.

“Kok lama sih?” tanya Jun heran.

“Eh .. Oh .. Iya ini juga baru mau mulai,” kataku mengendalikan diri.

Jun menutup matanya lagi. Aku mendekatinya lagi. Kali ini aku langsung menciumnya.

Kalo definisi ciuman adalah bibir dan bibir saling bersentuhan, maka aku sudah menciumnya. Tapi Jun tetap menutup matanya, seakan masih menunggu untuk dicium.

“Sudah selesai Jun,” aku mencolek lengannya.

Jun membuka matanya. “Sudah? Kok nggak kerasa?”

“Pokoknya sudah. Aku udah ngebuktiin kalo aku beneran suka sama kamu.”

Jun duduk dan menatapku. “Oh.”

Ninja Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang