2. Nasi Uduk Bu Wati.
Happy Reading 💙
Langit datang kembali ke warung Bu Wati yang ada di belakang kompleknya. Tadi pagi pukul enam, Langit sudah bergegas pergi dari rumah dan
Menyisakan tanda tanya dari sang Mama.Kemarin, saat ia memakan nasi uduk Bu Wati, Langit langsung terpikat. Rasa yang ia kira biasa saja, nyatanya lebih dari biasa.
Pantas saja, perempuan yang ia sayang itu sangat menyukai makanan satu ini.
Langit akui, dia benar-benar sudah jatuh cinta dengan makanan nasi uduk Bu Wati.
Mengantri adalah keharusan yang harus Langit lakukan. Langit tidak heran lagi mengapa antrian warung Bu Wati bisa seramai ini. Ya, tentu saja karena nasi uduk Bu Wati yang dikenal maknyus itu!
“Buset! Ramai bener. Bisa-bisa gue kaga kebagian.”
Langit menolehkan kepalanya ke belakang. Menatap perempuan bersurai panjang bergelombang bewarna coklat itu sedikit tertegun.
Kembali ke arah depan, memejamkan matanya sejenak. Bergumam dalam hati, “Perempuan itu bukan dia.”
Berulang kali Langit melafalkan kata itu dalam hati. Berharap tidak kebablasan untuk memeluk perempuan yang bahkan tidak Langit ketahui namanya.
“Bukannya Mas anak komplek depan?” tanya ibu-ibu berdaster Minion.
Menanggapi dengan anggukan, tanpa mau menjawab dengan ucapan.
“Pantes sombong.” Langit tertegun mendengar cibiran tersebut. Padahal Langit hanya menganggukkan kepalanya saja. Tidak berujar yang aneh-aneh atau menyombongkan diri.
“Gak usah di dengerin omongan si Mak Nur. Kadang-kadang emang omongannya suka lemes,” sahut seseorang yang ada di belakangnya.
Amaya berdiri di samping Langit. Perempuan itu tersenyum tipis. “For your information, Orang-orang sini tuh pada nggak suka sama orang komplek depan. Karna mereka pikir, Orang-orang komplek depan itu sombong-sombong.”
Alis kanan Langit terangkat satu. “Termasuk lo?” sela Langit dengan lugas.Bibir Amaya tertarik, menampilkan senyum tipis yang sangat indah. “Mungkin.”
🌧🌧🌧
Setelah membeli nasi uduk Bu Wati, Langit tidak langsung bergegas pergi ke sekolah.
Langit dengan sengaja mengikuti Amaya secara diam-diam. Pria itu penasaran, mengapa perempuan yang sangat mirip dengan seseorang yang ada di masa lalunya itu tidak pergi ke sekolah dan malah pergi ke toko kue.
Menatap perempuan itu tersenyum, tanpa sadar membuat Langit ikut tersenyum juga.
Sedangkan di sisi lain, Amaya tengah berbicara dengan ibu paruh baya, namanya Eyang Meimei. Si penjual roti yang selalu berlangganan dengannya.
“Stikernya udah jadi, May?” tanya Eyang kepada Amaya.
Amaya dengan sombong menjawab, “So pasti, Yang. Cepet, kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
124
Teen Fiction"𝘓𝘢𝘯𝘨𝘪𝘵 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘵𝘶𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘪𝘳 𝘩𝘶𝘫𝘢𝘯 𝘬𝘦 𝘣𝘶𝘮𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘭𝘪-𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘱𝘦𝘥𝘶𝘭𝘪 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘶𝘫𝘢𝘯 𝘳𝘢𝘴𝘢𝘬𝘢𝘯." Ini tentang Langit, laki-laki si penyuka hujan yang bertemu dengan seorang...