#3

78 8 3
                                    

Dinginnya angin di malam yang gelap waktu itu menjadi saksi bisu perjalanan ciya dengan geebran setelah sekian lama tidak bersua. Angin yang bergesekan dengan kulit sang perempuan membuat sang empunya mendesah keras.

"hah.. Dingin banget ya gee" ucap ciya sambil menggesek-gesekkan tangannya.

"udah tau gitu tadi mau sok-sok an gamau pakai jaket?"

"mulai deh bawelnya" akhir ciya.

Perjalanan semakin jauh, semakin gelap, tanpa ada lalu lalang dari orang-orang karena hari mulai larut menunjukkan pukul 9 malam. Mana ada jalanan desa tepi sawah seperti ini jam segini masih ada yang bermain-main di luar?

Bahkan bapak-bapak yang hanya sekedar beronda atau berkumpul ngopi di malam hari pun tidak terlihat. Hanya ada suara jangkrik yang terdengar malam itu. Dan juga, si brisik malika.

Demi apapun jika bukan karena jito si anak bangsa yang tidak pernah tepat waktu itu, tidak akan ada yang akan melewati jalan ini pada malam hari. Menakutkan.

"geebran, gelap banget kenapa orang-orang pada ngga nyalain lampu rumahnya sih?" kata ciya mengerucutkan bibirnya.

"ini kan udah malem ciya? Ya mereka udah tidur dong? Makanya lampunya mati." balas geebran sabar

"lagian kan malika juga udah terang banget ini, udah kaya lampu di pasar malem hahaha" ucap geebran lagi memecah suasana.

"tapi, geebran.."

"apa?"

"kerja kamu gimana di sana?"

Pertanyaan ciya yang sudah sedari tadi ditahan ketika masih ada di rumah akhirnya sekarang lolos juga. Ciya terkejut tentu saja. Bagaimana bisa dia tidak bisa menahannya lagi?

Tapi, bagus juga untuk keduanya. Rasanya ciya sudah mulai untuk mengakrabkan dirinya dengan geebran kembali. Mengingat mereka akan bersama untuk beberapa jam kedepan. Tak mungkin jika ia harus berlama-lama berdiam diri.

"baik, lancar seperti biasanya. Tapi sekarang rasanya agak beda aja jadi berasa sibuk banget." jawab geebran.

"loh? Ada apa? Banyak lembur ya? Atau gimana?"

"ciya, aku sekarang udah milih buat masuk kuliah." cerita geebran yang mengejutkan ciya.

"oh? Waaahh.. Bagus dong geebran. Tapi kamu ngga cape kah? Kerjaan kamu aja udah berat." jawab ciya dengan suara penuh gelagat khawatir.

"it's okay kok ciy, aku bisa bagi waktunya sekarang juga kan masih online juga jadi, ya.. Masih lumayan bisa di handle." jawab geebran dengan kalimat menenangkannya.

"tetep jaga kesehatan ya gee di sana, jangan banyak main di luar. Pakai waktunya buat istirahat."

Tidak ada jawaban lagi dari geebran, membuat si ciya mulai mengedarkan pandangannya ke sekitar sawah untuk menikmati luasnya sawah yang membentang di malam hari dengan langit gelap tanpa bintang.

"indah sekali" batinnya

Masih asyik mengamati pemandangan malam yang ada di depan matanya, ciya mulai merasakan sesuatu di atas punggung tangan yang terletak di lututnya. Hangat dan nyaman. Menyentuh dan memberikan usapan hangat yang begitu menenangkan.

Ya, tangan geebran. Sesuatu yang hangat dan nyaman itu adalah tangan geebran. Yang tanpa ia sadari usapan lembut tersebut merupakan sebuah jawaban dari kalimat yang baru saja ciya berikan.

"iya ciya, kamu juga ya makan yang banyak. Belajar yang bener, udah semester berapa sekarang?" ucap geebran sembari melepaskan usapannya dan kembali menguasai setirnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Without You [Lizkook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang