Valda menatap kekasihnya dari jauh. Ia bangun dari kursi yang telah ia duduki selama satu jam. Senyumnya mengembang tatkala melihat wajah sang pujaan hati semakin jelas. Lampu jalanan yang menyirami Kirana dengan cahaya, membuat wanita itu tampak bersinar.
Lelaki bertubuh tinggi itu melambaikan tangannya seraya berkata, “Hai!”
“Apa aku terlambat? Sudah berapa lama kau menunggu?” tanya Kirana sambil mulai menduduki bangku taman.
“Ini untukmu! Aku memetiknya langsung dari kebun,” ucap Valda sambil menyerahkan setangkai bunga mawar.
Kirana memejamkan mata dan mencoba menghidu wewangian dari bunga itu. Ia terus menghirup aroma mawar. Saat matanya terbuka, ada tatapan tidak puas dari sana. Ia mengembuskan napas kasar.
Lelaki yang masih menggunakan setelan rapi mengusap lembut rambut Kirana, lalu ia berkata, “Apa ada masalah di toko kelontong?”
Lalu Valda mengacak-acak rambut Kirana yang diikat ke belakang. Ia menyibak poni wanita itu hingga dahi lebarnya terlihat. Kemudian ia mendaratkan kecupan di sana.Kirana melepas dekapan kekasihnya perlahan. Lalu, ia merapikan rambut yang berantakan karena ulah Valda. Ia menarik napas panjang. Kemudian, ia mengeluarkan sesuatu dari tas selempangnya. Ada sebuah benda kecil dan tipis seukuran jari telunjuk. Setelah itu, Kirana menunjukkannya pada Valda.
Valda menatap nanar benda itu. Apa yang terjadi hingga kekasihnya memiliki sebuah alat tes kehamilan dengan hasil yang positif?
Tanpa basa-basi Kirana berkata, “Aku hamil.”“Jangan bercanda, Kirana!” ucap Valda mulai putus asa. Ia mendengkus lalu melempar benda itu.
“Aku sudah dewasa, aku tidak bisa terus menerus menjalin hubungan yang kekanakan denganmu,” tuturnya santai. Bahkan Kirana menyelipkan senyum simpul di tengah ucapannya.
“Aku menjagamu selama delapan tahun. Kurawat kau layaknya sebuah benda pecah belah yang rapuh. Namun, kau malah menghancurkan dirimu sendiri!” Valda mulai meninggikan suaranya. Ucapannya seolah menggema ke seluruh taman yang senyap.
Kemudian ia menarik Kirana sedekat mungkin. Lalu ia menghujani wanita itu dengan kecupan yang kasar. Berbeda dengan Valda yang biasanya.“Apa ini yang kau inginkan? Beginikah cara orang dewasa memadu kasih?” teriak Valda.
“Aku akan menikahimu, biarkan aku yang bertanggung jawab,” lanjutnya terengah sambil memegang bahu Kirana.
“Lelaki itu akan menikahiku, besok,” ujar Kirana tanpa ekspresi.
Angin bertiup menerpa keduanya. Nyanyian malam seolah mengiringi pertengkaran mereka. Bulan purnama menjadi saksi kandasnya hubungan dua insan itu.
Perlahan, Valda melepaskan tangan yang mencengkeram bahu Kirana. Ia tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Hatinya seolah pecah menjadi serpihan kecil. Ia tidak menyangka akan menitikkan air mata di depan perempuan yang ia cintai dengan cara seperti ini. Ia merasa telah didorong ke jurang tak bertepi oleh wanita yang selama ini ia kasihi.
“Apa ini rencana ayahmu?” tanya Valda, berharap jika Kirana melakukan hal itu karena perintah ayahnya.
“Kau polos sekali, Val. Mengapa kau tidak berpikir bahwa aku bisa saja menuruni sifat ayahku? Jawabannya, ya. Aku mulai mewarisi sifat tamak kedua orang tuaku,” ucap Kirana ketus. “Sampai kapan kau akan memberiku benda ini? Aku tak butuh bunga! Kau memiliki segalanya, tapi hanya ini yang kau berikan padaku. Bahkan, kau memetiknya secara percuma dari kebun di belakang rumah mewahmu, kan?” lanjutnya sembari meluapkan amarah yang tertahan.
Valda tertunduk lesu. Ia tak menyangka bahwa Kirana berkata demikian. Padahal, ia melakukan banyak hal demi pujaan hatinya. Ia tidak mungkin meminta pada sang ayah yang jelas-jelas menolak hubungannya dengan Kirana. Bahkan, kakak lelakinya turut merendahkan pilihan Valda.
![](https://img.wattpad.com/cover/292958396-288-k126695.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisakan Sedikit Rasa - Ketika Menjadi Baik Saja Tidak Cukup
RomanceKirana putus asa karena pengkhianatan yang dilakukan orang tuanya terus menerus. Ia memutuskan untuk mengubah pribadinya demi terlihat berguna di mata mereka. Jika menjadi baik tak cukup untuk meraih kebahagiaan, mungkin ia harus mencoba jalan yang...