Bab 1 Mari Mulai Belajar

1 0 0
                                    

Jika ditanya, kenapa kamu tidak belajar untuk berhenti mencintai nya, kenapa kamu tidak segera Menganti dia dengan laki-laki yang baru, sehingga kamu lebih mudah untuk bangkit dari kisah yang janggal ini. Yang selalu membuat fikiranmu ambinggu terus menerus ?

Jawabanku cuma satu, aku belajar namun hatiku angkuh

Aku terlalu muna untuk melihat perbandingan kejahatan yang beribu kali melukaiku, dengan kebaikan yang membuat hatiku dulu terasa sangat dibuat menakjubkan. Ini sangat sulit untukku jika ini tentangnya

Dia selalu menjadi tokoh utama yang memenangkan hati ku, seolah ia yang terbaik dalam memperlakukanku.

Sampai pada suatu hari dimana percobaan untuk ku membuka hati dengan yang lain, fikiranku selalu berbisik, apakah aku sekarang menjadi penghianat kepadanya, kenapa aku sekarang dengan laki-laki ini !

Perasangka yang semakin toksik dan sangat bodoh!

Dia saja sudah dengan  berbagai hati yang ia tempati, kenapa baru saja aku memulai dengan hati yang baru aku merasa bahwa aku menjadi penghianat. Dan dia terus apa, dua tahun yang lalu yang dari awal perpisahan Sudah menggandeng wanita lain, apakah itu sebuah bukti kesetiaan, dan apakah itu sebuah kesalahan ada padaku, sementara aku yang begitu merasa suci dalam mencintainya jika di bandingkan dengan hati yang ia mulai ini.

Kadang bertanya pada diriku sendiri :

" Sebernya tuhan lagi nunjukin apa sih, kenapa tuhan membutakan pandangan hatinya kepadaku, yang sudah jelas memberinya ketulusan dalam mencintai, rasa sayang yang telah kubuat hanya untuknya, lalu kenapa tuhan malah tidak memperlihatkan semuanya, malah memalingkan pandangannya kepada hati yang baru yang harus ia tuai, ia bentuk, untuk menghasilkan perasaan yang sama yang telah aku berikan kepadanya."

Kenapa mebuang-buang waktu !

Kadang lagi aku bertanya :

" Wahai diriku, apa kamu tidak cape dengan semua ini ?..

Akupun menjawab " aku cape, tapi aku sembuh ketika ia datang walau dengan pertanyaan bagaimana kabar kamu sekarang ?...

Rasanya seperti bekuan Es yang telah menjadi batu sekejab di buat runtuh mencair. Aku kadang tidak habis fikir begitu berperan pentingnya ia di hatiku saat itu, sampai tak pernah terfikir aku seperti apa di hatinya saat itu, apakah hanya seperti angin berlalu sajakah ?...

Saatnya IkhlasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang