Awal Kebebasan (1)

816 121 5
                                    

Tujuh tahun setelah hari itu, Heeseung kini sudah berumur 14 tahun dan tidak jarang mengingat tentang buku itu. Buku yang membuat rasa penasarannya meluap dan membuat orang tuanya bersikap overprotektif terhadapnya.

Suara televisi memenuhi ruangan, setelah hari itu Heeseung benar-benar tidak boleh keluar sendirian dari rumahnya hingga ia kehilangan semua temannya karena tidak bisa lagi bermain bersama.

Ia pernah bertanya kepada orang tuanya alasan mengapa ia tidak boleh lagi keluar dari rumahnya sendirian, bahkan ia juga tidak bisa pergi Sekolah. Tetapi orang tuanya hanya berkata, "Nanti kamu akan tahu."

Heeseung awalnya sangat marah, tapi seiring berjalannya waktu ia mulai terbiasa. Tapi tentu saja ia tidak bisa menerima semuanya begitu saja, sering kali ia diam-diam masuk kedalam 'ruangan itu' dan membaca buku disana. Ternyata tidak hanya ada satu, tapi sangat banyak buku tentang Fairy.

Menonton televisi, melihat sekumpulan anak remaja yang lebih tua beberapa tahun darinya tengah menikmati waktu bersama, ia iri. Mengapa ia tidak bisa seperti yang lainnya?

"Ayah, Heeseung kangen Sekolah. Heeseung nggak boleh Sekolah lagi, ya?" ucapnya, mulutnya dipenuhi oleh cemilan favoritnya.

Yang ditanya menghembus kan nafas berat, ia sebenarnya kasihan melihat anaknya yang harus berdiam dirumah seharian penuh, sudah bertahun-tahun lamanya.

"Nanti SMA, kamu mau belajar di Sekolah?" tanya Ayah.

Anak itu membalikkan badan kebelakang dimana Ayahnya berada, menatap pria dewasa itu dengan mata berbinar, berharap, "Boleh?"

"Nanti kita bicarakan sama Bunda, ya?"

Heeseung menganggukkan kepala semangat.

.

.

Sibuk dengan bukunya, Heeseung tidak sadar bahwa ada seseorang yang sedang berdiri diam didepan pintu kamarnya, menatap sendu kearahnya.

"Heeseung, mau cemilan?"

Anak itu menolehkan kepala kearah sumber suara, dimana ternyata ada Bundanya yang sedang berdiri menatapnya. Heeseung mengangguk, lalu Bundanya tersenyum dan melangkah pergi mengambil cemilan untuknya.

Diam-diam Heeseung suka menggambar sosok Fairy yang ia lihat dibuku yang ia baca. Heeseung menggambarkan sosok Fairy sebagai makhluk yang baik dan penyayang.

Tapi ia masih bertanya-tanya apa Fairy itu nyata? Pasalnya ia sering kali mencari tahu tentang Fairy di situs website, tetapi di sana dituliskan Fairy merupakan makhluk mitologi yang hanya ada didalam cerita dongeng.

"Heeseung."

Heeseung tenggelam dalam pikirannya, pasti asik sekali jika memiliki sayap seperti Fairy.

"Heeseung."

Berulang kali namanya disebut, tetapi ia tidak menyadari karena terlalu asik berandai-andai. Hingga bahunya diusap lembut, terkejut Heeseung dengan cepat menutup buku gambarnya.

"Ini Bunda bawa kan kue bolu kesukaan kamu, jangan terlalu banyak melamun."

Dengan senyuman canggung Heeseung mengambil kue pemberian Bundanya, "Terima kasih, Bunda."

Bunda tersenyum lalu mengusap sayang kepala Heeseung lalu mundur sedikit untuk mendudukkan dirinya dikasur empuk milik Heeseung yang berada tidak jauh dari tempat Heeseung duduk saat ini.

Mereka berdua tenggelam dalam keheningan, Heeseung yang sibuk menghabiskan cemilannya dan Bunda yang tengah gelisah seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi ragu.

"Heeseung," panggil Bunda yang dibalas dehaman lembut dari Heeseung.

"Heeseung pengen Sekolah, ya?"

Terdiam, Heeseung menggantungkan sendok berisi kue yang akan masuk ke dalam mulutnya, lalu mengangguk kecil.

"Maafin Bunda, ya? Maaf Bunda terlalu melarang kamu," Bunda Heeseung menggantung ucapannya, "Nanti SMA kamu boleh kok belajar di Sekolah."

Bibir Heeseung membentuk lengkungan, memperlihatkan senyum senangnya. Lalu ia berdiri dan berlari untuk memeluk sang Bunda.

"Terima kasih, Bunda."

"Sama-sama, sayang."

Walaupun begitu, ada sedikit keraguan dalam senyum yang diberikan Bunda, ia sedikit takut, dan ia harap tidak akan ada kejadian buruk yang menimpa ia dan keluarganya.


-to be continued-

FAIRY [HEENOO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang