Bersinergi
Dipagi hari, aku berencana untuk mengajak Teras Aksara berkumpul bersama untuk memberikan tanggapan prihal tawaran yang diajukan oleh Pras, aku sudah sampaikan lebih dulu kepada Junet dan Yusron prihal even yang ditawarkan namun belum kusampaikan kepada Elsa.
“Wah boleh juga sih itu tapi gimana mulainya ya?” tanya Yusron.
“Nah itu kita harus diskusikan dulu.” Kataku.
“Bakalan susah ini kalau kita bertiga aja,” kata Junet sambil memberikanku secangkir kopi. “Ini masih sebatas wacana sih,” jawabku dengan bingung.“Elsa bisa diajak ketemu jam berapa?” tanyaku pada Junet.
“Digrup dia bilang selo terus artinya bisa kapan saja,” jawab Junet.
“Yaudah nanti siang kita kumpul aja disini,” kataku.
Aku kembali ke kamar dan mengecek HP nampak ada pesan dari Pras “Salam Berlian, gimana udah kalian musyawarahkan belum?” bacaku dalam hati.
Kemudian aku balas dengan permintaan maaf karena baru hari ini kami mau membahasnya.Aku kemudian membuka sebuah buku catatanku, buku Narasi Hati, kupandang dengan tatapan kosong.
Kali ini aku menulis lagi soal kegelisahanku kepada Karimah dan juga soal aku yang masih setia menunggu kabar darinya yang sampai saat ini.
“Aku hanya tau kamu sudah tidak di Jogja.” ucapku kepada buku ini.Aku mendengar suara penjual Koran langganan kami datang, aku keluar rumah dan kuliat koran sudah di pegang oleh Yusron,
“Mana mas Muhklis?” tanyaku, “Udah pergi, dia kusuruh mampir enggak mau.” jawab Yusron.“Reforma Agraria,” kata Yusron yang membuat kupingku sensitif mendengarnya.
“Puluhan Mahasiswa dan Warga setempat melakukan aksi didepan proyek Bandara menolak pembangunan Bandara,” kata Yusron sambil membaca koran.
“Ini Ranik masuk koran Ber,” imbuhnya sambil memperlihatkan kepadaku berita dalam koran tersebut.Segera aku ambil koran tersebut dan aku liat Ranik dan koleganya ada di koran, dalam gambar mereka sedang ikut aksi menolak bandara yang di bangun di Kulonprogo.
Aku sudah lama sekali tidak menyimak berita tersebut karena kami sudah pindah ke Sorjansari dan fokus dengan kegiatan kami.
Melihat semangat Ranik dan koleganya sangat luar biasa, dia tidak kendor dalam mengawal sengketa lahan tersebut.“Itu Elsa datang,” kata Yusron, dia kemudian masuk rumah dan duduk diantara aku dan Yusron.
“Awas-awas kasih aku tempat duduk aku ada info nih!” kata Elsa sambil tangannya meminta ruang tempat duduk antara aku dan Yusron.
“Tau enggak jurnal Sorjansari diminta untuk dituliskan kembali dalam bahasa inggris,” imbuh Elsa.“Terus kenapa emang?” tanyaku.
“Eh kamu masak enggak tau?” tanya Elsa.
“Enggak tau emang,” tanyaku.
“Artinya Jurnal ini bakalan di bincangin sama orang-orang luar negeri kalau pake bahasa inggris,” kata Elsa dengan kagum.“Kata siapa?” tanyaku.
“Ah susah emang kalau ngomong sama kamu ini,” jawab Elsa kesal.
“Mana Junet?” tanya Elsa.
“Ciee nyariin ya?” kataku mengejek.
“Di belakang dia benerin mesin kopinya yang rusak,” jawabku.
“Yaudah biarakan saja,” kata Elsa.Aku turut senang karya ilmiah yang ditulis oleh Yusron dan Elsa mendapatkan apresiasi oleh beberapa orang diluar sana, aku berharap pada mereka agar telus membuat karya tulis lagi yang menceritakan Sorjansari agar dimasa depan orang bisa tau bahwa kampung ini awalnya adalah kampung kumuh dipusat kota dan sekarang akan mulai berubah menjadi kampung seni.
“Katanya mau ada info penting terus ngajak kita kumpul ada apa ini?” tanya Elsa kepadaku. “Oh iya, Junet ayo semua kumpul yuk,” kataku memanggil mengajak Junet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera dalam Kegelapan
Teen FictionLanjutan dari novel sebelumnya "Senja di Atas Kota Kecilku" 📚 Judul : Lentera dalam Kegelapan ✒️ Sinopsis --- Dalam cerita ini melanjutkan perjalan Berlian dalam pengabdiannya di desa Sorjansari, perjalan ini cukup panjang karena Komunitas Teras...