• Bagian Tiga

2 1 0
                                    

Mereka selalu menjaga hubungannya dengan saling terbuka satu sama lain, tidak ada yang disembunyikan, jika ada masalah mereka selalu mencari jalan keluar bersama, itu kunci persahabatan mereka.
Suatu hari, Irma melamun dan terlihat sangat murung ketika sampai di kos nya.
‘’Ir, ada apa kok tumben sedih gitu,’’ Mae langsung menanyakan ke Irma.
“Iya, bapak ada masalah di tempat kerjanya,’’ tanpa ragu Irma menceritakan masalahnya ke Mae dan Muthia.
“Ada apa, Ir?” tanya Muthia
“Gajian bapak di tunda, karena kantornya sedang ada masalah.” Irma menangis.
“Uang saku bulan ini belum di transfer ya,’’ Mae dan Muthia brtanya bersamaan.
‘’Bukan hanya itu, spp adik-adik juga tertunda belum dibayarkan dan pihak sekolah sudah memberi peringatan,’’ Irma menjelaskan.
Pandemi membuat banyak perusahaan mengalami penurunan omset, bahkan banyak karyawan yang terkena PHK. Salah satu dampak yang dirasakan bapak Irma, gaji karyawan tidak diberikan tepat waktu, dan itu membuat roda ekonomi keluarganya terganggu.
Mae dan Muthia memeluk Irma yang menangis, untuk memberikan kekuatan.
‘’Sabar ya Ir, kita akan bantu carikan jalan keluarnya nanti.”
“Irma mengangguk sambil tersenyum memandang kedua sahabatnya yang sangat perhatian kepadanya.”
‘’Sebelumnya terimaksih banyak ya, dan maaf sudah membuat kalian juga bersedih,’’ Irma merasa tidak enak sudah merepotkan kedua sahabatnya.
‘’Ir, kita 17 tahun kita bersahabat, kita bukan orang lain, kita ini keluargamu dan sudah seharusnya kita membantu,’’ Mae memastikan kalau dia benar-benar ingin membantu.
“Untuk bulan ini, kamu tidak usah ikutan saweran untuk kos ya,” Muthia ikut mencari jalan keluar.
‘’Untuk makan, nanti kita full masak bareng ya, kita berdua yang belanja.” Mae ikut andil dalam solusi kedua.
“Untuk spp adik-adikmu, nanti kita Aku yang akan bilang sama mamaku ya,’’ Muthia menengahi.
Muthia anak tunggal dengan ekonomi keluarganya yang lumayan berlebih, dan Ibunya ada beberapa anak asuh yang setiap bulan mendapat santunan dari keluarganya, istilahnya gerakan orang tua asuh.
“Mama, ada beberapa anak asuh yang di bantu biaya spp sekolahnya, mama pasti bantu adik-adikmu ir,’’ Muthia meyakinkan hal itu.
Irma sesenggukan dan terharu dengan kebaikan sahabatnya. “Aku tidak bisa membalas kebaikan kalian, Aku hanya bisa mengucapkan terimakasih dan mendoakan kalian supaya dimudahkan rejeki kalian ya.’’ Irma memeluk sahabatnya.
Begitulah persahabatan mereka, tidak hanya senangnya saja tetapi saat satu diantara mereka kesulitan, mereka berdua mencaikan jalan keluar dan membantu dengan ikhlas. Mereka saling menasehati ketika salah satu dari mereka berbuat salah. Ikhlas dalam bersahabat mendapat naungan Allah pada hari kiamat.
“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” QS. Ali Imron: 103
Cuaca siang ini cukup terik dibandingkan hari kemarin. Mae surah meneguk gelas kedua dari teh es yang ia pesan. Sedangkan Irma sedang menghabiskan jus mangga sesekali menyendok nasi gorengnya. Di lorong kantin yang cukup ramai tersebut nampak teman-temannya yang sedang berkerumum.
" Ngapain sih mereka? Kok Ramai banget?" celoteh Mae
" Iya, ngapain ya? Btw Muthia mana Mae? Nggak keliatan sejak tadi." Irma mulai celingak-celinguk mencari sosok Muthia
" Yaelah,, nggak bakalan hilang tu anak Ir. Palingan dia lagi nengok orang yang di suka itu, hahaha"
" Suka? Muthia lagi pacaran sama seseorang Mae?"
