• Bagian Satu

6 1 0
                                    


Mutia, mae, dan irma adalah tiga sahabat dekat yang tak terpisahkan. Mereka sudah bersahabat sejak duduk di bangku taman kanak-kanak.
Mutia, dia gadis yang ceria, cerewet, aktif, dan sangat mudah bergaul. Dia selalu berhasil membuat dua sahabatnya ikut tertawa meski saat mereka sedang menghadapi sebuah masalah.
Mae, gadis paling tomboy, galak, dan sangat mengayomi dua sahabatnya yang masih suka manja dan penakut. Mae terkenal jago taekwondo. Dia pernah mendapat piala Emas saat pon di Papua, Oktober 2021.
Irma, dia gadis paling lemah lembut, paling dewasa, dan selalu menjadi penasihat bagi kedua sahabatnya yang jika bertengkar tidak ada yang mau mengalah. Kecerewetan Muthia sering membuat Mae terganggu. Tak jarang, itu  membuat mereka kerap berselisih. Dan jika sudah begitu, dua gadis manis itu tak 'kan ada yang mau mengalah.
Seperti saat ini, Muthia dan Mae sedang berselisih tentang liburan tahun baru.
"Aku maunya ke Jogja, titik!" Muthia berkata dengan keras dan tegas.
"Ogah, aku maunya ke Bali, nggak pake koma!" Suara Mae tak kalah keras.
"Kalian ini, bertengkar terus." Irma berdiri di antara Mae dan Muthia.
Mae dan Muthia saling pandang dengan tatapan tajam, seolah dari bola mata mereka bisa mengeluarkan cahaya kekuatan untuk menyerang satu sama lain.
"Pokoknya, Jogaja!"
"Pokoknya, Bali!"
Irma sudah seperti wasit di atas ring tinju.
"Diaaaam ...!" Akhirnya Irma mengeluarka auman bak singa kelaparan, yang berhasil membuat Muthia dan Mae terdiam.
Mereka berdua berdiri mematung. Bukan karena takut, tapi karena kaget. Tidak biasanya Irma bisa berteriak sekencang itu.
"Udah, bertengkarnya?" tanya Irma. Dia memandangi dua sahabatnya bergantian.
"Kok, tumben, kamu bisa teriak sekenceng itu, Ir?" tanya Muthia heran.
"Iya, ya, tidak biasanya, loh." Mae menimpali.
Kali ini, Irma yang bengong. Dia juga heran dengan teriakannya sendiri.
"Irma, kamu enggak apa-apa, 'kan?" tanya Mae. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
"Kalian itu, yang kenapa?" Irma masih dengan wajah galaknya.
"Dia, tuh, ngotot mau ke Jogja. Jogja, 'kan, mahal. Mending ke bali bisa ketemu bule," jawab Mae sambil melirik Muthia dengan lirikan kesal.
"Di Jogja juga banyak bule, kali." Wajah Muthia jutek.
"Kalian, ini. Masih aja bertengkar." Irma semakin marah.
"Iya, iya, maaf," ujar Muthia sambil menangkupkan kedua tangan di dada.
"Kalian lupa, kalau ini masih masa pandemi?" tanya Irma.
Muthia dan Mae menepuk jidat mereka bersamaan. "Ya, ampun, iya."
"Masih pada ngeyel, mau liburan ke Bali atau Jogja?"
"Enggak, Ir. Ampun." Mae menunduk dan mengangkat kedua tangannya di depan dahi.
"Ya, sudah, aku mau tidur lagi," ucap Irma cuek, yang membuat kedua sahabatnya memprotesnya.
"Huuuu molor terus ...!"  teriak mereka seraya menimpuki Irma dengan bantal dan guling.
Mereka memang tinggal di satu atap sebuah kos-kosan. Kos khusus putri, yang dekat dengan kampus mereka.

~~~

Bersambung...

Sahabat Terbaik Selamanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang