TENTANG
Radit tersenyum kepada wanita itu, “Kamu sudah melakukan yang terbaik Elena. Elena memandang Radit dengan mata yang berkaca-kaca dan akan segera gugur air matanya. Padahal, ia sudah bersusah payah menahan bendungan air dibalik pelupuk matanya, namun seketika air itu menerobos keluar saat Radit mengusap lembut puncak kepalanya. Itu adalah menjadi sentuhan yang istimewa bagi Elena. Terasa hangat, seakan tangan itu menjadi kenyamanan untuk tubuhnya sendiri.
Elena menangis mencoba menyembunyikan keraguan dihatinya. Benarkah semuanya akan baik-baik saja? Benarkah ia telah melakukan yang terbaik hingga saat ini? Benarkah? Oh Tuhan, benarkah semua ini tidak akan lagi jadi pertanyaan?
Radit terus berusaha menjaga senyum hangat di bibirnya. Dari lubuk hati yang paling dalam sekalipun. Ia sungguh berharap suatu hari, kelak Elena bisa tersenyum secerah terbit matahari, seindah bunga sakura di musim semi, seperti hujan di musim kemarau.
“Terima kasih. Dok” Ucap Elena begitu pelan. Radit pun membebaskan puncak kepala Elena. Seperti biasa, rambut gadis itu begitu lembut dan hangat. Lelaki itu sedikit menarik nafas sembunyi-sembunyi. Rasanya perih sekali. Sakit dan pahit. Jika saja ia memiliki kekuatan untuk membuat Elena merasa lebih baik. Apapun caranya pasti akan ia lakukan, agar tidak ada lagi luka yang tersisa dan menetap lebih lama.“Sa-Saya—“ Elena tidak melanjutkan kalimatnya. Terlihat jelas keraguan pada manik hitamnya. Radit yang menyadari hal itu berusaha menenangkan dan mencari tahu apa yang hendak Elena sampaikan kepadanya.
“Iya Elena, ada apa?” tanya Radit sambil menatap Elena sedang menengguk air liur untuk membasahi tenggorokannya yang kering.
“Sa-ya tidak tau harus mulai dari mana” Lalu ia tertunduk memainkan kuku jarinya. Sedikit terkejut Radit memberi respon agak terlambat.
“Kamu mau cerita?” Tanya Radit sangat hati-hati. Elena mengangguk pelan.
Seketika bola mata Radit memancarkan kilau. Degup jantungnya pun ikut berpacu dengan cepat. Akhirnya, saat-saat yang Radit tunggu selama ini datang juga. Oh tuhan, berdebar jantungnya akibat tak percaya seperti inikah rasanya? Radit tenanglah. Lalu Ia pun memandang Elena yang masih memainkan kuku jemarinya. Tiba-tiba kecepatan detak jantung Radit perlahan melambat menyaksikan Elena yang semakin menenggelamkan wajahnya dari pandangan itu.
Gesture dan aura yang menyelimuti Elena sukses menampar lelaki itu cukup keras. Membangunkan dirinya dari segala espektasi yang ia inginkan.
"Apa yang baru saja aku lakukan? Bagaimana bisa aku terhanyut pada emosiku tanpa mengindahkan perasaan Elena? Kau. Egois Radit!" Umpat radit pada hati kecilnya sendiri.
“Sa- Saya—“ Ucap elena secara perlahan dan tiba-tiba saja Radit menggenggam kedua tangan Elena.
“Pelan-pelan Elena. Kamu tidak perlu memaksa” Ujar Radit. Membuat Elena menegakkan kepala menatap Radit yang juga sedang menatapnya.
Rasanya begitu hangat. Genggaman tangan Radit dan tatapannya. Elena menggelengkan kepala. “Saya. Sudah siap. Dok” Senyum Elena.
Kedua mata Radit berbinar-binar. Senyum gadis di hadapannya itu. Begitu menyilaukan. Seperti kota yang selalu terkena paparan sinar matahari, seperti pakaian yang sedang dijemur di bawah bentangan tali-temali.Radit tidak dapat mengendalikan sarafnya lagi, ujung bibirnya saling menarik. Seperti sihir, Radit ikut tersenyum menyaksikan senyum Elena yang masih sangat jelas dipaksakan. Menari di dalam pikirnya. Seolah senyum itu sedang memainkan tarian indahnya. Tak peduli di manapun tempatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ELENA
Ficción GeneralSebuah novel fiksi yang berbalut romance. Elena adalah seorang gadis yang rapuh. Di dalam hidupnya, cinta adalah seperti rumah sakit. Ia harus mondar-mandir sesekali hanya untuk mengecek bahwa jiwa dan raganya baik-baik saja.