" Nggak Irma sayang, bukan pacaran tapi Muthia itu lagi suka sama senior kita. Kebetulan beliau baru pindah 3 hari ini"
" Lah kok Muthia bisa langsung suka?" Irma semakin penasaran.
" Doi ganteng banget, kata Muthia kayak opa-opa korea gitu jadi langsung suka pas pandangan pertama"
" Yang mana sih anaknya ? Kok kalian nggak ngasih tau ke aku kemarin?"
" Sebenarnya mau ngasih tau, tapi nggak mungkin donk disituasi kemarin, wkwkwkw"
" Iya juga ya, makasih ya kalian udah begitu ngertiin aku dan mau bantu"
"Iya Ir, kita kan saudaaan, hehehe jadi santai aja. Udah kewajiban buat saling bantu"
"Siapa namanya"
" Hmmm,,, Furqon Kholid, Nah itu dia orangnya." Mae menunjuk seorang lelaki berpostur tinggi semampai tersebut.
Irma langsung tersedak mendengar nama yang diucapkan Mae, ingatannya berputar saat ia masih duduk di kelas XII SMA
"Waits kok dia bisa bareng Muthia?"
Seakan termonitori Irma mengikuti arah telunjuk Mae, dan benar seseorang yang sedang bersama Muthia adalah seseorang yang ia kenal, sangat kenal. Mereka berdua semakin dekat dengan kursi Irma dan Mae.
Iram yang cukup gugup langsung berdiri " Mae, aku ke kamar mandi dulu ya"
" Ir, yah jangan main tinggal aja donk," panggil Mae
" Irma kenapa Mae?" Mutia yang sudah sampai di bangku mereka langsung heran.
" Ada panggilan alam, hehehehe"
" Oohhh,, yaudah deh. Oh iya Mae kenalin ini kak Furqon, Kak Furqon kenalin ini Mae sahabatku, dan yang tadi juga.
" Hai Mae kenalin aku Furqon," ucap pria d samping Muthia dengan senyum manis yang tercetak sempurna
Perkenalan singkat itu di akhiri dengan janji untuk berjumpa mereka berikutnya di akhir pekan. Kebetulan Irma, Mae dan Muthia memang selalu punya jadwal rutin buat melepas penat belajar. Minggu depan mereka sudah buat jadwal untuk main ke pantai.
Sesampai di kelas mereka bertemu Irma yang sedang membaca novel sembari ngemil beberapa biskuit.
" Ya ampun neng, kemana aja lu? Kita nyariin tau."
Yang ditanya malah diam aja sembari senyum-senyum pertanda minta maaf.
" Furqon baik ya orangnya Mut, kayaknya gue mau suka juga deh sama mereka," kekeh Mae
"Lo mau nikung teman lo sendiri?" Muthia menjawab dengan sok galak tapi ekspresi nya serius
Entah kenapa dada Irma seakan sesak,kata-kata itu seakan begitu menyakitkan baginya. Walaupun ia tau teman-temanya ini hanya bergurau satu sama lain. Tapi entah mengapa perjalanan beberapa tahun lalu yang ingin dan hampir ia lupakan ternyata kembali, kembali menggoreskan sakit terdalam. Sakit yabg hanya Irma simpan sendiri bertahun-tahun. Melihat Irma yang diam, kedua sahabatnya pun menegur.
" Kenapa Irma? Ada masalah lagi? Kok kamu pucat banget?"
" Nggak, cuma aku kepikiran PR kita minggu depan. Mau ambil ide tentang apa ya? Meski nyatanya bukan itu yang ia pikirkan. Irma tak ingin membebani teman-temannya dengan masalah yang sudah ia kubur dalam-dalam.
" Ya ampun, itu kan masih Minggu depan. Masih lama, hari Minggu ini jangan lupa ya buat healing kita"
"Hahaha,,siap deh"

~~~

Bersambung...

Sahabat Terbaik Selamanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang