Sepeninggalan Nama
Pagi hari di Sorjansari semua warga sudah memulai segala aktivitasnya, namun ada hal yang berbeda dari keraimaiyan ini tidak seperti biasanya, orang-orang pada berjalan beriringan menuju sebuah rumah samping langgar, kami bertiga melihat kejadian ini juga heran tidak seperti biasanya seperti ini hingga akhirnya dari kejauhan nampak pak Hirin dengan menggunakan pecinya di kepala sambil berjalan ke arah teras rumah kami.
“Mas Berlian, Pah Warino sudah meninggal,” kata beliau dalam bahasa jawa halus.
“Innalillahiwainaillahi rijiun,” kataku sambil kedua sahabatku menundukan kepala.
“Mari ikut kerumah duka buat bantu-bantu masang tenda,” kata pak Hirin mengajak kami, segera kami menutup pintu dan jendela lalu mengikuti pak Hirin menuju rumah duka.
Pak Warino selama ini adalah sesepuh di kampung Sorjansari bahkan dia bisa dikatan sudah tinggal disini sejak kecil sampai akhir menutup mata hidup di Sorjansari, beliau adalah tokoh agama di kampung, masih ingat di benak kami keta pertemuan pertama kami dengan beliau dulu ketika kami pindah rumah dan juga setiap malam kami sering ronda bersama di cakruk.
Tidak kami sangka beliau hari ini telah tiada, sesampainya di rumah duka namapak pemuda desa sudah berkumpul untuk bersiap-siap mengambil tenda bersama bapak-bapak, kami pun diajak oleh pemuda itu untuk membantu, sepintas suasana nampak sangat sedih sekali bahkan Mak e si penjual angkringan pun nampak menangis sambil di tenangkan oleh ibu-ibu disekitarnya juga kesedihan juga tidak bisa di sembunyikan oleh bapak-bapak yang ada didepanku.
Segera kami diajak menuju gudang kampung untuk mengambil tenda untuk pelayat nantinya, kami bergotong royong meranting besi-besi tenda keluar dari gudang kemudian membawa kerumah duka, di perjalanan bapak-bapak pada bilang meninggalnya Pak Warino sangat mendadak padahal pagi ini dia masih sempat sholat subuh di langgar sekaligus jadi imam di langgar tersebut, “Tidak ada yang tau ajal orang akan menjemput kapan pak,” kata bapak-bapak itu dalam perbincangan mereka, “Waduh nanti yang ngajari anakku ngaji siapa ini,” kata bapak tersebut dengan cemas.
Pak Warino adalah pengajar TPA di langgar muridnya adalah anak-anak sorjansari, sudah lama dia mengajar TPA sejak anak-anak yang diajarnya waktu itu masih anak-anak sekarang sudah menjadi pemuda bahkan sudah ada yang menjadi bapak muda juga yang dulu merupakan anak didik TPA yang didedikasikan Pak Warino selama ini.
Tenda sudah berdiri dan pelayat juga semakin banyak yang datang, pagi ini menjelang siang nampak ada dua orang bapak-bapak yang baru datang rupanya mereka adalah anak kandung Pak Warino, mendengar cerita warga mereka adalah anak pak Warino dan semasa kecil sampai pemuda hidup di sorjansari hanya saja selesai kuliah mereka memelih untuk merantau dan berkerja.
Sebenarnya Pak Warino sudah pernah diajak anaknya yang pertama untuk tinggal bersamanya namun hanya seminggu pak Warino kembali ke Sorjansari karena dia merasa Sorjansari masih nyaman dihuni salain itu juga dia ingin berdakwah di desa ini saja kata seorang bapak-bapak dalam perbincangan kami di bawah tenda yang kami bangun, sekarang tinggal istri pak Warino saja dan dia juga sudah sepuh sekali, “Mungkin dia akan membawanya karena sudah tidak tega melihat nenek itu hidup sendiri,” kata bapak-bapak itu kepada kami.
Pukul dua siang pelayat sudah berkumpul dan upacara pelayatan segera dilaksanakan, sekitar menjelang ashar Pak Warino sudah di bawa ke pemakaman diringi pelayat banyak air mata mengalir tidak hanya dari keluarga namun dari masyarakat juga yang mengenal beliau dan murid-muridnya.
Di malam hari kami diajak oleh pemuda-pemuda untuk membantu acara Yasinan yang diadakan dirumah duka, dalam momen ini kami memanjatkan doa atau mengirimkan doa untuk almarhum agar diberi ketenangan serta mengirimkan pahala, banyak pelayat yang datang juga mungkin ini adalah rekan-rekan Pak Warino dulu, beberapa dari mereka menceritakan hal-hal baik beliau ketika hidup. Dari sini aku kemudian memetik pesan memang benar kalau orang meninggal yang dikenang adalah jasa kebaikannya, orangnya sudah tidak ada namun kebaikkannya akan terus di ingat oleh orang-orang, “selamat jalan pak Warino” kataku dalam hati sambil berdoa di malam ini.
Bersambung...
______________________________________
Next? Tunggu minggu depan ya...Eh, bentar... Jangan lupa!
Vote dan Comment ya biar aku tambah semangat!
______________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera dalam Kegelapan
Roman pour AdolescentsLanjutan dari novel sebelumnya "Senja di Atas Kota Kecilku" 📚 Judul : Lentera dalam Kegelapan ✒️ Sinopsis --- Dalam cerita ini melanjutkan perjalan Berlian dalam pengabdiannya di desa Sorjansari, perjalan ini cukup panjang karena Komunitas Teras...