"Kita akan keluar dari sini," bisik Shoshana dari sebelahnya. Dalam ruang kecil dan kosong di mana suara nafas pun terdengar menindas ini, bisikan itu terdengar terlalu keras di telinga.
"Ja," Edel balas tanpa banyak berpikir, tangan menggerakkan sendok kepada mulutnya. Ia merasa seperti mesin, semua yang ia lakukan terasa otomatis, ia sudah jarang berpikir, berharap.
Mereka telah berada di dalam Auschwitz selama 217 hari, syok awal telah pudar, banyak hal yang dapat terjadi saat seseorang berada di tempat seperti Auschwitz setelah periode awal tersebut.
Ada yang berhenti percaya pada tuhan, 'Tuhan tidak ada,' kata mereka, 'Bila ia ada mengapa ia membiarkan Auschwitz terjadi'; yang pasrah, menyerah, sepenuhnya menaruh nyawanya pada tangan tuhan; hampir semua merasakan amarah yang hebat, namun hanya sedikit yang berharap untuk mengubah nasib, melawan takdir, dan lebih sedikit lagi yang ingin melakukannya, bukan hanya memimpikannya."Ku serius."
Edel mengendus, "Sungguh? Bisa apa dirimu? Kau akan keluar dari sini sendiri? Melawan penjaga dan kawan-kawannya?"
"Kita tidak akan melawan mereka, kita tidak sendiri, aku tidak sendiri. Kami sudah memiliki rencana, Edel. Kita akan keluar, ku bersumpah dengan nyawaku."
Tangannya berhenti di udara, mulutnya yang terbuka ia tutup dan ia turunkan sendok kembali pada mangkuknya.
"Kita akan keluar dari sini, ku tidak akan meninggalkanmu."
Ia melirik ke sebelahnya dan melihat Shoshana yang sedang menatap mangkuk, tangannya mencengkeram sendok seakan sendoknya akan lari bila ia lepas. Shoshana menengok dan melototi muka adiknya, mata liar, penuh determinasi dan kebencian, amarah dan harapan, "Kau adikku, kau adalah satu-satunya keluargaku yang tersisa, ku tidak bisa melihatmu diperlakukan seperti hewan; budak; kotoran; kurang dari manusia."
Walaupun suara kecil, kata-katanya membawa bobot dan keganasan yang membuatnya menarik nafas dengan tajam.
Edel menarik pandanganya dari Shoshana dan lanjut memakan, mata kakaknya tetap berada pada mukanya untuk beberapa detik sebelum melakukan hal yang sama. Mereka menyimpan alat makan mereka dan bersiap untuk tidur, kakaknya berbaring memunggunginya dan ia berbaring melihat langit-langit sel mereka; langit abu-kehitaman yang selalu terlihat sama pada pagi maupun malam, langit dimana bintang dan planet terganti oleh sarang laba-laba dan debu, langit yang menggambarkan betapa terperangkapnya mereka.
"Ku ingin melihat Cassiopeia."
Di periferinya, Edel melihat punggung Shoshana bergerak sedikit.
"Akan kutunjukkan padamu semua konstelasi yang bisa dilihat dari Hamburg." balasnya.
Edel tertidur membayangkan halaman belakang mereka di Hamburg, langit tanpa batas, Cassiopeia, Andromeda, Canis Major dan Minor, dan planet-planet lain bersinar diatas.
Edel tertidur, dan pertama kali dalam 217 hari, ia berharap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adiksimba
Historical FictionKehidupan 4 orang yang terpengaruh oleh kekejaman para Nazi